Selasa, 30 Juni 2015

Kepada Juli dan Ramadhan

Kemustahilan hujan dibulan Juni menjadi salah satu alasan Supardi Djoko Darmono menamai novel sekaligus puisinya menjadi "hujan di bulan Juni"
Memang Iya, Juni kali ini panasnya luar biasa, Subhanallah. Tapi harus bersyukur, saudara kita di Euthopia sana lebih menyedihkan. "Tapi kan puasa! Haus tau!" Iya, tau kok. Maka dari itu biasakan puasa Sunnah, jadi tidak terlalu shock dengan Ramadhan yang bahkan Pahala kita akan dilipatgandakan dibulan ini.

Hari ini tanggal awal dibulan Juli, bertepatan dengan 14 Ramadhan. Alhamdulillah bisa sampai di hari ke 14. Iman? Masih kah kau beta untuk tetap dihati ini. Insya Allah kau selalu Istiqomah, Aamiin.
Semoga kita sampai dihari kemenangan dalam keadaan diri yang benar-benar menang dan stabil dibulan selanjutnya. Karna memang berubah menjadi baik itu tidak sesulit ketika kita mempertahankan apa yang sudah kita upayakan menjadi baik itu. Ya, ke Istiqomahan itu tidak mudah. Kita harus rajin menyiraminya dengan masukan-masukan ilmu setiap hari, dzikir, dan khusnudzan pada Allah.
Saya pernah menulis tentang tipe orang baik. Salah satu tipenya adalah orang baik yang dahulu jahat. Mungkin tipe seperti itu yang rentan kembali berbalik arah jika penanaman Iman dihatinya tidak di maksimalkan tiap hari. Semoga saya dan kita semua bisa menjadi lebih baik. Bukan hanya di bulan Ramadhan saja, melainkan dibulan lainnya.

Jangan lupa senyum setiap hari ya. Semangat terus. Jangan sedih lama-lama, bersyukur masih di uji, sebab Allah sayang kita. Jangan banyak mengeluh di hadapan orang-orang, kalau mau mengeluh-sedih-nangis, ambil wudhu+sajadah curhatin semuanya sama Allah. Sebab Dia tempat sebaik-baiknya kita bercerita dan meminta. Jika belum terkabul, itu artinya Allah seneng dengerin rintihan doa kita.

Tak lebih kurang saya menulis ini, juga untuk menasihati diri sendiri yang masih suka lalai. Karna kita terkadang harus jadi guru terbaik buat diri kita juga.

Bismillah, semangat ya guys :)

Menunggu untuk dijemput

Saya pernah diberi pertanyaan seperti ini oleh teman saya: menurutmu menunggu nya seorang wanita itu seperti apa sih?
Jika yang menjemput bukan lelaki yang ditunggu seperti apa?

Sontak saya langsung menutup buku yang saya baca lalu menatap matanya dan menjawab seperti ini:
"Wanita memang hanya bisa menunggu. Sedang lelaki sebisa mungkin berusaha untuk menjemput dengan cara baik"
Wanita adalah makhluk yang sangat butuh kepastian. Sama juga seperti lelaki yang juga demikian. Menunggu bukan artian: duduk diam menopang dagu. Bukan.
Menjemput juga bukan artian: asal jemput tanpa bekal. Bukan.
Menunggu dan menjemput itu sama. Sama-sama butuh persiapan.

Menunggu untuk dijemput.
Pastilah kita punya satu nama yang selalu kita minta padaNya. Jika belum ada, pasti kita juga meminta jika suatu saat yang datang adalah lelaki yang bertaqwa. Semua wanita pastilah demikian. Sebejat apapun dia. Itulah yang disebut nurani kebaikan.
Menjemput yang menunggu.
Saya kurang tahu isi hati lelaki. Tapi pastilah mereka juga ingin suatu hari nanti menjemput wanita yang memang betul-betul pantas untuk dijemput. Terkadang meletakkan tipikal: harus pandai masak, harus yang nyuci bersih, harus bisa nyetrika rapi, harus ini, harus itu. Ingatlah, kita mencari teman hidup. Bukan pembantu. Cukupkan tipikalnya: wanita yang bertaqwa. Hanya itu saja. Sebab jika sudah bertaqwa, pastilah dia tau perannya sebagai teman hidup itu seperti apa.

Jika yang menjemput bukan yang ditunggu?
Maka itulah yang terbaik. Asalkan yang bertaqwa, terima sajalah. Allah maha tau mana yang terbaik buat kita. Persiapkan diri saja dulu. Pantaskan diri. Agar yang menjemput tidak kecewa dan kamu yang menunggu sekian lama tidak merasa mengecewakan yang menjemput
Setidaknya proses menunggu kita tadi bermanfaat. Merubah menjadi pribadi yang lebih baik lagi.

Seorang teman tadipun lantas mengangguk

: buat kau yang selalu dalam doa. Wanita ini sedang berupaya memantaskan diri untuk kau jemput suatu hari nanti. Aku hanya ingin menjadi wanita yang bertaqwa, agar kelak kau tidak terlalu repot membimbingku lagi. Maka, jadilah kau yang bertaqwa juga. Agar kelak kau bisa menambah kadar taqwa yang aku miliki dan jadilah kita madrasah yang terbaik buat generasi Muslim. Itu yang terutama.

19:48
16 April 015
SudjanaF

Allah yang punya kuasa atas siapa jodoh kita

https://www.youtube.com/watch?v=gNj8UyweKLw&feature=youtube_gdata_player

Tentang yang tersirat

Kita tau akan batasan. Aku paham, kau apalagi. Kau tau kelegaan ku tak tergambar ketika akhirnya kalimat panjang itu kau tulis. Kalimat yang sebenarnya aku tunggu, karna sejatinya ketakutan ku akan masa lalu sangat lah besar. Dan ketika waktu mempertemukan kita, menjadikan kita seorang teman dekat yang akrab, disaat itu pula lah aku seperti menghidupkan hati lagi. Mulai sedikit demi sedikit memintamu padaNya. Membujuk Dia agar Dia memilih kau untuk ku. Ya, aku menyayangimu, maaf.
Dan jarak yang kita optimalkan semoga membuat kita tidak terjerumus ke lembah jahat yang sebenarnya kita takutkan juga. Kau kata kita hanya pantas meminta denganNya, agar bisa ikhlas dengan apa yang akan terjadi nanti. Ya, itu benar.
Jika kita saling menyanyangi memang sebaiknya kita berjarak. Jika jodoh, Allah mempertemukan dengan cara yang baik, yang lebih elegant. Jika tidak, itu pasti yang terbaik. Aku tidak meminta jaminan apapun darimu agar kelak kau lah yang pasti mendatangi Ayah ku. Aku hanya bisa bermanja dalam doa denganNya. Ya, Dia, yang menciptkan hatiku juga hatimu.
Terimakasih telah menjadi teman baik :)

Senin, 29 Juni 2015

Ketika gundah, seketika pula hati ini berbisik 'kau seperti tidak punya Tuhan saja!'. Terkadang masih sering khilaf: suka mengeluh sendiri

Minggu, 28 Juni 2015

Orangtua bukan hanya ingin yang terbaik buat anaknya saja, tapi orangtua tau apa yang terbaik buat anaknya. Jika sekarang kuping kita panas mendengar nasihat panjang lebar mereka yang kita anggap pemikiran jadul dan primitif, maka bersiaplah beberapa tahun kedepan kita merasakan panasnya Hati yang sesak dengan rasa sesal, terutama rindu akan nasihat itu lagi

Jumat, 26 Juni 2015

Saya akui, saya memang suka ngepost tulisan tentang kesabaran dan kesyukuran. Tapi bukan berarti ilmu saya tentang itu sudah tinggi. Justru saya masih suka melemah, suka tidak sabaran lah maka saya hobi menulis tentang itu.
Agar saya bisa membaca tulisan saya sendiri ketika saya berada di titik terendah, dan saya akan malu jika tidak bisa mempraktikannya secara langsung.
Terkadang memang gitu, yang bisa menguatkan kita sendiri adalah diri kita sendiri. Bukan orang lain. Orang lain hanya sebatas mensugest saja, kitalah yang menentukan, mau move up atau tidak, mau menerimanya atau tidak.
Kita penentunya-

Kamis, 25 Juni 2015

Bahagia itu terbagi 2.
Bahagia positif dan bahagia negatif.
Dimana bahagia positif itu adalah bahagia yang memang pure datang dari sebenar-benarnya kebahagiaan. Mis: senyum orang lain, kesuksesan orang lain.
Sedang kebahagiaan negatif adalah kebahagiaan yang datangnya dari kesusahan orang lain.
Mis: kegagalan orang lain, tangis orang lain.

Coba tanya hati kita, kita lebih sering bahagia tipe yang mana?

Minggu, 07 Juni 2015

Kepada Ayah

Ayah, hari ini usia mu bertambah satu. Kebahagiaan terbesar adalah masih diberi kesempatan untuk hidup bersamamu dan masih bisa melihatmu setiap harinya. Harapan terbesarku tetap lah menjadi Ayah yang baik buat ketiga anakmu dan suami yang penuh kasih sayang buat Ibu. Dalam hal menyayangi, caramu jelas berbeda dengan Ibu. Kau lebih sedikit berbicara ketika melarangku agar berhenti meminta sesuatu yang bersifat sukunder.
Maaf Ayah, aku belum bisa ngasih apa-apa yang bisa membangga kan mu. Aku tidak seperti abang yang selalu mendapatkan beasiswa, aku tidak seperti abang yang dimasa mudanya sudah tidak minta apa-apa lagi darimu. Tapi kau, kau tidak pernah menuntut itu dariku. Malah ketika aku ingin membayar uang kuliah memakai uang tabungan, kau menolaknya. Kau masih juga ikhlas membayarkan kebutuhanku. Kau dengan sabar mengiyakan kalau aku meminta ganti atas uangku yang terpakai untuk kebutuhan kuliah. Aku merasa menjadi anak yang hanya bisa merepotkan saja.
Ayah, maafkan aku yang tak pernah membawa pulang piala perlombaan sains. Aku selalu sedih sebenarnya ketika yang kubawa pulang piala perlombaan tulis, aku tau kau kecewa. Karna kau pernah bilang 'mau makan apa kalau cita-citanya penulis', kau juga melarangku kuliah dijurusan yang ku inginkan. Tapi Ayah, apapun itu aku paham betul itu adalah options terbaik untuk aku putri dewasamu yang selalu kau anggap putri kecilmu. Aku ingat jelas pesanmu ketika aku memasuki jenjang pendidikan sebagai Mahasiswa kau bilang aku sekarang sudah berada di ring tinju, maka berjuanglah sekuat tenaga. Kau hanya bisa mendukungku dari bawah, karna batasmu hanya di bawah panggung. Dan kau tau Ayah, disitu aku teramat sedih. Bagaimana mungkin aku bisa menang sedang aku hanya bisa bermain bulu tangkis. Tapi sampai detik ini aku selalu mengupayakan yang terbaik untuk mu Ayah.
Ayah, jika aku tidak bisa membahagianmu di dunia, semoga kelak aku bisa merangkulmu di Syurga beserta Ibu. Semoga kelak jubah emas bisa kau kenakan di Syurga bersama Ibu. Aku memang tidak bisa membanggakanmu di dunia, tapi semoga kelak di akhirat aku bisa berkata denganNya 'ya Allah, mereka kedua orangtua ku. Aku akan ajak mereka ke Syurga juga ya Allah'. Ya, aku ingin menjadi anak Sholehah Ayah.
Ayah, semoga kita masih dipertemukan ditahun depan. Dengan nikmat sehat, nikmat akal dan segala nikmat syukur itu.

"Adek sayang Bapak"

04:37
8 June 015
SudjanaF

Kamis, 04 Juni 2015

Lilin

"Coba kau jelaskan tentang perjalanan sebuah lilin padaku, fuji"
"Lagi-lagi kau membuat ku nyaris gila, Qiqa!"
"Bukankah kau sudah gila sejak lama?"
"ya, kau penyebabnya"
-tertawa

"Lilin. Kau lihat, bukankah dia sangat ikhlas? Dia rela terbakar habis demi menyinari sekitaran yang gelap. Dengan apa? Dengan api mungilnya itu"
"Tapi fuji, bukankah api itu lambang amarah? Bahkan setan sendiri tercipta dari api"
"Kau persis seperti anak kecil, Qiqa. Kalau kau bisa melebarkan sudut pandangmu sedikit saja pastilah kau tidak akan mempertanyakan hal ini. Setan itu beda dengan lilin. Kapan niat pensiun dini dari kegoblokan, Qiqa? Mungkin itu akibat kau terlalu sering menyia-nyiakan buku yang sering aku kasih"
"=€_©€{€£€•€£€¢<©¶€¢©¢¥£©©©[€©¥||√√[>¶€<€•€°=¶€¥¢¥£°¢££{¢\×€°"
"Oke, maafkan aku Qiqa. Ternyata kau tidak seperti lilin. Kau bisa bayangkan betapa panasnya lilin itu terkena api? Kau bisa bayangkan kalau lilin itu enggan untuk dinyalakan? Kau bisa bayangkan kalau lilin itu marah terus merubah wujudnya menjadi monster menakutkan lantas dia bukan hanya memakan api melainkan kau juga akan dilahapnya 'hap', hahaha"
"FUJI.."
"Maafkan aku sekali lagi Qiqa. Itu hanya perumpamaan saja. Coba kau seperti lilin. Dinasihati kebaikan ya dengarkan saja, ikhlaskan hatimu menerimanya, senyum (jangan manyun), pastilah kau akan terlihat lebih indah daripada lilin di resort mewah"
"Tapi aku akan terbakar habis"
"Kau kan bukan lilin. Kau tidak akan terbakar habis. Malah kau akan terus ada dengan cahaya ikhlas mu itu"
"Sekarang aku butuh kesimpulan mu, Fuji"
"Baiklah. Tapi Qiqa, amarah juga sebagai fitrah didiri kita. Tidak harus hilang, tapi harus lihai kita mengendalikannya. Harus diletakkan pada tempatnya dan digunakan pada waktu yang tepat. Misalnya ketika hak kita dirampas. Namun satu hal, amarah yang diumbar secara membabi buta untuk melampiaskannya hanya akan membuat kita menjadi orang yang hina di mata Allah. Jadi pintar-pintar kitalah mengaturnya gimana"
"Jika salah seorang di antara kalian marah ketika berdiri, maka hendaklah ia duduk. Apabila marahnya tidak hilang juga, maka hendaklah ia berbaring (HR Ahmad)"
"Tepat Qiqa"
"Terimakasih untuk waktunya Fuji, kau memang sahabat ku yang cerdas dari dulu"
"Kau selalu berlebihan, Qiqa"
-Tertawa

Tidaklah seorang hamba menguk sesuatu yang lebih besar pahalanya selain dari meneguk/menahan amarah karena mencari ridha Allah (HR. Thabrani)

#cumapakaihp #Imagine #gadisfiksi #wax #Ikhlas #MenahanAmarah