Selasa, 30 Agustus 2016

Antara siap dan mau

Malam itu di jam makan, aku bersama Ibu diruang TV. Aku makan dan Ibu nonton seperti biasa. Waktu itu kami sedang menonton acara Pak Mario Teguh yang ternyata sudah pindah station.
Kulihat seorang wanita muda bercerita tentang kisah cintanya dan kegalauannya antara memilih pacar nya atau seorang lelaki mapan yang siap menikahinya kapanpun dia mau. Dia bercerita panjang lebar, tentang pacarnya dan lelaki tersebut.

Sampai pada akhirnya aku membuka suara dan berkata pada Ibu, "siap dan mau itu adalah 2 hal yang berbeda, Mak". Ibu pun heran ketika aku berkata seperti itu, "kok beda Kak? Sama aja itu". Ibu menjawab dengan nada santai. Aku berkata lebih santai lagi, "kalau mau itu, bukan berarti siap. Tapi kalau siap, sudah pasti mau. Kalau ditanya, aku mau kok menikah sekarang. Tapi belum siap untuk itu". Ibu kulihat masih bingung. Aku berharap Ibu gak memarahiku lagi setelah sempat memarahiku karna aku bilang, aku lebih ingin mempunyai anak daripada suami, hehehe. Aku menambahi, "jadi gini loh mak. Untuk menikah, kita tidak hanya bermodal kemauan aja, tapi juga harus butuh kesiapan. Kesiapan untuk menjadi Ibu yang baik, kesiapan untuk menjadi istri yang sholehah, kesiapan untuk menjadi menantu yang bisa menjaga marwah mertua, dan banyak kesiapan lainnya yang tidak mungkin bisa tercipta dengan modal kemauan saja". Sepertinya Ibu sudah mulai paham. Namun malah menembakku, "jadi kapan siap nikah, Kak?". Glek, aku hampir tersedak karna kebetulan sedang minum. Ibu tertawa dan menambahi, "untuk menikah kita tidak akan pernah siap kalau tidak memulainya, Kak". Aku mati gaya dan menjawab, "insya Allah setelah siap kuliah. Kalau sekarang, menikah hanya kemauan aja, belum mencapai tahap kesiapan, mak". Ibu menjawab lagi, "makanya, siapkan cepat. Biar punya anak". Aku mengangguk saja.

Memang benar kata Ibu, untuk menikah kita tidak akan benar2 siap kalau kita tidak memulainnya. Terlalu banyak hal yang aku takutkan dalam pernikahan, maka dari itu aku jarang sekali membahas pernikahan. Aku jauh lebih tertarik membahas tentang cara terbaik untuk tumbuh kembang anak. Sampai seorang teman berkata, bahwa aku lebih banyak mempersiapkan diri untuk menjadi seorang Ibu ketimbang seoarang istri. Ya, memang benar. Aku mengakui itu. Diantara semua mimpi besarku, tetap yang paling besar adalah menjadi Ibu yang teladan buat anak2 ku kelak. Sekaligus istri yang terbaik.

Suami idaman itu cukup yang baik agamanya dan bisa menjadi team. Team untuk buka Perpustakaan Gratis, misalnya. Hehehe ^^

Minggu, 28 Agustus 2016

Harapan Orangtua

Syalalalala ~
Hehehe

Cieee insomnia!
Efek ngelarin buku Titik Nol nya Agustinus Wibowo ^^/
Subhanallah, sudah lama tidak insomnia, ckckck

Bagi orang yang suka molor sepertiku, insomnia itu rezeki kok -___-

Buktinya aku jadi ingat tentang salah satu kuis iseng yang aku ikutin di internet, kalau gak salah namanya idnamedtest hehehe.
Tapi kalau untuk tau arti namaku, aku gak iseng untuk mengetahuinya. Sebab aku ingin tau, hhhh :D

Jreng! Hasilnya ternyata adalah Ferantika artinya Harapan, ckckck ~
Mayanlah ya..

