Jumat, 20 Maret 2015

Bukan puisi perpisahan

Ada yang harus dilepaskan memang. Bukan tidak bisa mempertahankan, namun karena kita harus memilih mana yang lebih 'bisa'. Kembali lagi, hidup itu kan pilihan. Seperti halnya kau tetap memilih untuk hidup sewajarnya ketika tak kau temui puisi ku di beranda rumahmu lagi. Walaupun kau temui, bisa saja itu tercipta lama dan dia yang bertahan hinggap di dahan pohon depan rumahmu lantas jatuh ketika aku sudah lupa sekagum apa aku dulu padamu diam-diam dan kau, aku tidak paham. Mungkin sekarang sudah menjadi kenangan. Sebab cerita-cerita hangatmu tak ku temui lagi. Bukankah kita sahabat? Ya, kita sahabat!
Aku tak bisa menggambarkan wajahmu lagi ketika aku melihat senja. Ketika hujan turun aku juga tidak bisa menghadirkan dingin mu lagi. Mungkin ini sebab karna kita sudah terlalu lama menjauh.
Kau pernah kata kalau hanya aku orang yang tau ceritamu. Lantas ketika diwaktu yang berlainan kau tampak resah aku memohon agar kau menceritakan asbabnya kau berkilah, disitu aku merasa 'apalah' aku ini. Dan dengan keadaan yang seperti ini semoga kau menjadi leluasa memendam resahmu sendiri tanpa harus ada aku yang terus membujuk ingin tau.
Semoga kau bisa dengan pilihanmu dan aku dengan pilihanku.
Masih seperti 3 tahun lalu: aku menyukai puisi-puisi mu dan kau penulis lepas yang cerdas.
Maukah kau menghadiakan ku 1 puisi? Bukan sebagai salam perpisahan, mungkin sebagai pertanda bahwa kita pernah menjadi sahabat~