Malam itu di jam makan, aku bersama Ibu diruang TV. Aku makan dan Ibu nonton seperti biasa. Waktu itu kami sedang menonton acara Pak Mario Teguh yang ternyata sudah pindah station.
Kulihat seorang wanita muda bercerita tentang kisah cintanya dan kegalauannya antara memilih pacar nya atau seorang lelaki mapan yang siap menikahinya kapanpun dia mau. Dia bercerita panjang lebar, tentang pacarnya dan lelaki tersebut.
Sampai pada akhirnya aku membuka suara dan berkata pada Ibu, "siap dan mau itu adalah 2 hal yang berbeda, Mak". Ibu pun heran ketika aku berkata seperti itu, "kok beda Kak? Sama aja itu". Ibu menjawab dengan nada santai. Aku berkata lebih santai lagi, "kalau mau itu, bukan berarti siap. Tapi kalau siap, sudah pasti mau. Kalau ditanya, aku mau kok menikah sekarang. Tapi belum siap untuk itu". Ibu kulihat masih bingung. Aku berharap Ibu gak memarahiku lagi setelah sempat memarahiku karna aku bilang, aku lebih ingin mempunyai anak daripada suami, hehehe. Aku menambahi, "jadi gini loh mak. Untuk menikah, kita tidak hanya bermodal kemauan aja, tapi juga harus butuh kesiapan. Kesiapan untuk menjadi Ibu yang baik, kesiapan untuk menjadi istri yang sholehah, kesiapan untuk menjadi menantu yang bisa menjaga marwah mertua, dan banyak kesiapan lainnya yang tidak mungkin bisa tercipta dengan modal kemauan saja". Sepertinya Ibu sudah mulai paham. Namun malah menembakku, "jadi kapan siap nikah, Kak?". Glek, aku hampir tersedak karna kebetulan sedang minum. Ibu tertawa dan menambahi, "untuk menikah kita tidak akan pernah siap kalau tidak memulainya, Kak". Aku mati gaya dan menjawab, "insya Allah setelah siap kuliah. Kalau sekarang, menikah hanya kemauan aja, belum mencapai tahap kesiapan, mak". Ibu menjawab lagi, "makanya, siapkan cepat. Biar punya anak". Aku mengangguk saja.
Memang benar kata Ibu, untuk menikah kita tidak akan benar2 siap kalau kita tidak memulainnya. Terlalu banyak hal yang aku takutkan dalam pernikahan, maka dari itu aku jarang sekali membahas pernikahan. Aku jauh lebih tertarik membahas tentang cara terbaik untuk tumbuh kembang anak. Sampai seorang teman berkata, bahwa aku lebih banyak mempersiapkan diri untuk menjadi seorang Ibu ketimbang seoarang istri. Ya, memang benar. Aku mengakui itu. Diantara semua mimpi besarku, tetap yang paling besar adalah menjadi Ibu yang teladan buat anak2 ku kelak. Sekaligus istri yang terbaik.
Suami idaman itu cukup yang baik agamanya dan bisa menjadi team. Team untuk buka Perpustakaan Gratis, misalnya. Hehehe ^^