Alkisah pada saat hari kelahiranku, sang bidan bertanya pada Bapak dan Ibu ku, "pak, nama anaknya siapa ya?" Bapak ku langsung bertanya pada Ibu, "siapa nama anak kita, kok lupa ya" Ibu pun menjawab, "iya, siapa ya". Seketika lupa. Huft, mungkin aku dan nama tersebut tidak jodoh. Padahal Ibu bilang, namaku itu sudah direncanakan jauh hari sebelum kelahiran ku, bahkan sebelum kelahiran abangku. Heran sih, apa susahnya mengingat nama Putri Dwi Sudjana?? Nama itu dibuat agar bisa sinkron dengan nama abangku Putra Eka Sudjana. Ibu ku yang bisa mengingat segalanya, lupa. Bapak ku yang masih hapal tentang semua pelajaran dimasa SMA nya juga lupa. Ya, mungkin nama itu tidak matching dengan aku yang begini. Hehehe. Diskusi singkat, akhirnya Bapak berkata pada bidan, "namanya Ferantika Sudjana aja, Buk".
Jleb, "ajaaaa". Seolah2 seakan2 -___-

Teman2 tak jarang bertanya, apa sih Arti namamu? Unik kali namanya. Biasa aku hanya menjawab, " jangan tanya aneh2 lah. Hem, tapi kalau sudjana itu nama singkatan kedua orangtuaku ". Sebenernya aku tau arti nama Ferantika. Ibu bilang, Ferantika itu artinya Perempuan cantik terakhir. Tapi gak iya banget aku menjawab ginian ke mereka. Aku juga gak yakin itu artinya. Plis, jangan kasiani aku!!! Tapi memang iya sih, aku anak perempuan terakhir. Kalau cantik sih, gak tau juga. Kayaknya sedikit salah, hhhhhh :"D

Setelah tau hasilnya, aku memberi tau pada Ibu. Ibu bilang, "iya sih kak, setiap orangtua pasti berharap anaknya bisa menjadi Orang sukses". Huft, jawabannya gak memuaskan.

Intinya sekali lagi kalau ada yang bertanya, fix aku akan menjawab, "Ferantika itu artinya Harapan. Dan Sudjana adalah nama singkatan dari  kedua orangtua ku. Jadi, Ferantika Sudjana itu adalah Harapan Orangtua"

Hohohoho ~

Kamar Rapunzel 02:16

Sabtu, 27 Agustus 2016

Jalani

Beberapa malam yang lalu Bapak menegurku tentang tulisanku yang terbit disalah satu buku Antologi. Sudah pasti Bapak tau dari Ibu. Karna apapun yang terjadi, aku pasti cerita ke Ibu terlebih dahulu.
Ya, aku membenarkan hal tersebut.

Bapak jarang bertanya tentang kuliahku, padahal jelas sekali dulu Bapak paling semangat menyuruhku ke jurusan yang sampai sekarang entah kapan aku berniat bersungguh2 untuk menyelesaikannya dan mencintainya. Ketika orangtua begitu semangat, aku tidak sanggup menyanggah lebih keras. Hingga akhirnya menurut saja adalah jalan terbaik. Bismillah.

Sampai tibalah Bapak berkata, "tau gitu dulu gak masuk Farmasi dek" . Kalimat gak lucu yang dibawakan dengan serius di kamar dengan tivi menyala. Ya, malam itu lokasi perbincangan ada dikamar Bapak dengan Ibu diatasnya dan aku duduk bersila di lantai. Aku tersenyum kecil dan berkata dengan nada yang selalu riang "hehehe, gak papa kok pak. Masa depan kan gak tergantung kita kuliah di jurusan apa". Bisa dipastikan hatiku sebenarnya hancur sekali waktu malam itu. Tapi demi semangat Bapak yang menggebu, alangkah baiknya memang aku jadikan abu saja rasa sedih tersebut.

Aku ingat ketika aku kekeuh gak mau ambil jurusan Farmasi, bapak bilang, "mau jadi apa dijurusan itu". Ya, selalu itu yang terngiang, seolah2 di jurusan Farmasi bisa menjanjikan segalanya dan jurusan lain menjajikan sampah. Ya, aku mengalah, demi Bapak.

Dari SD bahkan sejak pertama kali aku mengenal baca diusia 4 tahun, aku sudah menyukai hal berbau bahasa sampai SMA bahkan mungkin sekarang. SD beberapa kali mendapat pujian sama guru bahasa karna karanganku selalu beda dengan teman2 yang lain, SMP pernah menjuari peringkat pertama lomba mengarang antar kelas dan stambuk, SMA masih sebagai murid kesayangan guru bahasa, hingga akhirnya kuliah mendapat juara 3 lomba puisi di perlombaan dakwah expo dan juara2 kecil lainnya yang hadiahnya mulai dari jilbab sampai pulpen satu kotak, ya masi lomba berbau literasi. Prestasi tentang kuliah, jangan ditanya, nihil. Mungkin karna aku tidak pernah menghadirkan cinta didalamnya. Tapi disisi lain aku juga bersyukur mendarat di Farmasi, sebab disanalah Hidayah ku dapatkan. Setiap kisah perih, selalu ada hikmah didalamnya. Setiap air mata yang terjatuh karna mengharap cinta bisa tumbuh, selalu ada semangat untuk tetap melangkah.

Ketidakcintaan ku terhadap kampus memang menjuru kemana2, aku tidak terlalu dekat dengan teman2 kampus. Pernah memang ikut organisasinya, tapi gak bertahan lama. Aku tidak nyaman dengan mereka. Sampai pernah ditawari posisi menggiurkan oleh gubernur kampus karna melihat aku suka menulis, entah setan apa yang merasuk aku hingga aku menolaknya. Ya, jika itu masih berbau kampus, aku tidak terlalu meminatinya. Aku tidak suka dikenal dikampus. Keadaan itu membuat aku lebih terbuka dengan Mahasiswa jurusan lain. Aku tau ini salah, tapi dilain sisi aku tidak mau menyiksa batinku. Aku ingin apapun yang keluar dari diri ini sifatnya tulus. Senyum tulus, tawa tulus, semangat tulus. Aku tidak suka pura2.

Cinta, hadirlah. Aku sedikit lelah dalam perjalanan ini. Aku ingin selesai. Ya, selesai ~

Senin, 22 Agustus 2016

Mengelola ketidaksempurnaan

Mengelola Ketidaksempurnaan
Oleh : Ustadz H.M. Anis Matta, Lc

Apalagi yang tersisa dari ketampanan setelah ia dibagi habis oleh Nabi Yusuf dan Muhammad. Apalagi yang tersisa dari kecantikan setelah ia terbagi habis oleh Sarah, istri Nabi Ibrahim, dan Khadijah, istri Nabi Muhammad SAW? Apa lagi yang tersisa dari kebajikan hati setelah ia direbut Ustman bin Affan? Apa lagi yang tersisa  dari kehalusan setelah ia direbut habis oleh Aisyah?

Kita hanya berbagi dari sedikit yang tersisa dari pesona jiwa raga yang telah direguk habis oleh para nabi dan orang shalih terdahulu. Karena itu persoalan cinta kita selalu permanen begitu : jarang sekali pesona jiwa raga menyatu secara utuh dan sempurna dalam diri kita. Pilihan-pilihan kita, dengan begitu, selalu sulit. Ada lelaki ganteng atau perempuan cantik yang kurang berbudi. Sebaliknya, ada lelaki shalih yang tidak menawan atau perempuan shalihah yang tidak cantik. Pesona kita selalu tunggal. Padahal cinta membutuhkan dua kaki untuk bisa berdiri dan berjalan dalam waktu yang lama. Maka tentang pesona fisik itu Imam Ghazali mengatakan : “Pilihlah istri yang cantik agar kamu tidak bosan.” Tapi tentang pesona jiwa itu Rasulullah SAW bersabda, “Tapi pilihlah calon istri yang taat beragama niscaya kamu pasti beruntung.”

Persoalan kita adalah ketidaksempurnaan. Seperti ketika dunia menyaksikan tragedi cinta Puteri Diana dan Pangeran Charles. Dua setengah milyar manusia menyaksikan pemakamannya di televisi. Semua sedih. Semua menangis. Puteri yang pernah menjadi trendsetter kecantikan dunia dekade 80-an itu rasanya terlalu cantik untuk disia-siakan oleh sang Pangeran. Apalagi Camila Parker yang menjadi kekasih gelap sang Pangeran saat itu, secara fisik sangat tidak sebanding dengan Diana. Tapi tidak ada yang secara objektif mau bertanya ketika itu. Kenapa akhirnya Charles lebih memilih Camila, perempuan sederhana, tidak bisa dibilang cantik, dan lebih tua, ketimbang Diana, gadis cantik berwajah boneka itu? Jawaban Charles mungkin memang terlalu sederhana. Tapi itu fakta, “Karena saya lebih bisa berbicara dengan Camila.”

Kekuatan budi memang bertahan lebih lama. Tapi pesona fisik justru terkembang di tahun-tahun awal pernikahan. Karena itu ia menentukan. Begitu masa uji cinta selesai, biasanya lima sampai sepuluh tahun, kekuatan budi akhirnya yang menentukan sukses tidaknya sebuah hubungan jangka panjang. Dampak gelombang magnetik fisik berkurang atau hilang bersama waktu. Bukan karena kecantikan atau ketampanan berkurang. Yang berkurang adalah pengaruhnya. Itu akibat sentuhan terus menerus yang mengurangi kesadaran emosi tentang gelombang magnetik tersebut.

Apa yang harus kita lakukan adalah mengelola ketidaksempurnaan melalu proses pembelajaran. Belajar adalah proses berubah secara konstan untuk menjadi lebih baik dan sempurna dari waktu ke waktu. Fisik mungkin tidak bisa diubah. Tapi pesona fisik bukan hanya tampang. Ia lebih ditentukan oleh aura yang dibentuk dari gabungan antara kepribadian bawaan, pengetahuan dan pengalaman hidup. Ketika hal itu biasanya termanifestasi dari garis-garis wajah, senyuman dan tatapan mata serta gerak refleks tubuh kita. Itu yang menjelaskan mengapa sering ada lelaki yang tidak terlalu tampan tapi mempesona banyak wanita. Begitu juga sebaliknya.

Itu jalan tengah yang bisa ditempuh semua orang sebagai pecinta pembelajar. Karena pengetahuan dan pengalaman adalah perolehan hidup yang membuat kita tampak matang. Dan kematangan itulah pesonanya. Sebab, setiap kali pengetahuan kita bertambah, kata Malik bin Nabi, wajah kita akan tampak lebih baik dan bercahaya

Rabu, 17 Agustus 2016

Kata orang

Ada masanya orang lain akan khawatir akan ke tidak khawatiran kita. Begitu juga dengan sabar, akan ada waktunya dimana orang lain hilang sabar akan kesabaran yang kita punya..

Hingga pada akhirnya terbentuk lah sifat khawatir berlebihan dalam diri kita dan rasa tidak sabaran dalam jiwa kita..

Jika dalam hidup kita selalu menerima apa kata orang , maka SELESAI sudah..

Senin, 15 Agustus 2016

Cerita Jagung

Alhamdulillah. Memang kita harus meyakini bahwasannya rezeki itu selalu datang dari arah dan dari orang yang tidak kita sangka sebelumnya. Intinya rezeki kita sudah Allah atur semuannya. Tinggal kita yang berusaha menggapainya..

Tadi, ba'da Ashar masih dalam keadaan pakai mukena tiba2 kepengen makan jagung. Aku juga heran kenapa pengennya jagung, padahal sebelumnya gak ada mikirin hal berbau jagung. Dalam hati cuma bilang "ya Allah, hamba kepingin makan jagung". Udah. Iya, itu doang. Kita semua pasti kalau pengen apa2 yang pertama tempat kita berkeluh pasti Allah..

Dan tadi ba'da Isya tetangga ngasih jagung manis rebus. Masya Allah. Maha kuasa Allah, hanya dalam hitungan jam langsung Allah kabulkan keinginan ini..

