Jumat, 14 Oktober 2016

Allah, tolong uji aku [ sebuah nasihat ]

Beberapa hari yang lalu saya bertemu dengan salah seorang teman yang berkuliah di salah satu PTN ternama di pulau Jawa. Pertemuan yang sudah dirancang jauh2 hari. Tidak bertemu sekitar 7 tahunan membuat segalanya terlihat jauh berbeda dari yang terakhir kali kami berjumpa. Dia bukan lagi wanita yang hobi pakai celana pendek dan kaos tanpa lengan, melainkan sudah menjadi seorang aktifis dakwah yang Masya Allah. Sayangnya dia tidak berkenan untuk dipublikasi.

Singkat cerita, dalam perbincangan kami dia berkata "Hidup ku terlalu berjalan lancar. Semua dimudahkan sama Allah, aku nyaris gak pernah merasakan kesulitan sedikitpun. Pernah suatu waktu aku berdoa sama Allah untuk memberikan sedikit ujian. Aku takut kemudahan ini adalah pertanda Allah gak peduli samaku". Saya ter 'bodoh' sejenak. Disaat orang berlomba2 berdoa untuk suatu kemudahan, dia berharap diberi ujian. "Ujian dan kesulitan itu gak selamanya buruk, tik" kami sama2 terdiam. Lalu dia melanjutkan "contohnya kau. Kalau aku ada di posisimu, mungkin aku gak akan sanggup. Karna semua kemudahan yang aku dapatkan membuat aku jadi gak bisa apa2. Ibarat sebuah imunitas, aku itu gak bisa menyerang zat2 asing yang masuk, karna aku terlalu lama bersantai dengan kemudahan". Senyum kecilnya tertangkap oleh sudut pandangan saya.

Dalam hati saya mengiyakan. Guru saya pernah bilang kalau Allah belum mengabulkan apa keinginan kita, itu artinya Allah suka sama rintihan doa2 panjang kita, Allah sayang sama kita, Allah mau kita selalu didekatnya. Saya jadi teringat sama peristiwa hilangnya dompet saya beberapa waktu lalu. Karna terlalu mudahnya semua urusan, saya menyelesaikan semua sendiri hanya dalam waktu seminggu. "Mungkin aku terlalu lemah" sambungnya lagi yang membuat ku terjaga dari lamunan. "Allah kan hanya memberikan ujian berdasarkan kemampuan hambanya menerima ujian itu. Semua kemudahan yang aku dapatkan ini mungkin tanda betapa lemahnya aku ya, tik?" Saya menelan ludah. Lebih tepatnya speechless ditanya seperti itu.

Sesampai dirumah saya mewasap nya "bersyukur aja sama kemudahan itu. Mungkin itu adalah imbalan karna kau sering memudahkan urusan oranglain. Mungkin juga kemudahan itu adalah ujian itu sendiri. Bukankah kau tau, bahwa orang bisa bertahan dalam ujian kesulitan, tapi gagal dalam ujian kemudahan". Lama sekali hanya di read, lalu dia membalasnya "kau sudah jadi sekarang tik. Mungkin ini akibat dari ujian2 yang kau terima ya" hanya emot tawa saja yang aku balas. Hehehe.

Ada benarnya juga memang, ketika kita sering mengalami kesulitan maka kita akan semakin kuat. Kita jadi banyak waktu untuk bersyukur akan nikmat2 kecil yang mungkin sudah biasa bagi Orang lain, namun bagi kita itu adalah nikmat syukur. Intinya apa yang Allah kasih adalah yang terbaik buat kita :)

Sabtu, 08 Oktober 2016

Rasa Syukur Atas Kehilangan

Beberapa hari yang lalu, tepatnya hari Rabu (5 oktober), saya tersadar bahwa saya telah kehilangan dompet saya. Ya, baru sadar. Karna hari senin selasa, saya tidak ada menyimpan uang ke dompet. Saya hanya meletakan uang di saku tas saja. Saya memang enggan menceritakan hal buruk ini pada orang lain. Saya hanya membaginya ke orang2 yang memang saya percaya. Bukan saya ingin merahasiakannya, tapi tidak ada gunanya mengadu ke banyak orang. Bahkan saya baru menceritakan ke Ibu saya, di hari Kamis. Tepat setelah 2 hari saya sadar telah kehilangan dan urusan pengurusan surat2 baru selesai 40%. Dan kali ini alasan saya menuliskannya ke Blog karna Alhamdulillah urusan telah selesai 70%. Terkadang suka gak nyangka saya bisa menyelesaikan ini semua tanpa campur tangan Ayah dan Ibu saya. Ya, saya sendiri bolak balik kantor polisi, samsat, kantor lurah, kantor camat, kampus. Karna benda berharga yang hilang ya seputaran KTP KTM ATM STNK. Tapi yaitu tadi, Alhamdulillah segalanya benar2 dipermudah sama Allah. Yang membuat saya sedih sampai detik ini adalah di dompet itu ada tertera foto saya dan abang saya waktu masih kecil. Itulah satu2 nya foto kami berdua sampai detik ini. Hemm. Kapan ya bang kita bisa foto berdua lagi :(

