Jauh sebelum punya handphone, selalu nulisnya dibuku. Kebawa sampai sekarang, lebih mengalir kalau nulis diatas kertas
Sabtu, 27 Desember 2014
Kamis, 25 Desember 2014
Gerimis senja
Sedang diberanda, melihat gerimis.
Bekas hujan yang lebat. Lagi-lagi aku menemuimu. Tiada senja yang diawali biru langit kali ini. Tapi hujan cukup menenangkan, bagiku. Dan katamu. Tapi hatiku cukup biru atas hadiahmu, terimaksih. Terimakasih, walau sempat membuat ku tersenyum tanpa jedah. Aku jadi tidak ingin ada pertemuan. Sebab aku takut kita tak akan seriang ini. Kita pasti membisu, bak orang yang tak pandai bicara. Tapi bukankah kita juga tak pernah bersuara? Namun, aku menebak andai kata-kata kita bersuara; suara gerimis yang jatuh di dahan akan kalah merdunya..
Rabu, 24 Desember 2014
Andai dia jatuh
Ibarat air di dahan
Bisakah ikhlas?
Benar rapuh namun tak jua menetes
Tak bisa berdusta bahwa rindu tanah sudah tak terbendung
Namun tetap menahan
Sekuat mungkin bertahan
Sekuat mungkin menggenggam
Jumat, 19 Desember 2014
Selasa, 16 Desember 2014
Bayang
Berteduh
Dan nyatanya aku selalu rindu
Entah pada siapa yang mampu membuat ku lumpuh
Kita sering bernyanyi bersama
Pagi siang malam
Dan hujan kali ini menghadirkan kembali sosok yang sering kunamai
Tapi tetap kian membisu
Kau sering mengajarkan arti hujan di atas panas
Dan aku selalu menyukai itu
@ParkiranaMobilDosenFFUSU W/Alba❤
Selasa, 09 Desember 2014
Minggu, 30 November 2014
Desember
Desember pernah terjadi pengharapan besar. Tentang mimpi. Tentang cinta. Tentang persahabatan. Juga tentang senja. Ada yang rancu awal Desember kali ini. Camar tak lagi bernyanyi disamping jendela. Apa aku yang salah tidak memberi senyum?
Desember pernah terjadi pengharapan besar. Tentang senja. Tentang persahabatan. Tentang cinta. Juga tentang mimpi.
Tentang cinta; pemahaman yang berbeda. Memeluk erat bayangan yang buta. Tanpa kau tau aku terus menggenggam bayangan tangan yang kaku. Tanpa kau tau!
Tentang persahabatan; kebersamaan yang hakiki dengan segala luka.
Tentang mimpi; pertemuan dengan keikhlasan. Berpapasan dengan ketulusan yang abadi.
Tentang senja; itu kau. Aku. Doa..
Kamis, 20 November 2014
Peran
Tak ada yang ditinggalkan
Aku juga tak akan beranjak
Kadang aku menjiwai peran ini
Kau pangeran
Dan aku putri yang kaku
Jumat, 07 November 2014
6:57 AM
Kau pulang pukul berapa?
Aku dengan baju pengharapan menunggu
Bersama gerimis yang menggila
Menakar rasa cemas ku
Lalu menampung gerimis yang acuh
Mentitah yang ada
Mulai dari yang merah sampai abu-abu
Pagi ini hati ku tak baik
Sekalipun mawar jingga kau lekatkan di daun telingaku
Sebait puisi kau bacakan di depanku
Aku tetap marah
Tapi jangan kau pergi lagi
Karena November tak pernah benar rain seperti yang di lagu
Sekalipun kau pernah menjadi mendung
Sebaik itu pulalah ingatan mengekalkan kenangan
Aku tetap marah
Agar bisa tercipta sajak
Yang terus menggantung di beranda
Yang terus terbaca di tiap pergantian hari
Minggu, 02 November 2014
Senja di awal November
Menarik kembali ketika senyummu hadir tanpa permisi
Masih
Harapan itu memuncit bak punuk onta
Senja berlukis wajahmu terlihat lagi sore ini
Gerimis yang mewakilkan asa ku
Kau
Masih tak pernah tahu
November
Senja membiru kembali
Bagiku
Merangkul sendiri bayangan yang ternyata tak pernah nyata
Terduduk terdiam dengan sentuhan yang ternyata tak pernah tersentuh
Aku hilang di pelupuk matamu
Semakin hilang tersapu mentari yang termalu
Tinggalkan saja aku disini
Ditempat biasa aku bersama hujan
Ditempat biasa aku bersama bayangmu
Tinggalkan saja aku
Tersenyumlah
Terkadang aku harus sadar bahwa kita bukan siapa-siapa
Dan ada langkah yang berat
Karena mungkin kuncinya sudah kau hanyutkan di pantai rancabuaya
Untuk kemudian kau pergi dengan meninggalkan sesuatu yang sudah tumbuh disini
Di hati...
Jumat, 31 Oktober 2014
Ujung Oktober
Aku sudah
Dan perlahan
Demi perlahan
Perlahan
Aku mulai mengerti
Sampai kini
Aku memilih pergi
Kau?