Bagaimana mungkin cinta ini tidak selalu tumbuh untukNya :"

Kelapangan hati itu bernama Ridho

Adem gak sih baca postingan positive seperti ini?
Kalau aku pribadi sih, adem banget. Kita sebagai manusia memang harus selalu senantiasa diingatkan. Tidak peduli jabatan kita udah tinggi, gelar sarjana kita udah banyak dibelakang nama. Yang namanya manusia itu kudu selalu diingatkan. Atau lebih kecenya itu pengevaluasiaan kadar Iman didalam hati..

Apalagi aku.
Bahkan tujuan ku menulis tulisan2 motivasi itu tak lain tak bukan hanyalah untuk menasihati diri sendiri. Jika orang suka itu hanya bonus. Bahkan foto2 senyum lebarku, itu hanya untuk sugest diri sendiri aja. Entah kenapa tiap kali down karna beberapa hal ketika kita tersenyum, semua pasti akan terlihat baik2 saja..

Ada yang pernah nyeletuk, "fe, ku tengok kau gembira aja. Macem gak punya beban hidup". Hahaha, sanggup ya teman sendiri senyeleneh itu :D

"Gak punya beban hidup"
Hehehe sesuatu kali rasanya. Tidak semua ujian itu kita anggap beban kali bukkk ~
Malah bersyukur masih diberi ujian, teguran. Pertanda Allah masih perhatian. Alhamdulillah senangnya diperhatiin sama Allah :"
karena terlalu sering menghadapi lika liku, malah heran sendiri kalau aku ngelakuin hal yang lancar2 aja, hehehe. Takut, jangan2 Allah udah nyuekin aku :x

Jadi intinya bersyukur atas apa yang dikasih sama Allah. Jangan membanding2kan hidup kita dengan orang lain..

Selamat berbahagia ^_^
Jangan lupa senyum yaaaaaa ~

Minggu, 14 Agustus 2016

Nostalgia

Allah memberikan ku waktu untuk bernostalgia. Iya, nostalgia.

Sepulang dari undangan makan2 dari rumah Murabbi yang Insya Allah akan berangkat Haji (semoga menjadi haji yang mabrur, Aamiin) entah kenapa sepertinya ringan sekali langkah ini untuk pergi ke Gramedia sendiri sebelum pada akhirnya nanti sore disambung lagi undangan makan dari seorang teman yang juga hendak berangkat Haji.

Nostalgia yang paling kental itu saat menginjakan kaki ke Gramedia sendiri. Teringat masa lalu yang memang sering sekali kemana2 sendiri.

Pernah sendiri minum jus disalah satu kafe sederhana sambil baca buku. Sendiri diantara belasan meja yang penuh dengan canda tawa bahagia.
Pernah sendiri keliling2 semua fakultas. Paling fatal itu gak tau jalan keluar saat masuk ke FIB. Uda ah, males ngebayanginya lagi --"
Perjalanan sendiri paling keren itu ialah sendiri menyusuri kota Medan naik kereta. Gak usah ditanya, udah pasti nyasar mboh nandi2 lah. Tau2 udah sampai Binjai. Ikutin aja petunjuk arah yang ada dijalan. Aman ~

Suka sendiri itu mungkin gangguan jiwa. Apalagi dengan hand phone yang sengaja di Off kan. Entalah, kenapa dulu aku segila itu. Aku tidak nyaman di kampus. Itu penyebabnya.
Sekarang kenyamanan itu juga tak kunjung hadir, tapi aku sudah sedikit membaik. Semoga semakin membaik, Aamiin :)

Jumat, 12 Agustus 2016

Melepas rindu ~

Ha, sudah lama rasanya tidak menyentuh ini blog. Bahkan saya sendiri sampai lupa punya tempat nulis yang baik seperti blog ini. Saya teringat dengan blog ini karna ada seorang teman yang bertanya, “kok gak penah nulis lagi sih fe di blog?” hehehe, seneng juga ada yang merhatiin. Entalah, akhir-akhir ini lebih suka nulis di buku. Iya, buku catatan. Kalau zaman dulu mungkin namanya diary. Eh, sekarang masih sama kan ya, hehehe. Yap, nulis diary. Sebelum tidur nulis dulu, duh zadul banget saya.

Tumblr memang berhasil mengalihan pandangan saya dari Blogspot. Nyaris setahun juga sudah terbengkalai ini blog, maafkan kakak ya :o