Salah satu teman baik saya menyemangati saya via wasap, semoga ada hikmah dibalik ini semua. Ya, Alhamdulillah banyak banget dapat pelajaran dari kehilangan ini. Hikmah yang bisa saya petik satu persatu. Dan akhirnya menjadi bahan perenungan dan tulisan buat saya. Bersyukur masih diberi rasa kehilangan, saya jadi tau makna keberadaan itu sendiri.

Terimakasih kak nana, kak esi, tiwik, lisa, eka, nufa. Ya, kalian lah orang2 terpilih diantara teman baik saya yang lain untuk mengetahui ini di awal. Terimakasih atas rasa semangatnya, doanya, pertanyaan tentang perkembangan urusannya dan semua tawaran bantuannya. Terimakasih, saya sayang sama kalian :"

Terimakasih Ibu Kapolsek Delitua, ibu Ginting, atas semua nasihatnya selama di ruang pemerikasaan. Terimakasih Satpam Bank BNI yang sudah banyak bantu proses penyiapan surat pengantar untuk kepolisian. Terimakasih juga buat bang Afrijal, si empunya motor saya yang dulu. Rela membantu pengurusan STNK baru sampai cabut kerja beberapa jam. Terimakasih, semoga kelak Allah membalas semua kebaikan kalian.

Alhamdulillah semuanya di perlancar sama Allah.

Yang masih dalam proses adalah surat aktif kuliah dari kampus untuk nantinya diserahkan ke kepolisian lagi guna pembuatan surat kehilangan KTM untuk diurus ke biro rektor untuk pembuatan KTM baru. Dan ATM baru yang masih tertunda karna KTP hanya baru terbit resinya saja. Blanko di kelurahan masih kosong. Untuk sementara melakukan transaksi via ATM masih pending.

Tapi apapun itu, saya sudah bersyukur. Saya tidak mau memikirkan lagi hilang dimana dan siapa yang mengambil dompet saya tersebut dari dalam tas saya. Yang terpenting mulai hari ini dan seterusnya saya harus lebih berhati2 lagi.

"kejahatan itu bukan karna ada niat pelaku saja, tapi juga karna ada kesempatan"

Rabu, 05 Oktober 2016

Kehilangan atau Menemukan? [sebuah tulisan]

Sejatinya, dalam hidup, semua orang pastilah pernah merasakan kehilangan. Tapi bedanya ada yang terus merasa kehilangan seumur hidup, ada juga yang kehilangannya sebentar saja. Bukan karna ada ganti dari yang hilang tersebut, akan tetapi dia menemukan pelajaran dari kehilangan tersebut. Ya, kadang kala kehilangan dan menemukan itu jaraknya dekat sekali.

Kemarin, saya bertemu dengan seorang teman di salah satu Fakultas di kampus saya. Dia bercerita tentang kehilangan benda berharganya. Kurang lebih saya tau bagaimana dia menjaga benda tersebut dan bagaimana dia mendapatkannya. Sepanjang dia bercerita tentang kehilangan tersebut, saya bisa menangkap raut wajah sedihnya tapi tidak lebih unggul dari wajah ikhlas nya. Terlalu banyak kalimat yang dia ucapkan dan sejak tadi siang sampai sekarang tiba2 kalimat itu menggaung bergema seakan kembali terucap secara langsung. Dia berkata seperti ini," Apa yang ada dikita ini semua hanya titipan. Kalau sekarang hilang ya artinya Allah sudah selesai mengamanahkannya ke kita. Yang penting kita sudah usaha untuk menjaganya dengan baik. Terlepas dari kehilangan itu ya harus mau gimana lagi? Gak berguna tangisan kita. Tangisan itu gak akan membuat yang hilang bisa tring kembali lagi. Tugas kita sekarang ya mungkin harus bisa mendapatkan pelajarannya"

Lalu ingatan kembali kepada Nasihat seorang teman beberapa bulan lalu ketika teman saya kehilangan beberapa rupiah, "apa yang hilang dari kita, anggap saja itu suatu teguran karna mungkin sedekah kita yang kurang selama ini. Masih syukur dah ditegur. Gak kebayang uang yang selama ini ada di kita ternyata bukan hak kita. Dan Allah membiarkan begitu saja. Allah sudah tidak peduli sama kita. Kita dibiarkan senang2 sampai kita lupa mana Bathil mana baik. Serem gak sih?" Kami bertiga pada saat itu langsung merinding dan Istifghar dalam2.

Dan hari ini saya benar2 memaknai sungguh begitu dekatnya jarak antara kehilangan dan menemukan itu. Allah itu lebih dekat dari urat nadi kita sendiri. Dalam perkara dunia, tidak ada yang perlu dicemaskan berlebihan. Kita harus selalu ingat, Allah selalu membersamai kita jika kita menjadi hamba yang sabar. Apa yang kita mau belum tentu itu yang baik buat kita. Tapiii, yang Allah kasih sampai detik ini, itu pastilah yang pantas buat kita. Hal buruk yang terjadi pada kita hari ini, anggap saja pengguggur dosa kita waktu dulu. Fokus pada hari ini dan esok. Tetap lakukan yang terbaik karna Allah.

Selalu banyak hal baik untuk bekal akhirat dalam hidup yang bisa menggeser rasa cemas akan hal keduniawian ~

Jumat, 23 September 2016

Hehehehe ~

Jadi tadi secara tidak sengaja saya membaca tulisan seorang teman di media sosial yang sangat tajam sekali, yang intinya dia tidak terlalu suka kalau ada seseorang yang posting tulisan bawa2 ayat Al-Quran dan hadist nabi. Tambahannya, apalagi kalau untuk menarik lawan jenis.

Saya sebenarnya tidak merasa itu tulisan tertuju pada saya. Memang iya, saya suka nulis sesuatu dan mengaitkatnya dengan beberapa ayat Al-Quran dan Hadist. Tapi Insya Allah tujuan itu untuk semata2 pengingat diri sendiri :)
Alhamdulillah tidak untuk dilike ratusan orang, bahkan tidak untuk menarik lawan jenis :)
Buat apa susah payah seperti itu
Penilaian Allah terhadap kita jauh lebih penting :)

Yang menulis tulisan tajam tersebut kerap mengunggah foto selfie duck face nya dengan make up yang lumayanlah, beberapa kali juga mengunggah video yang sebenarnya lebih memalukan dari pada orang yang mungkin disindirnya tersebut

Menyebarkan kebaikan itu wajib
Masalah niat, biar Allah yang tau

Menyebarkan foto selfie apa ada kebaikannya ya?
Saya tidak mau ambil pusing sih apakah itu asli atau tipuan kamera, hehehe
Itu urusan dia

Kira2 kalau dia ditegur karna upload foto agar di comment dan di like para lelaki apa ya tanggapannya

Bagaimanapun saya tetap memihak pada orang yang disindirnya
Walaupun saya tidak tau orangnya
Jangan2 saya, hehehe
Siapa tauuu, yakan :D

Pesannya sih, jangan terlalu frustasi jika tak kunjung datang yang melamar, kawan
Tak perlu memaksa memajang kecantikan yang sifatnya sementara
Pujian di media sosial bukan segalanya
Biarkan orang berbuat baik
Kalau kamu keberatan, tinggalkan saja dia
Gampang kan?
Sudah terlalu tua kalau harus di ajarkan seperti ini lagi

Banyak2 koreksi diri sendiri, ya

Jika tidak bisa berbuat baik, jangan usik orang yang berbuat baik

Salam hangat tanpa emosi  :)

Rabu, 21 September 2016

Percaya [sebuah tulisan]

Tulisan ini ada karna tadi siang seorang teman baik mengirimkan voice note via WhatsApp ke saya. Ini bukan kali pertama sebenarnya saya dipercaya sebagai tempat cerita perihal kegundahan akan sebuah perasaan untuk menentukan pilihan hidup. Ya, pernikahan. Dalam bulan ini, sudah tercatat 4 orang bercerita hal serupa namun beda permasalahan. Dalam lubuk hati sebenernya saya bingung, kenapa mereka mempercayakan saya untuk tempat cerita. Yang notabene memang belum terlalu "dewasa". Tapi entah kenapa saya selalu suka menjadi tempat cerita banyak hal teman2 saya.

Soal pernikahan. Saya tidak terlalu begitu paham sebenarnya, karna saya lebih interested sama Buku dan pembahasan yang berbasis parenting. Bagaimana menjadi Ibu yang baik, bagaimana menjadi Ayah yang super. Walaupun sebenarnya untuk menjadi itu semua ditentukan mulai dari kita memilih pasangan. Membahas tentang pernikahan sebenarnya bukan hal yang tabu bagi saya. Karna beberapa kali di kajian wajib mingguan yang saya ikuti, guru saya juga beberapa kali mengangkat perbincangan ini. Tapi jangan tanya tentang buku2 mellow Ust Salim A Fillah tentang pernikahan ke saya, saya gak punya. Sejauh ini tidak terlalu minat untuk memiliki. Mungkin esok saya berminat. Mungkin.

Dari ke 4 teman saya ini, saya tertarik pada curhatan yang mengatakan bahwa; apa jadinya jika yang datang padanya bukan seseorang yang sering disebut dalam doa. Kalau dia memilih yang datang, dia takut tidak bisa mencintainya. Karna masih mengharap seseorang yang sering diminta didalam doa. Bagi kita yang tidak merasakan hal ini, mungkin kita merasa ini masalah klise yang sering didengar. Tapi bagi yang merasakan ini, mungkin ini pilihan sulit. Karna menikah itu bukan hanya untuk jangka pendek, jadi manusiawi memang kalau keresahan itu muncul.

Dalam masalah ini, saya benar2 memposisikan diri saya seandainya jadi dia. Banyak option sebenarnya. Saya fikir tidak salah kalau kita sebagai perempuan minta dilamar, kalau ditolak, yasudah pilihlah lelaki yang datang tersebut. Jika diterima, Alhamdulillah. Tapi kalau memang perihal agama si lelaki jauh lebih baik dari pada lelaki yang disebut dalam doa, maka pilihlah lelaki yang datang. Masalah agama itu nomor wahid. Cinta itu bisa tumbuh pasca menikah. Saya salah satu orang yang percaya kalau cinta pasti tumbuh pasca menikah. Jadi intinya saya siap nerima siapa saja yang datang asalkan agamanya baik. Kebaikan agama itu sudah mencakup segalanya dalam kehidupan.

Saya meminta dia untuk tenang dan terus tingkatkan ibadah sunnah. Saat2 seperti ini adalah masa dimana kita bisa cepat futur. Allah memberikan apa yang pantas untuk kita, bukan apa yang kita mau. Karna Allah lebih tau kapasitas hambanya.

Ketika saya selalu memberi bermacam2 nasihat untuk menguatkan mereka tentang pernikahan, saat itu juga sebenarnya saya sedang menasihati diri sendiri.

Masalah doa, tentang jodoh, saya hanya meminta dipermudah jodoh yang baik untuk segera datang. Ya, itu saja. Untuk nama khusus, itu rahasia. Jika pun kelak bukan dia yang datang, insya Allah saya siap :)

Selasa, 06 September 2016

Calon orangtua

Selalu seneng kalau temen Lapak bawa Buku jenis parenting begini. Keinginan saya punya anak rasanya besar sekali. Orang2 terdekat juga tau akan hal ini. Tapi tak jarang mereka menyela, "Cari dulu dong Bapaknya!" Ya, itu pasti. Tapi mencari Bapak nya gak sesemangat keinginan untuk punya baby itu sendiri, muehehe ~

Minggu, 04 September 2016

Perjalanan (Sebuah Tulisan)

Bukan hanya sebagai Guru, tapi sekaligus sahabat buat kami. Jika kami terlihat kuat ataupun seperti gak ada sesuatu hal besar terjadi, mungkin karna didikan beliau yang selalu menanamkan ilmu tentang pertolongan Allah yang begitu besar buat hambanya.

Terhitung sudah hampir 4 bulan beliau tidak membersamai kami. Jangan tanya perihal rindu. Usai "berkumpul" dengan guru yang baru, tak jarang kami mengeluh rindu sosok beliau. Mungkin sudah saatnya kami dilepas. Dilepas dari sosok guru yang selalu memanjakan, cerita sesuka hati tanpa batas materi dan waktu.

Hingga pada akhirnya perjalanan jua lah yang memisahkan setelah perjalanan yang berhasil mempertemukan. Tak jarang pertanyaan muncul akan sebuah perjalanan2 lain kedepannya seperti apa, agar kiranya bisa membuat antisipasi jika itu perjalanan "curam". Tapi toh buat apa, bukankah sebuah "kejutan" itu jauh lebih bisa membuat kita dewasa. Bukankah perjalanan penuh "kemudahan" juga bahaya? Jangan2 karena terlalu sering mendapatkan kemudahan kita jadi tidak bisa bertindak jika sewaktu2 keadaan sulit menimpa.

Terimakasih Kak, semoga kami tetap menjadi adik2 kakak yang senantiasa bersyukur dan pantang menyerah. Dan kakak, semoga Allah mempermudah segala langkah kebaikan kakak ❤

Dari kami, adik2 kakak yang insya Allah Shalihah