........ lalu dia kembali
berlari lagi, hingga akhirnya dia berbelok dan aku pun masih jalan terpincang
menuju rumah sambil terus berfikir apakah benar yang dikatakan juan. Kalau
benar, betapa menjijikannya tingkah dia.
“Kamu kenapa nak?”
suara ibu mengagetkanku karna memang beliau duduk di belakang jendela dan aku
sama sekali tidak mengetahui keberadaannya. Aku pun segera menghampirinya dan
duduk disebelahnya dengan meja kecil diantaranya yang kaki mejanya diganjal
potongan kayu agar seimbnag. “Ini bu, kata si juan uratya ada yang kaku. Annisa
juga gak paham bu kenapa bisa begini” ucapku manja sambil memegangi kaki kiriku
yang putih ini sambil sesekali membenahi poni lurusku yang 3 hari lalu
dipangkas oleh ibu karna kata ibu poni panjangku penyebab kenapa mataku sering
sakit. Ibu hanya tersenyum lebar melihat tingkahku yang memang masih kental
dengan sifat kekanak-kanakan karna memang aku bukanlah gadis remaja. “Ibu tadi
menyuruh juan agar annisa segera pulang kan bu? Ada pakaian yang mau disetrika
ya bu? Sini annisa setrika, ibu pasti lelah” aku pun ingin segera beranjak dari
tempat duduk dan segera pergi ke kamar untuk menyetrika pakaian para tetangga.
Ibu hanyalah seorang buru cuci yang semangatnya luar biasa demi untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari kami. “Tidak annisa, ibu tidak akan menyuruhmu ini itu.
Marilah nak, ada yang ingin ibu katakan” aku pun kembali ketempat semula dengan
kaki yang masih agak pincang. Aku masih tetap tersenyum dengan senyum khas anak
13 tahun dan duduk dipangkuan ibu. Ibu membelai rambutku dan sesekali menciumi
rambutku dan mungkin ibu sudah terbiasa dengan bau rambutku yang jarang sekali
berbau shampoo, namun tetap indah lurus. “Nak, ibu bolehkan pergi merantau?”,
“Merantau itu apa ibu?” aku pun mendongakan kepala kearah ibu yang aku lihat
air matanya seakan tertahan, “Merantau itu pergi dari tempat asal dia tinggal
nak. Merantau karna menuntut ilmu, karna ingin merubah nasib dengan kerja, semuanya
bisa dikatakan merantau kalau ia berpindah atau pergi dengan jarak yang tidak
dekat”, “Emangnya ibu mau merantau kemana” tanyaku sambil menundukan kepala,
dan ibu masih saja tetap membelai rambutku, “Ibu ingin ke Arab Saudi nak,
mencari uang yang banyak agar kamu tidak hidup menderita seperti saat ini. Ibu
ingin kamu sekolah yang tinggi, jadi orang yang tidak di pandang sebelah mata,
dan nantinya menjadi orang yang besar dengan segudang prestasi yang akan
membuat ibu bangga dan ayah pasti akan bangga dengan anaknya yang cantik ini
menjadi orang yang hebat” aku merasa ada tetesan air yang tepat mengenai
tanganku dan aku melihat ibu menangis. Selama ini, aku baru 2 kali mendapatkan
ibu menangis. Pertama pada saat ayah meniggal dan kedua pada saat ini. Aku pun
turun dari pangkuan ibu dan berdiri di depan ibu untuk menghapus air matanya,
kuraba pipinya dan kuperhatikan dengan jelas wajah ibu yang cantik. Ternyata
aku seperti ibu cantiknya dan ibu pun memeluk ku, “Kamu maukan ibu tinggal
merantau nak?”, “mau kok bu. Tapi kita masih tetap ketemu kan setiap hari bu?
Annisa gak bisa kalau ibu gak ada. Nanti siapa yang mau masakin annisa? Yang
ngajarin annisa belajar, yang ajak annissa pergi kerumah-rumah mewah. Walaupun
ibu sering marah kalau annisa suka lari-lari dirumah itu” air mata ibu mulai
bertambah deras dan aku kembali menghapus air mata itu, “Ibu kenapa menagis
sih? Annisa mengijinkan ibu bekerja kok, ibu jangan sedih ya. Annisa pasti
bakalan jadi orang yang pintar dan bisa seperti habibie yang buat pesawat yang
sering ibu ceritakan itu”, “Tapi nak, ibu akan pergi jauh kerjanya. Bukan hanya
di komplek sebelah. Ibu akan pergi kesana naik pesawat, dan kita akan lama
tidak berjumpa, bisa jadi kita hanya bertemu setahun sekali bahkan lebih”,
“Maksud ibu, ibu akan meninggalkan Annisa sendirian disini? Ibu gak sayang sama
annisa? Ibu jahat, annisa akan membenci ibu kalau ibu pergi” aku pun beranjak
lari meninggalkan ibu yang masih menangis. Dikamar aku masih berfikir, dimana
Arab Saudi itu kenapa ibu ingin kesana dan perginya naik pesawat. Apakah ibu
sudah tak mencintai aku lagi, atau jangan-jangan ibu marah karena aku sering
bermain kotor dan malas belajar. Kalau aku berjanji akan merubah semua apakah
ibu akan berjanji tidak akan meninggalkan aku sendiri. Aku pun menghapus air
mataku dan berjalan menuju ruang tamu dimana ibu masih terlihat duduk. Tapi aku
berat sekali menghampiri ibu, pasti ibu marah karena tadi aku ngebantah ibu.
Aku hanya berani memperhatikan ibu dari balik kain gendong yang panjang yang
dipasang ibu untuk menggantikan fungsi pintu. Aku lihat ibu menangis dan ibu
sepertinya sedang mengambil sesuatu dibelakangnya dan itu foto ayah, ibu
memeluk foto ayah sambil sesekali ibu menciumi foto ayah. “Mas, sri akan ke
Arab Saudi mengadu nasib disana demi mewujudkan mimpi mas yang ingin melihat
anak kita bersekolah yang tinggi. Kalau sri masih disini sebagai buruh cuci
dengan gaji yang hanya bisa untuk makan seminggu pasti tidak akan bisa
menyekolahkan annisa tinggi. Tapi annisa tidak mau sri tinggal mas, sri kasihan
melihat dia tadi sepertinya sangat bersedih. Andai kamu masih hidup mas,
pastilah sri tidak akan merasakan sesedih ini karena sri masih mempunyai teman
untuk saling bertukar cerita” ucapan ibu yang mampu aku dengar dengan jelas itu
membuatku tak kuasa membendung air mata ini lagi. Dan aku lihat lagi ibu
membuka sebuah kotak yang berukuran agak besar, aku juga tidak tahu apa isinya
dan ibu menutupnya kembali. Aku lihat ibu sepertinya ingin berjalan ke kamar,
aku segera menuju tempat yang hanya beralaskan anyaman pandan dan berpura-pura tidur. Aku merasakan hangatnya
sentuhan ibu dan nafasnya seakan dekat terasa ditelingaku, “Ibu sayang kamu
nak, ibu pergi bukan berarti ibu gak sayang. Semua gaji ibu akan ibu kasih ke
kamu nak, untuk sekolah kamu, untuk cita-cita kamu ingin menjadi seorang
dokter. Ibu akan mewujudkan itu untuk kamu nak. Maka ijinkanlah ibu pergi
merantau ya nak. Annisa putri ibu yang cantik, ibu sayang kamu nak” ibu pun
mencium keningku. Ku rasakan ibu beranjak dari sampingku dan tak lama aku
dengar suara ibu sedang mencuci pakaian. Aku pun membalikan badan ku dan
kelelahan menangis membuatku tertidur sungguhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar