Sabtu, 18 Januari 2014

Untitle



........ lalu dia kembali berlari lagi, hingga akhirnya dia berbelok dan aku pun masih jalan terpincang menuju rumah sambil terus berfikir apakah benar yang dikatakan juan. Kalau benar, betapa menjijikannya tingkah dia.
“Kamu kenapa nak?” suara ibu mengagetkanku karna memang beliau duduk di belakang jendela dan aku sama sekali tidak mengetahui keberadaannya. Aku pun segera menghampirinya dan duduk disebelahnya dengan meja kecil diantaranya yang kaki mejanya diganjal potongan kayu agar seimbnag. “Ini bu, kata si juan uratya ada yang kaku. Annisa juga gak paham bu kenapa bisa begini” ucapku manja sambil memegangi kaki kiriku yang putih ini sambil sesekali membenahi poni lurusku yang 3 hari lalu dipangkas oleh ibu karna kata ibu poni panjangku penyebab kenapa mataku sering sakit. Ibu hanya tersenyum lebar melihat tingkahku yang memang masih kental dengan sifat kekanak-kanakan karna memang aku bukanlah gadis remaja. “Ibu tadi menyuruh juan agar annisa segera pulang kan bu? Ada pakaian yang mau disetrika ya bu? Sini annisa setrika, ibu pasti lelah” aku pun ingin segera beranjak dari tempat duduk dan segera pergi ke kamar untuk menyetrika pakaian para tetangga. Ibu hanyalah seorang buru cuci yang semangatnya luar biasa demi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari kami. “Tidak annisa, ibu tidak akan menyuruhmu ini itu. Marilah nak, ada yang ingin ibu katakan” aku pun kembali ketempat semula dengan kaki yang masih agak pincang. Aku masih tetap tersenyum dengan senyum khas anak 13 tahun dan duduk dipangkuan ibu. Ibu membelai rambutku dan sesekali menciumi rambutku dan mungkin ibu sudah terbiasa dengan bau rambutku yang jarang sekali berbau shampoo, namun tetap indah lurus. “Nak, ibu bolehkan pergi merantau?”, “Merantau itu apa ibu?” aku pun mendongakan kepala kearah ibu yang aku lihat air matanya seakan tertahan, “Merantau itu pergi dari tempat asal dia tinggal nak. Merantau karna menuntut ilmu, karna ingin merubah nasib dengan kerja, semuanya bisa dikatakan merantau kalau ia berpindah atau pergi dengan jarak yang tidak dekat”, “Emangnya ibu mau merantau kemana” tanyaku sambil menundukan kepala, dan ibu masih saja tetap membelai rambutku, “Ibu ingin ke Arab Saudi nak, mencari uang yang banyak agar kamu tidak hidup menderita seperti saat ini. Ibu ingin kamu sekolah yang tinggi, jadi orang yang tidak di pandang sebelah mata, dan nantinya menjadi orang yang besar dengan segudang prestasi yang akan membuat ibu bangga dan ayah pasti akan bangga dengan anaknya yang cantik ini menjadi orang yang hebat” aku merasa ada tetesan air yang tepat mengenai tanganku dan aku melihat ibu menangis. Selama ini, aku baru 2 kali mendapatkan ibu menangis. Pertama pada saat ayah meniggal dan kedua pada saat ini. Aku pun turun dari pangkuan ibu dan berdiri di depan ibu untuk menghapus air matanya, kuraba pipinya dan kuperhatikan dengan jelas wajah ibu yang cantik. Ternyata aku seperti ibu cantiknya dan ibu pun memeluk ku, “Kamu maukan ibu tinggal merantau nak?”, “mau kok bu. Tapi kita masih tetap ketemu kan setiap hari bu? Annisa gak bisa kalau ibu gak ada. Nanti siapa yang mau masakin annisa? Yang ngajarin annisa belajar, yang ajak annissa pergi kerumah-rumah mewah. Walaupun ibu sering marah kalau annisa suka lari-lari dirumah itu” air mata ibu mulai bertambah deras dan aku kembali menghapus air mata itu, “Ibu kenapa menagis sih? Annisa mengijinkan ibu bekerja kok, ibu jangan sedih ya. Annisa pasti bakalan jadi orang yang pintar dan bisa seperti habibie yang buat pesawat yang sering ibu ceritakan itu”, “Tapi nak, ibu akan pergi jauh kerjanya. Bukan hanya di komplek sebelah. Ibu akan pergi kesana naik pesawat, dan kita akan lama tidak berjumpa, bisa jadi kita hanya bertemu setahun sekali bahkan lebih”, “Maksud ibu, ibu akan meninggalkan Annisa sendirian disini? Ibu gak sayang sama annisa? Ibu jahat, annisa akan membenci ibu kalau ibu pergi” aku pun beranjak lari meninggalkan ibu yang masih menangis. Dikamar aku masih berfikir, dimana Arab Saudi itu kenapa ibu ingin kesana dan perginya naik pesawat. Apakah ibu sudah tak mencintai aku lagi, atau jangan-jangan ibu marah karena aku sering bermain kotor dan malas belajar. Kalau aku berjanji akan merubah semua apakah ibu akan berjanji tidak akan meninggalkan aku sendiri. Aku pun menghapus air mataku dan berjalan menuju ruang tamu dimana ibu masih terlihat duduk. Tapi aku berat sekali menghampiri ibu, pasti ibu marah karena tadi aku ngebantah ibu. Aku hanya berani memperhatikan ibu dari balik kain gendong yang panjang yang dipasang ibu untuk menggantikan fungsi pintu. Aku lihat ibu menangis dan ibu sepertinya sedang mengambil sesuatu dibelakangnya dan itu foto ayah, ibu memeluk foto ayah sambil sesekali ibu menciumi foto ayah. “Mas, sri akan ke Arab Saudi mengadu nasib disana demi mewujudkan mimpi mas yang ingin melihat anak kita bersekolah yang tinggi. Kalau sri masih disini sebagai buruh cuci dengan gaji yang hanya bisa untuk makan seminggu pasti tidak akan bisa menyekolahkan annisa tinggi. Tapi annisa tidak mau sri tinggal mas, sri kasihan melihat dia tadi sepertinya sangat bersedih. Andai kamu masih hidup mas, pastilah sri tidak akan merasakan sesedih ini karena sri masih mempunyai teman untuk saling bertukar cerita” ucapan ibu yang mampu aku dengar dengan jelas itu membuatku tak kuasa membendung air mata ini lagi. Dan aku lihat lagi ibu membuka sebuah kotak yang berukuran agak besar, aku juga tidak tahu apa isinya dan ibu menutupnya kembali. Aku lihat ibu sepertinya ingin berjalan ke kamar, aku segera menuju tempat yang hanya beralaskan anyaman pandan dan  berpura-pura tidur. Aku merasakan hangatnya sentuhan ibu dan nafasnya seakan dekat terasa ditelingaku, “Ibu sayang kamu nak, ibu pergi bukan berarti ibu gak sayang. Semua gaji ibu akan ibu kasih ke kamu nak, untuk sekolah kamu, untuk cita-cita kamu ingin menjadi seorang dokter. Ibu akan mewujudkan itu untuk kamu nak. Maka ijinkanlah ibu pergi merantau ya nak. Annisa putri ibu yang cantik, ibu sayang kamu nak” ibu pun mencium keningku. Ku rasakan ibu beranjak dari sampingku dan tak lama aku dengar suara ibu sedang mencuci pakaian. Aku pun membalikan badan ku dan kelelahan menangis membuatku tertidur sungguhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar