Jumat, 14 Oktober 2016

Allah, tolong uji aku [ sebuah nasihat ]

Beberapa hari yang lalu saya bertemu dengan salah seorang teman yang berkuliah di salah satu PTN ternama di pulau Jawa. Pertemuan yang sudah dirancang jauh2 hari. Tidak bertemu sekitar 7 tahunan membuat segalanya terlihat jauh berbeda dari yang terakhir kali kami berjumpa. Dia bukan lagi wanita yang hobi pakai celana pendek dan kaos tanpa lengan, melainkan sudah menjadi seorang aktifis dakwah yang Masya Allah. Sayangnya dia tidak berkenan untuk dipublikasi.

Singkat cerita, dalam perbincangan kami dia berkata "Hidup ku terlalu berjalan lancar. Semua dimudahkan sama Allah, aku nyaris gak pernah merasakan kesulitan sedikitpun. Pernah suatu waktu aku berdoa sama Allah untuk memberikan sedikit ujian. Aku takut kemudahan ini adalah pertanda Allah gak peduli samaku". Saya ter 'bodoh' sejenak. Disaat orang berlomba2 berdoa untuk suatu kemudahan, dia berharap diberi ujian. "Ujian dan kesulitan itu gak selamanya buruk, tik" kami sama2 terdiam. Lalu dia melanjutkan "contohnya kau. Kalau aku ada di posisimu, mungkin aku gak akan sanggup. Karna semua kemudahan yang aku dapatkan membuat aku jadi gak bisa apa2. Ibarat sebuah imunitas, aku itu gak bisa menyerang zat2 asing yang masuk, karna aku terlalu lama bersantai dengan kemudahan". Senyum kecilnya tertangkap oleh sudut pandangan saya.

Dalam hati saya mengiyakan. Guru saya pernah bilang kalau Allah belum mengabulkan apa keinginan kita, itu artinya Allah suka sama rintihan doa2 panjang kita, Allah sayang sama kita, Allah mau kita selalu didekatnya. Saya jadi teringat sama peristiwa hilangnya dompet saya beberapa waktu lalu. Karna terlalu mudahnya semua urusan, saya menyelesaikan semua sendiri hanya dalam waktu seminggu. "Mungkin aku terlalu lemah" sambungnya lagi yang membuat ku terjaga dari lamunan. "Allah kan hanya memberikan ujian berdasarkan kemampuan hambanya menerima ujian itu. Semua kemudahan yang aku dapatkan ini mungkin tanda betapa lemahnya aku ya, tik?" Saya menelan ludah. Lebih tepatnya speechless ditanya seperti itu.

Sesampai dirumah saya mewasap nya "bersyukur aja sama kemudahan itu. Mungkin itu adalah imbalan karna kau sering memudahkan urusan oranglain. Mungkin juga kemudahan itu adalah ujian itu sendiri. Bukankah kau tau, bahwa orang bisa bertahan dalam ujian kesulitan, tapi gagal dalam ujian kemudahan". Lama sekali hanya di read, lalu dia membalasnya "kau sudah jadi sekarang tik. Mungkin ini akibat dari ujian2 yang kau terima ya" hanya emot tawa saja yang aku balas. Hehehe.

Ada benarnya juga memang, ketika kita sering mengalami kesulitan maka kita akan semakin kuat. Kita jadi banyak waktu untuk bersyukur akan nikmat2 kecil yang mungkin sudah biasa bagi Orang lain, namun bagi kita itu adalah nikmat syukur. Intinya apa yang Allah kasih adalah yang terbaik buat kita :)

Sabtu, 08 Oktober 2016

Rasa Syukur Atas Kehilangan

Beberapa hari yang lalu, tepatnya hari Rabu (5 oktober), saya tersadar bahwa saya telah kehilangan dompet saya. Ya, baru sadar. Karna hari senin selasa, saya tidak ada menyimpan uang ke dompet. Saya hanya meletakan uang di saku tas saja. Saya memang enggan menceritakan hal buruk ini pada orang lain. Saya hanya membaginya ke orang2 yang memang saya percaya. Bukan saya ingin merahasiakannya, tapi tidak ada gunanya mengadu ke banyak orang. Bahkan saya baru menceritakan ke Ibu saya, di hari Kamis. Tepat setelah 2 hari saya sadar telah kehilangan dan urusan pengurusan surat2 baru selesai 40%. Dan kali ini alasan saya menuliskannya ke Blog karna Alhamdulillah urusan telah selesai 70%. Terkadang suka gak nyangka saya bisa menyelesaikan ini semua tanpa campur tangan Ayah dan Ibu saya. Ya, saya sendiri bolak balik kantor polisi, samsat, kantor lurah, kantor camat, kampus. Karna benda berharga yang hilang ya seputaran KTP KTM ATM STNK. Tapi yaitu tadi, Alhamdulillah segalanya benar2 dipermudah sama Allah. Yang membuat saya sedih sampai detik ini adalah di dompet itu ada tertera foto saya dan abang saya waktu masih kecil. Itulah satu2 nya foto kami berdua sampai detik ini. Hemm. Kapan ya bang kita bisa foto berdua lagi :(

Salah satu teman baik saya menyemangati saya via wasap, semoga ada hikmah dibalik ini semua. Ya, Alhamdulillah banyak banget dapat pelajaran dari kehilangan ini. Hikmah yang bisa saya petik satu persatu. Dan akhirnya menjadi bahan perenungan dan tulisan buat saya. Bersyukur masih diberi rasa kehilangan, saya jadi tau makna keberadaan itu sendiri.

Terimakasih kak nana, kak esi, tiwik, lisa, eka, nufa. Ya, kalian lah orang2 terpilih diantara teman baik saya yang lain untuk mengetahui ini di awal. Terimakasih atas rasa semangatnya, doanya, pertanyaan tentang perkembangan urusannya dan semua tawaran bantuannya. Terimakasih, saya sayang sama kalian :"

Terimakasih Ibu Kapolsek Delitua, ibu Ginting, atas semua nasihatnya selama di ruang pemerikasaan. Terimakasih Satpam Bank BNI yang sudah banyak bantu proses penyiapan surat pengantar untuk kepolisian. Terimakasih juga buat bang Afrijal, si empunya motor saya yang dulu. Rela membantu pengurusan STNK baru sampai cabut kerja beberapa jam. Terimakasih, semoga kelak Allah membalas semua kebaikan kalian.

Alhamdulillah semuanya di perlancar sama Allah.

Yang masih dalam proses adalah surat aktif kuliah dari kampus untuk nantinya diserahkan ke kepolisian lagi guna pembuatan surat kehilangan KTM untuk diurus ke biro rektor untuk pembuatan KTM baru. Dan ATM baru yang masih tertunda karna KTP hanya baru terbit resinya saja. Blanko di kelurahan masih kosong. Untuk sementara melakukan transaksi via ATM masih pending.

Tapi apapun itu, saya sudah bersyukur. Saya tidak mau memikirkan lagi hilang dimana dan siapa yang mengambil dompet saya tersebut dari dalam tas saya. Yang terpenting mulai hari ini dan seterusnya saya harus lebih berhati2 lagi.

"kejahatan itu bukan karna ada niat pelaku saja, tapi juga karna ada kesempatan"

Rabu, 05 Oktober 2016

Kehilangan atau Menemukan? [sebuah tulisan]

Sejatinya, dalam hidup, semua orang pastilah pernah merasakan kehilangan. Tapi bedanya ada yang terus merasa kehilangan seumur hidup, ada juga yang kehilangannya sebentar saja. Bukan karna ada ganti dari yang hilang tersebut, akan tetapi dia menemukan pelajaran dari kehilangan tersebut. Ya, kadang kala kehilangan dan menemukan itu jaraknya dekat sekali.

Kemarin, saya bertemu dengan seorang teman di salah satu Fakultas di kampus saya. Dia bercerita tentang kehilangan benda berharganya. Kurang lebih saya tau bagaimana dia menjaga benda tersebut dan bagaimana dia mendapatkannya. Sepanjang dia bercerita tentang kehilangan tersebut, saya bisa menangkap raut wajah sedihnya tapi tidak lebih unggul dari wajah ikhlas nya. Terlalu banyak kalimat yang dia ucapkan dan sejak tadi siang sampai sekarang tiba2 kalimat itu menggaung bergema seakan kembali terucap secara langsung. Dia berkata seperti ini," Apa yang ada dikita ini semua hanya titipan. Kalau sekarang hilang ya artinya Allah sudah selesai mengamanahkannya ke kita. Yang penting kita sudah usaha untuk menjaganya dengan baik. Terlepas dari kehilangan itu ya harus mau gimana lagi? Gak berguna tangisan kita. Tangisan itu gak akan membuat yang hilang bisa tring kembali lagi. Tugas kita sekarang ya mungkin harus bisa mendapatkan pelajarannya"

Lalu ingatan kembali kepada Nasihat seorang teman beberapa bulan lalu ketika teman saya kehilangan beberapa rupiah, "apa yang hilang dari kita, anggap saja itu suatu teguran karna mungkin sedekah kita yang kurang selama ini. Masih syukur dah ditegur. Gak kebayang uang yang selama ini ada di kita ternyata bukan hak kita. Dan Allah membiarkan begitu saja. Allah sudah tidak peduli sama kita. Kita dibiarkan senang2 sampai kita lupa mana Bathil mana baik. Serem gak sih?" Kami bertiga pada saat itu langsung merinding dan Istifghar dalam2.

Dan hari ini saya benar2 memaknai sungguh begitu dekatnya jarak antara kehilangan dan menemukan itu. Allah itu lebih dekat dari urat nadi kita sendiri. Dalam perkara dunia, tidak ada yang perlu dicemaskan berlebihan. Kita harus selalu ingat, Allah selalu membersamai kita jika kita menjadi hamba yang sabar. Apa yang kita mau belum tentu itu yang baik buat kita. Tapiii, yang Allah kasih sampai detik ini, itu pastilah yang pantas buat kita. Hal buruk yang terjadi pada kita hari ini, anggap saja pengguggur dosa kita waktu dulu. Fokus pada hari ini dan esok. Tetap lakukan yang terbaik karna Allah.

Selalu banyak hal baik untuk bekal akhirat dalam hidup yang bisa menggeser rasa cemas akan hal keduniawian ~

Jumat, 23 September 2016

Hehehehe ~

Jadi tadi secara tidak sengaja saya membaca tulisan seorang teman di media sosial yang sangat tajam sekali, yang intinya dia tidak terlalu suka kalau ada seseorang yang posting tulisan bawa2 ayat Al-Quran dan hadist nabi. Tambahannya, apalagi kalau untuk menarik lawan jenis.

Saya sebenarnya tidak merasa itu tulisan tertuju pada saya. Memang iya, saya suka nulis sesuatu dan mengaitkatnya dengan beberapa ayat Al-Quran dan Hadist. Tapi Insya Allah tujuan itu untuk semata2 pengingat diri sendiri :)
Alhamdulillah tidak untuk dilike ratusan orang, bahkan tidak untuk menarik lawan jenis :)
Buat apa susah payah seperti itu
Penilaian Allah terhadap kita jauh lebih penting :)

Yang menulis tulisan tajam tersebut kerap mengunggah foto selfie duck face nya dengan make up yang lumayanlah, beberapa kali juga mengunggah video yang sebenarnya lebih memalukan dari pada orang yang mungkin disindirnya tersebut

Menyebarkan kebaikan itu wajib
Masalah niat, biar Allah yang tau

Menyebarkan foto selfie apa ada kebaikannya ya?
Saya tidak mau ambil pusing sih apakah itu asli atau tipuan kamera, hehehe
Itu urusan dia

Kira2 kalau dia ditegur karna upload foto agar di comment dan di like para lelaki apa ya tanggapannya

Bagaimanapun saya tetap memihak pada orang yang disindirnya
Walaupun saya tidak tau orangnya
Jangan2 saya, hehehe
Siapa tauuu, yakan :D

Pesannya sih, jangan terlalu frustasi jika tak kunjung datang yang melamar, kawan
Tak perlu memaksa memajang kecantikan yang sifatnya sementara
Pujian di media sosial bukan segalanya
Biarkan orang berbuat baik
Kalau kamu keberatan, tinggalkan saja dia
Gampang kan?
Sudah terlalu tua kalau harus di ajarkan seperti ini lagi

Banyak2 koreksi diri sendiri, ya

Jika tidak bisa berbuat baik, jangan usik orang yang berbuat baik

Salam hangat tanpa emosi  :)

Rabu, 21 September 2016

Percaya [sebuah tulisan]

Tulisan ini ada karna tadi siang seorang teman baik mengirimkan voice note via WhatsApp ke saya. Ini bukan kali pertama sebenarnya saya dipercaya sebagai tempat cerita perihal kegundahan akan sebuah perasaan untuk menentukan pilihan hidup. Ya, pernikahan. Dalam bulan ini, sudah tercatat 4 orang bercerita hal serupa namun beda permasalahan. Dalam lubuk hati sebenernya saya bingung, kenapa mereka mempercayakan saya untuk tempat cerita. Yang notabene memang belum terlalu "dewasa". Tapi entah kenapa saya selalu suka menjadi tempat cerita banyak hal teman2 saya.

Soal pernikahan. Saya tidak terlalu begitu paham sebenarnya, karna saya lebih interested sama Buku dan pembahasan yang berbasis parenting. Bagaimana menjadi Ibu yang baik, bagaimana menjadi Ayah yang super. Walaupun sebenarnya untuk menjadi itu semua ditentukan mulai dari kita memilih pasangan. Membahas tentang pernikahan sebenarnya bukan hal yang tabu bagi saya. Karna beberapa kali di kajian wajib mingguan yang saya ikuti, guru saya juga beberapa kali mengangkat perbincangan ini. Tapi jangan tanya tentang buku2 mellow Ust Salim A Fillah tentang pernikahan ke saya, saya gak punya. Sejauh ini tidak terlalu minat untuk memiliki. Mungkin esok saya berminat. Mungkin.

Dari ke 4 teman saya ini, saya tertarik pada curhatan yang mengatakan bahwa; apa jadinya jika yang datang padanya bukan seseorang yang sering disebut dalam doa. Kalau dia memilih yang datang, dia takut tidak bisa mencintainya. Karna masih mengharap seseorang yang sering diminta didalam doa. Bagi kita yang tidak merasakan hal ini, mungkin kita merasa ini masalah klise yang sering didengar. Tapi bagi yang merasakan ini, mungkin ini pilihan sulit. Karna menikah itu bukan hanya untuk jangka pendek, jadi manusiawi memang kalau keresahan itu muncul.

Dalam masalah ini, saya benar2 memposisikan diri saya seandainya jadi dia. Banyak option sebenarnya. Saya fikir tidak salah kalau kita sebagai perempuan minta dilamar, kalau ditolak, yasudah pilihlah lelaki yang datang tersebut. Jika diterima, Alhamdulillah. Tapi kalau memang perihal agama si lelaki jauh lebih baik dari pada lelaki yang disebut dalam doa, maka pilihlah lelaki yang datang. Masalah agama itu nomor wahid. Cinta itu bisa tumbuh pasca menikah. Saya salah satu orang yang percaya kalau cinta pasti tumbuh pasca menikah. Jadi intinya saya siap nerima siapa saja yang datang asalkan agamanya baik. Kebaikan agama itu sudah mencakup segalanya dalam kehidupan.

Saya meminta dia untuk tenang dan terus tingkatkan ibadah sunnah. Saat2 seperti ini adalah masa dimana kita bisa cepat futur. Allah memberikan apa yang pantas untuk kita, bukan apa yang kita mau. Karna Allah lebih tau kapasitas hambanya.

Ketika saya selalu memberi bermacam2 nasihat untuk menguatkan mereka tentang pernikahan, saat itu juga sebenarnya saya sedang menasihati diri sendiri.

Masalah doa, tentang jodoh, saya hanya meminta dipermudah jodoh yang baik untuk segera datang. Ya, itu saja. Untuk nama khusus, itu rahasia. Jika pun kelak bukan dia yang datang, insya Allah saya siap :)

Selasa, 06 September 2016

Calon orangtua

Selalu seneng kalau temen Lapak bawa Buku jenis parenting begini. Keinginan saya punya anak rasanya besar sekali. Orang2 terdekat juga tau akan hal ini. Tapi tak jarang mereka menyela, "Cari dulu dong Bapaknya!" Ya, itu pasti. Tapi mencari Bapak nya gak sesemangat keinginan untuk punya baby itu sendiri, muehehe ~

Minggu, 04 September 2016

Perjalanan (Sebuah Tulisan)

Bukan hanya sebagai Guru, tapi sekaligus sahabat buat kami. Jika kami terlihat kuat ataupun seperti gak ada sesuatu hal besar terjadi, mungkin karna didikan beliau yang selalu menanamkan ilmu tentang pertolongan Allah yang begitu besar buat hambanya.

Terhitung sudah hampir 4 bulan beliau tidak membersamai kami. Jangan tanya perihal rindu. Usai "berkumpul" dengan guru yang baru, tak jarang kami mengeluh rindu sosok beliau. Mungkin sudah saatnya kami dilepas. Dilepas dari sosok guru yang selalu memanjakan, cerita sesuka hati tanpa batas materi dan waktu.

Hingga pada akhirnya perjalanan jua lah yang memisahkan setelah perjalanan yang berhasil mempertemukan. Tak jarang pertanyaan muncul akan sebuah perjalanan2 lain kedepannya seperti apa, agar kiranya bisa membuat antisipasi jika itu perjalanan "curam". Tapi toh buat apa, bukankah sebuah "kejutan" itu jauh lebih bisa membuat kita dewasa. Bukankah perjalanan penuh "kemudahan" juga bahaya? Jangan2 karena terlalu sering mendapatkan kemudahan kita jadi tidak bisa bertindak jika sewaktu2 keadaan sulit menimpa.

Terimakasih Kak, semoga kami tetap menjadi adik2 kakak yang senantiasa bersyukur dan pantang menyerah. Dan kakak, semoga Allah mempermudah segala langkah kebaikan kakak ❤

Dari kami, adik2 kakak yang insya Allah Shalihah

Selasa, 30 Agustus 2016

Antara siap dan mau

Malam itu di jam makan, aku bersama Ibu diruang TV. Aku makan dan Ibu nonton seperti biasa. Waktu itu kami sedang menonton acara Pak Mario Teguh yang ternyata sudah pindah station.
Kulihat seorang wanita muda bercerita tentang kisah cintanya dan kegalauannya antara memilih pacar nya atau seorang lelaki mapan yang siap menikahinya kapanpun dia mau. Dia bercerita panjang lebar, tentang pacarnya dan lelaki tersebut.

Sampai pada akhirnya aku membuka suara dan berkata pada Ibu, "siap dan mau itu adalah 2 hal yang berbeda, Mak". Ibu pun heran ketika aku berkata seperti itu, "kok beda Kak? Sama aja itu". Ibu menjawab dengan nada santai. Aku berkata lebih santai lagi, "kalau mau itu, bukan berarti siap. Tapi kalau siap, sudah pasti mau. Kalau ditanya, aku mau kok menikah sekarang. Tapi belum siap untuk itu". Ibu kulihat masih bingung. Aku berharap Ibu gak memarahiku lagi setelah sempat memarahiku karna aku bilang, aku lebih ingin mempunyai anak daripada suami, hehehe. Aku menambahi, "jadi gini loh mak. Untuk menikah, kita tidak hanya bermodal kemauan aja, tapi juga harus butuh kesiapan. Kesiapan untuk menjadi Ibu yang baik, kesiapan untuk menjadi istri yang sholehah, kesiapan untuk menjadi menantu yang bisa menjaga marwah mertua, dan banyak kesiapan lainnya yang tidak mungkin bisa tercipta dengan modal kemauan saja". Sepertinya Ibu sudah mulai paham. Namun malah menembakku, "jadi kapan siap nikah, Kak?". Glek, aku hampir tersedak karna kebetulan sedang minum. Ibu tertawa dan menambahi, "untuk menikah kita tidak akan pernah siap kalau tidak memulainya, Kak". Aku mati gaya dan menjawab, "insya Allah setelah siap kuliah. Kalau sekarang, menikah hanya kemauan aja, belum mencapai tahap kesiapan, mak". Ibu menjawab lagi, "makanya, siapkan cepat. Biar punya anak". Aku mengangguk saja.

Memang benar kata Ibu, untuk menikah kita tidak akan benar2 siap kalau kita tidak memulainnya. Terlalu banyak hal yang aku takutkan dalam pernikahan, maka dari itu aku jarang sekali membahas pernikahan. Aku jauh lebih tertarik membahas tentang cara terbaik untuk tumbuh kembang anak. Sampai seorang teman berkata, bahwa aku lebih banyak mempersiapkan diri untuk menjadi seorang Ibu ketimbang seoarang istri. Ya, memang benar. Aku mengakui itu. Diantara semua mimpi besarku, tetap yang paling besar adalah menjadi Ibu yang teladan buat anak2 ku kelak. Sekaligus istri yang terbaik.

Suami idaman itu cukup yang baik agamanya dan bisa menjadi team. Team untuk buka Perpustakaan Gratis, misalnya. Hehehe ^^

Minggu, 28 Agustus 2016

Harapan Orangtua

Syalalalala ~
Hehehe

Cieee insomnia!
Efek ngelarin buku Titik Nol nya Agustinus Wibowo ^^/
Subhanallah, sudah lama tidak insomnia, ckckck

Bagi orang yang suka molor sepertiku, insomnia itu rezeki kok -___-

Buktinya aku jadi ingat tentang salah satu kuis iseng yang aku ikutin di internet, kalau gak salah namanya idnamedtest hehehe.
Tapi kalau untuk tau arti namaku, aku gak iseng untuk mengetahuinya. Sebab aku ingin tau, hhhh :D

Jreng! Hasilnya ternyata adalah Ferantika artinya Harapan, ckckck ~
Mayanlah ya..

Alkisah pada saat hari kelahiranku, sang bidan bertanya pada Bapak dan Ibu ku, "pak, nama anaknya siapa ya?" Bapak ku langsung bertanya pada Ibu, "siapa nama anak kita, kok lupa ya" Ibu pun menjawab, "iya, siapa ya". Seketika lupa. Huft, mungkin aku dan nama tersebut tidak jodoh. Padahal Ibu bilang, namaku itu sudah direncanakan jauh hari sebelum kelahiran ku, bahkan sebelum kelahiran abangku. Heran sih, apa susahnya mengingat nama Putri Dwi Sudjana?? Nama itu dibuat agar bisa sinkron dengan nama abangku Putra Eka Sudjana. Ibu ku yang bisa mengingat segalanya, lupa. Bapak ku yang masih hapal tentang semua pelajaran dimasa SMA nya juga lupa. Ya, mungkin nama itu tidak matching dengan aku yang begini. Hehehe. Diskusi singkat, akhirnya Bapak berkata pada bidan, "namanya Ferantika Sudjana aja, Buk".
Jleb, "ajaaaa". Seolah2 seakan2 -___-

Teman2 tak jarang bertanya, apa sih Arti namamu? Unik kali namanya. Biasa aku hanya menjawab, " jangan tanya aneh2 lah. Hem, tapi kalau sudjana itu nama singkatan kedua orangtuaku ". Sebenernya aku tau arti nama Ferantika. Ibu bilang, Ferantika itu artinya Perempuan cantik terakhir. Tapi gak iya banget aku menjawab ginian ke mereka. Aku juga gak yakin itu artinya. Plis, jangan kasiani aku!!! Tapi memang iya sih, aku anak perempuan terakhir. Kalau cantik sih, gak tau juga. Kayaknya sedikit salah, hhhhhh :"D

Setelah tau hasilnya, aku memberi tau pada Ibu. Ibu bilang, "iya sih kak, setiap orangtua pasti berharap anaknya bisa menjadi Orang sukses". Huft, jawabannya gak memuaskan.

Intinya sekali lagi kalau ada yang bertanya, fix aku akan menjawab, "Ferantika itu artinya Harapan. Dan Sudjana adalah nama singkatan dari  kedua orangtua ku. Jadi, Ferantika Sudjana itu adalah Harapan Orangtua"

Hohohoho ~

Kamar Rapunzel 02:16

Sabtu, 27 Agustus 2016

Jalani

Beberapa malam yang lalu Bapak menegurku tentang tulisanku yang terbit disalah satu buku Antologi. Sudah pasti Bapak tau dari Ibu. Karna apapun yang terjadi, aku pasti cerita ke Ibu terlebih dahulu.
Ya, aku membenarkan hal tersebut.

Bapak jarang bertanya tentang kuliahku, padahal jelas sekali dulu Bapak paling semangat menyuruhku ke jurusan yang sampai sekarang entah kapan aku berniat bersungguh2 untuk menyelesaikannya dan mencintainya. Ketika orangtua begitu semangat, aku tidak sanggup menyanggah lebih keras. Hingga akhirnya menurut saja adalah jalan terbaik. Bismillah.

Sampai tibalah Bapak berkata, "tau gitu dulu gak masuk Farmasi dek" . Kalimat gak lucu yang dibawakan dengan serius di kamar dengan tivi menyala. Ya, malam itu lokasi perbincangan ada dikamar Bapak dengan Ibu diatasnya dan aku duduk bersila di lantai. Aku tersenyum kecil dan berkata dengan nada yang selalu riang "hehehe, gak papa kok pak. Masa depan kan gak tergantung kita kuliah di jurusan apa". Bisa dipastikan hatiku sebenarnya hancur sekali waktu malam itu. Tapi demi semangat Bapak yang menggebu, alangkah baiknya memang aku jadikan abu saja rasa sedih tersebut.

Aku ingat ketika aku kekeuh gak mau ambil jurusan Farmasi, bapak bilang, "mau jadi apa dijurusan itu". Ya, selalu itu yang terngiang, seolah2 di jurusan Farmasi bisa menjanjikan segalanya dan jurusan lain menjajikan sampah. Ya, aku mengalah, demi Bapak.

Dari SD bahkan sejak pertama kali aku mengenal baca diusia 4 tahun, aku sudah menyukai hal berbau bahasa sampai SMA bahkan mungkin sekarang. SD beberapa kali mendapat pujian sama guru bahasa karna karanganku selalu beda dengan teman2 yang lain, SMP pernah menjuari peringkat pertama lomba mengarang antar kelas dan stambuk, SMA masih sebagai murid kesayangan guru bahasa, hingga akhirnya kuliah mendapat juara 3 lomba puisi di perlombaan dakwah expo dan juara2 kecil lainnya yang hadiahnya mulai dari jilbab sampai pulpen satu kotak, ya masi lomba berbau literasi. Prestasi tentang kuliah, jangan ditanya, nihil. Mungkin karna aku tidak pernah menghadirkan cinta didalamnya. Tapi disisi lain aku juga bersyukur mendarat di Farmasi, sebab disanalah Hidayah ku dapatkan. Setiap kisah perih, selalu ada hikmah didalamnya. Setiap air mata yang terjatuh karna mengharap cinta bisa tumbuh, selalu ada semangat untuk tetap melangkah.

Ketidakcintaan ku terhadap kampus memang menjuru kemana2, aku tidak terlalu dekat dengan teman2 kampus. Pernah memang ikut organisasinya, tapi gak bertahan lama. Aku tidak nyaman dengan mereka. Sampai pernah ditawari posisi menggiurkan oleh gubernur kampus karna melihat aku suka menulis, entah setan apa yang merasuk aku hingga aku menolaknya. Ya, jika itu masih berbau kampus, aku tidak terlalu meminatinya. Aku tidak suka dikenal dikampus. Keadaan itu membuat aku lebih terbuka dengan Mahasiswa jurusan lain. Aku tau ini salah, tapi dilain sisi aku tidak mau menyiksa batinku. Aku ingin apapun yang keluar dari diri ini sifatnya tulus. Senyum tulus, tawa tulus, semangat tulus. Aku tidak suka pura2.

Cinta, hadirlah. Aku sedikit lelah dalam perjalanan ini. Aku ingin selesai. Ya, selesai ~

Senin, 22 Agustus 2016

Mengelola ketidaksempurnaan

Mengelola Ketidaksempurnaan
Oleh : Ustadz H.M. Anis Matta, Lc

Apalagi yang tersisa dari ketampanan setelah ia dibagi habis oleh Nabi Yusuf dan Muhammad. Apalagi yang tersisa dari kecantikan setelah ia terbagi habis oleh Sarah, istri Nabi Ibrahim, dan Khadijah, istri Nabi Muhammad SAW? Apa lagi yang tersisa dari kebajikan hati setelah ia direbut Ustman bin Affan? Apa lagi yang tersisa  dari kehalusan setelah ia direbut habis oleh Aisyah?

Kita hanya berbagi dari sedikit yang tersisa dari pesona jiwa raga yang telah direguk habis oleh para nabi dan orang shalih terdahulu. Karena itu persoalan cinta kita selalu permanen begitu : jarang sekali pesona jiwa raga menyatu secara utuh dan sempurna dalam diri kita. Pilihan-pilihan kita, dengan begitu, selalu sulit. Ada lelaki ganteng atau perempuan cantik yang kurang berbudi. Sebaliknya, ada lelaki shalih yang tidak menawan atau perempuan shalihah yang tidak cantik. Pesona kita selalu tunggal. Padahal cinta membutuhkan dua kaki untuk bisa berdiri dan berjalan dalam waktu yang lama. Maka tentang pesona fisik itu Imam Ghazali mengatakan : “Pilihlah istri yang cantik agar kamu tidak bosan.” Tapi tentang pesona jiwa itu Rasulullah SAW bersabda, “Tapi pilihlah calon istri yang taat beragama niscaya kamu pasti beruntung.”

Persoalan kita adalah ketidaksempurnaan. Seperti ketika dunia menyaksikan tragedi cinta Puteri Diana dan Pangeran Charles. Dua setengah milyar manusia menyaksikan pemakamannya di televisi. Semua sedih. Semua menangis. Puteri yang pernah menjadi trendsetter kecantikan dunia dekade 80-an itu rasanya terlalu cantik untuk disia-siakan oleh sang Pangeran. Apalagi Camila Parker yang menjadi kekasih gelap sang Pangeran saat itu, secara fisik sangat tidak sebanding dengan Diana. Tapi tidak ada yang secara objektif mau bertanya ketika itu. Kenapa akhirnya Charles lebih memilih Camila, perempuan sederhana, tidak bisa dibilang cantik, dan lebih tua, ketimbang Diana, gadis cantik berwajah boneka itu? Jawaban Charles mungkin memang terlalu sederhana. Tapi itu fakta, “Karena saya lebih bisa berbicara dengan Camila.”

Kekuatan budi memang bertahan lebih lama. Tapi pesona fisik justru terkembang di tahun-tahun awal pernikahan. Karena itu ia menentukan. Begitu masa uji cinta selesai, biasanya lima sampai sepuluh tahun, kekuatan budi akhirnya yang menentukan sukses tidaknya sebuah hubungan jangka panjang. Dampak gelombang magnetik fisik berkurang atau hilang bersama waktu. Bukan karena kecantikan atau ketampanan berkurang. Yang berkurang adalah pengaruhnya. Itu akibat sentuhan terus menerus yang mengurangi kesadaran emosi tentang gelombang magnetik tersebut.

Apa yang harus kita lakukan adalah mengelola ketidaksempurnaan melalu proses pembelajaran. Belajar adalah proses berubah secara konstan untuk menjadi lebih baik dan sempurna dari waktu ke waktu. Fisik mungkin tidak bisa diubah. Tapi pesona fisik bukan hanya tampang. Ia lebih ditentukan oleh aura yang dibentuk dari gabungan antara kepribadian bawaan, pengetahuan dan pengalaman hidup. Ketika hal itu biasanya termanifestasi dari garis-garis wajah, senyuman dan tatapan mata serta gerak refleks tubuh kita. Itu yang menjelaskan mengapa sering ada lelaki yang tidak terlalu tampan tapi mempesona banyak wanita. Begitu juga sebaliknya.

Itu jalan tengah yang bisa ditempuh semua orang sebagai pecinta pembelajar. Karena pengetahuan dan pengalaman adalah perolehan hidup yang membuat kita tampak matang. Dan kematangan itulah pesonanya. Sebab, setiap kali pengetahuan kita bertambah, kata Malik bin Nabi, wajah kita akan tampak lebih baik dan bercahaya

Rabu, 17 Agustus 2016

Kata orang

Ada masanya orang lain akan khawatir akan ke tidak khawatiran kita. Begitu juga dengan sabar, akan ada waktunya dimana orang lain hilang sabar akan kesabaran yang kita punya..

Hingga pada akhirnya terbentuk lah sifat khawatir berlebihan dalam diri kita dan rasa tidak sabaran dalam jiwa kita..

Jika dalam hidup kita selalu menerima apa kata orang , maka SELESAI sudah..

Senin, 15 Agustus 2016

Cerita Jagung

Alhamdulillah. Memang kita harus meyakini bahwasannya rezeki itu selalu datang dari arah dan dari orang yang tidak kita sangka sebelumnya. Intinya rezeki kita sudah Allah atur semuannya. Tinggal kita yang berusaha menggapainya..

Tadi, ba'da Ashar masih dalam keadaan pakai mukena tiba2 kepengen makan jagung. Aku juga heran kenapa pengennya jagung, padahal sebelumnya gak ada mikirin hal berbau jagung. Dalam hati cuma bilang "ya Allah, hamba kepingin makan jagung". Udah. Iya, itu doang. Kita semua pasti kalau pengen apa2 yang pertama tempat kita berkeluh pasti Allah..

Dan tadi ba'da Isya tetangga ngasih jagung manis rebus. Masya Allah. Maha kuasa Allah, hanya dalam hitungan jam langsung Allah kabulkan keinginan ini..

Bagaimana mungkin cinta ini tidak selalu tumbuh untukNya :"

Kelapangan hati itu bernama Ridho

Adem gak sih baca postingan positive seperti ini?
Kalau aku pribadi sih, adem banget. Kita sebagai manusia memang harus selalu senantiasa diingatkan. Tidak peduli jabatan kita udah tinggi, gelar sarjana kita udah banyak dibelakang nama. Yang namanya manusia itu kudu selalu diingatkan. Atau lebih kecenya itu pengevaluasiaan kadar Iman didalam hati..

Apalagi aku.
Bahkan tujuan ku menulis tulisan2 motivasi itu tak lain tak bukan hanyalah untuk menasihati diri sendiri. Jika orang suka itu hanya bonus. Bahkan foto2 senyum lebarku, itu hanya untuk sugest diri sendiri aja. Entah kenapa tiap kali down karna beberapa hal ketika kita tersenyum, semua pasti akan terlihat baik2 saja..

Ada yang pernah nyeletuk, "fe, ku tengok kau gembira aja. Macem gak punya beban hidup". Hahaha, sanggup ya teman sendiri senyeleneh itu :D

"Gak punya beban hidup"
Hehehe sesuatu kali rasanya. Tidak semua ujian itu kita anggap beban kali bukkk ~
Malah bersyukur masih diberi ujian, teguran. Pertanda Allah masih perhatian. Alhamdulillah senangnya diperhatiin sama Allah :"
karena terlalu sering menghadapi lika liku, malah heran sendiri kalau aku ngelakuin hal yang lancar2 aja, hehehe. Takut, jangan2 Allah udah nyuekin aku :x

Jadi intinya bersyukur atas apa yang dikasih sama Allah. Jangan membanding2kan hidup kita dengan orang lain..

Selamat berbahagia ^_^
Jangan lupa senyum yaaaaaa ~

Minggu, 14 Agustus 2016

Nostalgia

Allah memberikan ku waktu untuk bernostalgia. Iya, nostalgia.

Sepulang dari undangan makan2 dari rumah Murabbi yang Insya Allah akan berangkat Haji (semoga menjadi haji yang mabrur, Aamiin) entah kenapa sepertinya ringan sekali langkah ini untuk pergi ke Gramedia sendiri sebelum pada akhirnya nanti sore disambung lagi undangan makan dari seorang teman yang juga hendak berangkat Haji.

Nostalgia yang paling kental itu saat menginjakan kaki ke Gramedia sendiri. Teringat masa lalu yang memang sering sekali kemana2 sendiri.

Pernah sendiri minum jus disalah satu kafe sederhana sambil baca buku. Sendiri diantara belasan meja yang penuh dengan canda tawa bahagia.
Pernah sendiri keliling2 semua fakultas. Paling fatal itu gak tau jalan keluar saat masuk ke FIB. Uda ah, males ngebayanginya lagi --"
Perjalanan sendiri paling keren itu ialah sendiri menyusuri kota Medan naik kereta. Gak usah ditanya, udah pasti nyasar mboh nandi2 lah. Tau2 udah sampai Binjai. Ikutin aja petunjuk arah yang ada dijalan. Aman ~

Suka sendiri itu mungkin gangguan jiwa. Apalagi dengan hand phone yang sengaja di Off kan. Entalah, kenapa dulu aku segila itu. Aku tidak nyaman di kampus. Itu penyebabnya.
Sekarang kenyamanan itu juga tak kunjung hadir, tapi aku sudah sedikit membaik. Semoga semakin membaik, Aamiin :)

Jumat, 12 Agustus 2016

Melepas rindu ~

Ha, sudah lama rasanya tidak menyentuh ini blog. Bahkan saya sendiri sampai lupa punya tempat nulis yang baik seperti blog ini. Saya teringat dengan blog ini karna ada seorang teman yang bertanya, “kok gak penah nulis lagi sih fe di blog?” hehehe, seneng juga ada yang merhatiin. Entalah, akhir-akhir ini lebih suka nulis di buku. Iya, buku catatan. Kalau zaman dulu mungkin namanya diary. Eh, sekarang masih sama kan ya, hehehe. Yap, nulis diary. Sebelum tidur nulis dulu, duh zadul banget saya.

Tumblr memang berhasil mengalihan pandangan saya dari Blogspot. Nyaris setahun juga sudah terbengkalai ini blog, maafkan kakak ya :o