Sabtu, 19 September 2015

Orang baik yang baik



Saya pribadi terkadang suka rendah diri jika dihadapkan pada orang-orang luar biasa yang baik diluaran sana. Baik dalam ilmu dunia maupun akhirat. Orang-orang yang mampu dengan apik menjaga kesucian hati, tutur kata yang sopan, menjaga aurat dengan apik, dan ilmu agama yang luas. Tak jarang saya iri.
Hingga pada akhirnya saya bertanya pada seorang guru tentang orang-orang baik yang sering saya temui ini. Dia menepuk-nepuk pundak saya sambil tertawa lalu berkata, “Tenanglah nak. Kau dijalan yang benar saat ini. Kau tidak salah jika kau iri pada mereka, karna kau iri dalam hal yang positif. Dan kau tau nak? Menjadi baik itu tidak lah susah, bahkan gampang. Yang susah hanyalah mempertahankannya. Mungkin kau belum tau, bahkan orang baik itu juga terbagi kepada 2 jenis. Pertama, orang baik yang memang sudah ditempa sedemikian rupa sejak kecil karna berasal dari keluarga baik-baik. Dan yang kedua, orang baik yang melalui proses panjang. Dia melalui proses pencarian yang tidak mudah. Dia mencari tau siapa yang sepantasnya dia sembah, apa yang harus dia lakukan untuk mendapatkan tempat peristirahatan terakhir di surga, dan lain sebagainya tanpa modal pembekalan sejak kecil. Kau harus tau nak, orang jenis kedua inilah yang patut kita beri penghargaan karna kerja kerasnya melewati proses pencarian yang panjang. Apa-apa yang susah untuk diperjuangakan, pastilah akan sulit kita untuk melepaskannya” saya terdiam, merenungkan segala apa yang keluar dari mulut guru saya. “Sekarang, pergilah. Temui orang-orang yang membuat kau iri tersebut. Tanyakan pada mereka, mereka orang baik jenis yang mana? Usai itu, tanyalah pada dirimu sendiri juga, kau berada dijenis yang mana. Teruslah Istiqomah nak, karna bertahan pada kebaikan itu tidak mudah. Kau harus punya kemampuan untuk memberikannya pupuk yang baik, agar kelak aku peroleh akar yang kuat dan buah yang tumbuh subur” lagi-lagi saya terdiam dan mengangguk.

Jangan takut tertinggal, wahai diri



Kau tidak akan pernah benar-benar tertinggal kalau saja kau mau melangkah kan kaki mu beberapa langkah saja setiap harinya. Seharusnya kau tidak terlalu menghiraukan pertanyaan orang akan semua kemampuanmu yang kau rasa tidak pernah membanggakan itu. Semestinya kau tidak terlalu merendahkan diri saat sebagian orang membicarakan prestasi demi prestasi mereka yang kau rasa menakjubkan itu. Kau harus berkaca kalau kau punya sejuta hal yang ternyata bisa kau banggakan. Hanya saja kau enggan bercerita banyak. Jika mereka bertanya tentang apa yang bisa kau banggakan, aku harap kau mampu bilang “aku punya diri yang t egar. Yang bisa bangkit dengan gagahnya usai jatuh terluka. Aku punya jiwa yang tegar disaat semua orang hanya bisa melihat ku dengan sebelah mata saja. Dan aku punya Tuhan yang hebat yang bisa menemaniku setiap waktu” ya, bagiku kau lebih dari sekedar hebat. Kau lebih dari mereka. Jika kau merasa kalah, kau sebenarnya telah menang disisi yang lain. Kau pantas dibanggakan. Kau berbeda dari mereka. Teruslah menjadi orang yang bisa menghargai diri dan tidak mudah putus asa. Jangan takut tertinggal, kau masih punya kaki yang kuat untuk mengejar mereka. Percaya padaku, kau pasti bisa.

Orang lain diluar diri kita



Pada dasarnya solusi itu ada di diri kita sendiri. Jawaban dari segala pertanyaan yang membuat kita susah tidur dan membuat kita harus terjaga disepanjang malam ada dihati kita sendiri. Tapi mengapa kita masih butuh orang lain? Secara tidak langsung kita butuh mereka hanya untuk membuat hati kita lega saja, karna ada orang yang bersedia mendengarkan kita.
Bagi sebagian orang, menyendiri itu penting. Bukan untuk berusaha lari dari kenyataan, melainkan agar bisa memilah langkah apa yang akan dilakukan selanjutnya. Semua itu tidak mudah sebab harus banyak yang dikorbankan. Bukan hanya soal waktu, namun lebih dari itu.
Orang lain di luar diri kita terkadang tidak tau menahu tentang hidup kita, namun mereka bisa dengan gamblang mendefinisikan segalanya. Jangan terlalu aneh, itu sudah hukum alam yang berlaku. Seperti kata orang bijak “kita tidak punya banyak tangan untuk menutup mulut orang-orang, tapi bersyukurlah kita masih punya 2 tangan untuk menutup telinga kita dari mereka”

Kecil diantara kecil



Perkara rezeki, mungkin tidak semua berupa materi. Jenis rezeki itu luas. Kesehatan, keluarga yang tentram, rumah bagus, kamar yang nyaman, teman-teman yang baik, nilai bagus, ipk cumlaude, lulus wisuda tepat waktu, dengan mudah mendapatkan ijin dari orangtua mendaki gunung dan pergi berpetualang, bahkan bisa dengan mudah bangun untuk mendirikan sholat malam juga tergolong sebuah rezeki. Mungkin kita tidak bisa memperoleh semuanya, tapi salah satunya pasti kita punya. Sekalipun tidak yang saya sebut diatas, pastilah kita punya sesuatu yang kita anggap rezeki. Teman, jangan terlalu berkecil hati jika selama ini nilai-nilai sekolah ataupun kuliahmu masih kurang bagus meskipun kau sudah berusaha maksimal at au kau ternyata masih sering sakit-sakitan dan melulu keluar masuk rumah sakit, jangan bersedih teman, kita mungkin tidak punya rezeki dalam hal seperti itu. Tapi coba luaskan lagi pandangan hidup kita akan sebuah rezeki tadi, pasti banyak hal yang bisa kita anggap rezeki untuk menutupi kegundahan hati kita.
Jangan terus menerus mengeluhkan kenapa kita di uji sedemikian rupa oleh Allah. Sebab Allah tau mana yang terbaik buat kita. Mungkin hal baik sedang menunggu kita di depan. Bayangkan jika kita menyerah, maka kita tidak akan mendapatkan apa yang sudah menunggu kita itu. Mungkin kita semua tau kalau untuk mendapatkan lompatan yang tinggi, kita harus jongkok terlebih dahulu. Mungkin sama seperti hidup kita ini, kita tidak bisa mendapatkan hal yang menakjubkan kalau kita tidak memulainya dari bawah terlebih dahulu.
Balik lagi ke masalah rezeki tadi. Jangan merasa menjadi orang paling sengsara di dunia kalau hanya diuji dengan kerjaan kantor menumpuk, tugas sekolah berlembar-lembar, kuliah tak kunjung tamat, dosen susah ditemui. Sekali-kali jangan, sebab mungkin saja Allah sedang menguji kesungguhan hati kita menjalani indahnya perjuangan dengan hasil yang semoga saja menakjubkan didepan kita yang sedang menunggu kita dengan tepuk tangan sambil berteriak “akhirnya kau menjemput ku juga”
Kembali lagi, mari kita sama-sama saling mengingatkan kalau rezeki itu banyak jenisnya. Jika tidak kita temui dalam hal materi, mungkin saja rezeki kita dalam hal pertemanan. Mungkin saja kita mempunyai banyak teman yang sangat baik-baik. Jika tidak kita dapatkan rezeki dalam hal keluarga yang tentram, mungkin saja rezeki kita dalam hal mudahnya kita mendapatkan pekerjaan yang kita impikan. Jika tidak kita dapatkan rezeki dalam hal nilai kuliah yang bagus, mungkin rezeki kita dalam hal kemudahan hidup yang lainnya. Tapi kita masih bisa memperoleh kemungkinan merubah yang tadinya tidak menjadi rezekik kita, maka kelak akan menjadi rezeki kita pula. Tapi kita harus ingat, bahwa Allah tidak pernah tidur dan senantiasa mendengat tiap apa saja yang menjadi keluhan kita setiap waktunya.
Semoga kita bukan menjadi orang-orang yang kufur nikmat. Semua soal keberanian. Seberapa beraninya kita menjemput rezeki tersebut atau tidak.

Rabu, 02 September 2015

( Mencoba) Membuka Diri



Kita tidak harus selamanya menjadi manusia yang tertutup. Setertutup-tutup nya kita dari orang lain, pastilah ada saat dimana kita sungguh-sungguh butuh orang lain untuk menumpahkan segala kegundahan hati kita. Sama halnya ketika seorang wanita yang sudah terbiasa kemana-mana sendiri, pastilah disuatu waktu dia bakal merasa butuh perlindungan oranglain juga untuk ada disampingnya. Pada dasarnya manusia itu memanglah bersifat sosial dan tidak bisa hidup tanpa adanya oranglain. Tapi dalam pemikiran orang-orang yang tertutup ini atau istilah nya introvert, sosial itu tidak melulu harus tampil dimuka umum, harus rajin ikut suatu perkumpulan ini itu yang mengharuskan bicara banyak. Bagi orang-orang jenis ini, itu jauh lebih melelahkan dari sebuah lari Marathon. Karna penasaran saya pernah mencari-cari beberapa artikel atau buku-buku rujukan yang membahas tentang introvert itu sendiri. Sampai pada suatu ketika saya menemukan tulisan tentang sifat yang satu ini. Intinya memang seperti itu, orang-orang introvert itu tidak terlalu butuh aktifitas luar biasa atau spektakuler untuk merasa senang, karena jenis otak innies yang mereka miliki. Otak jenis ini memiliki tingkat sensitifitas yang tinggi terhadap Dopamin. Dopamin itu ialah senyawa neurotransmiter yang berperan dalam munculnya perasaan bahagia dan senang, dopamin ini dihasilkan oleh tubuh kita kalau  kita melakukan aktifitas tertentu. Dan juga otak innies jauh lebih sensitif terhadap dopamin, maka dari itu dengan membaca buku didalam kamar yang memang merupakan salah satu pemicu dihasilkannya dopamin, bagi orang-orang introvert itu sudah membuat mereka bahagia. Jadi kalau harus beraktifitas diluar, misalnya seperti hang out, berkumpul dengan banyak orang, bisa membuat otak lelah karna kelebihan kadar dopamin itu sendiri. Bagi orang yang tidak paham mungkin ini sifat yang aneh. Tapi mungkin seperti ini lah kenyataan. Seharusnya kita bisa saling memahami dan memaklumi.
Cerita nyatanya, saya sendiri sering menjadi bahan ledekan para saudara yang mengetahui kalau ternyata saya sama sekali tidak up to date tentang perkembangan zaman dikota saya sendiri. Misalnya, saya cuma bisa tertawa dan menjawab tidak tahu ketika mereka bertanya dimana tempat nongrong yang asik dan tempat makan yang paling enak dan murah. Terus terang saya tidak tahu dan saya tidak malu akan hal ini. Karna balik lagi, saya jarang termakan dengan omongan orang. Saya hanya akan mau mencari tau apa yang saya inginkan, bukan oranglain inginkan tanpa saya ikut menginginkannya.
Tentang ketertutupan, saya memang tipikal orang yang tidak sembarangan cerita ke oranglain yang memang notabene nya tidak terlalu dekat dengan saya. Dengan orang terdekat sekalipun terkadang saya masih harus merahasiakan sesuatu, karna bagi saya tidak semua tentang diri kita orang lain harus tau. Saya jadi teringat pesan murabbi  pertama saya dikampus, beliau berkata seperti ini, “dek, seorang penulis itu juga harus bisa berbicara banyak. Harus berani tampil dimuka umum” disitu saya tertawa dan terus belajar bagaimana caranya agar saya mau tampil dimuka umum untuk bicara. Dari sejak kecil, kata Ibu, saya lebih cenderung suka membaca dan menulis apa saja dibuku dibanding bicara banyak. Saya juga sering mengalami kesulitan luar biasa dalam bicara karna terkadang saya suka kehilangan kosa kata yang pas. Lain halnya pada saat saya menulis, saya lebih banyak menemukan kosa kata dan ide-ide. Tapi lagi-lagi ini harus saya syukuri. Saya yakin Allah punya maksud baik dibalik ini semua.