Pergi jugalah
Aku sudah benci
Terpaksa
Aku menghitung sesuatu
Jejak yang mungkin kosong
Jejakku dan jejakmu yang mati
Tak ada sisa
Aku terlamun
Namun tak muncul gambarmu
Semua tawa
Tak berbecak
Mungkin harus putih
Dan aku pergi
Bukan hanya Oktober
Sabtu, 25 Oktober 2014
Indahnya Ukhuwah
Jumat, 24 Oktober 2014
Mengerti senja
Diantara pulau
Kau dan aku
Tak paham
Cahayanya masuk sedikit kabut
Tidakkah kau kabut senja itu?
Jika benar
Bisakah kumasukkan ke dalam kertas bulat?
Tapi, yakinkan aku lebih dalam
Bersama senja aku tak perlu lelah beraksara dan berkata
Dan kau jualah tak perlu bersiul
Senja adalah perwakilan semua aksara dan kata kita
Keindahannya
Resapilah, ada perasaanku disana yang tak pernah tersampaikan
Adakah matamu disana?
Melihat tarian senja yang selalu indah
Jika matamu disana, kita telah beradu pandang
Maka ijinkan aku bahagia sampai menangis
Dan pada waktunya ada bahu yang hangat
Sambil melihat senja bersama di ruang dan waktu yang tak terhalang pulau lagi
Minggu, 19 Oktober 2014
Menjadikannya sebuah prosa
Ada saat dimana sebenarnya aku harus diam ketika aku dengan sengaja meluangkan waktu untuk meresapi hujan di tempat dingin itu lewat beranda penginapan. Memeluk erat jemari ku sendiri dan kilatan tak pernah mampu membuat ku takut lagi. Karena mungkin senyum mu yang terkadang tiba membuat ku merasa kilatan di langit sudah tidak ada apa-apanya untuk membuat ku takut. Yap, tatapan mu yang terkadang di iringi senyuman lebih mampu membuat ku terkejut, lantas sedikit ada sesuatu yang rasanya di peluk erat menjadi hangat. Ah, hujan kemarin masih bisa kurasakan sampai malam ini. Disaat aku sudah berada di atas ranjangku dan memakai baju yang nyaman tanpa harus terlihat siapapun.
Aku hapal rasanya dingin dan hujan di Sabtu malam; kita terkaku, aku bisa hapal wajahmu yang tak bersenyum, pun denganku. Sapaan yang biasanya, tidak hadir untuk malam ini. Dan ini memang harus. Aku sering secara tak sengaja melihatmu dan kau biasa saja, karena memang tidak pernah ada yang harus di luar biasakan. Ada sikap yang secara sempurna aku sukai, dengan caramu berjalan. Dan punggungmu yang sering aku tatap sambil berdoa kau tak pernah membalik arah kebelakang, karena aku takut tiba-tiba aku tidak bisa menyembunyikan kepanikan itu. Dan benar, kau hilang di antara hujan.
Aku hapal rasanya hujan dan dingin di Minggu malam; kita bercanda seperti biasa dan kita tidak sendiri. Kau menyuruh ku untuk berpuisi dan aku hanya tersenyum sedikit tertawa. Aku mengalihkan segalanya hingga tiba waktu aku menghabiskan menit bergurau dengan temanku dan kulihat kau sudah menghilang, mencuri waktu aku memperhatikan sekitar. Tak lama kau berlari tanpa menutup kepala. 2 detik saja aku melihatmu dan mengalihkan pandangan ke arah teman yang asik bergurau dan aku kembali terikut. Malam kian larut dan hujan menambah dingin. Satu persatu kembali mengkondisikan suasana sebaik mungkin untuk penginapan, sedang aku masih terkaku memeluk erat tubuh ku sendiri menatap luas lapangan berumput itu. Ku ambil pena yang disaku, ku rentagkan tangan ku di hadapan dan aku mulai berpuisi di tangan ku sendiri. Suasananya memang tak ubahnya seperti background novel tergalau yang pernah tertulis. "seorang wanita duduk sendiri diatara kamar-kamar penginapan. Cahaya lampu dari sisi lapangan luas mampu sedikit membuat hujan yang hadir seakan puluhan kipas yang menyejukan. Sendiri berpuisi di tangan kirinya dan tersenyum begitu siap". Entah sudah berapa kali aku membacanya dan semuanya harus terhapus oleh air hujan itu sendiri.
Aku ingat dingin tanpa hujan di Minggu pukul 3 pagi; berjumpa tanpa ada canda lagi dan aku paham. Kali ini aku terkaku dan kau biasa saja. Kau berlari untuk ku dan aku tidak merasa apa pun. Suasana begitu membuat ku sungguh terkaku. Dan kita biasa saja dengan jarak yang kita paham. Lalu aku diam dan sedikit mencuri matamu untuk yang pertama. Tanpa hujan dan harusnya aku butuh hujan untuk menyampaikan puisi ku yang tertunda beberapa jam..
Kamis, 16 Oktober 2014
104-15a
Di relung yang pernah mati
Yang tak bernama
Adakah rindu yang sama akan kita?
Angin disini menyampaikan salam
Bukan dari mu
Mungkin nyawamu satunya
Dia bilang kau hidup lagi
Aku pernah diantara lazuardi
Di sisi kanan aku tak letih menantimu
Dan benar kau datang membawa mawar
Mawar jingga yang tercipta dari ratusan senja
Kau katakan "simpan ini"
Bibir ku terkatup
Kau tersenyum
Kau katakan lagi "aku bisa denganmu sampai ribuan senja berganti"
Aku paham warna tawamu
Ketika kau peluk aku nyaman
Aku jua lah paham rasa senyummu
Ketika tangan kita saling menggenggam
Kau ibarat sebuah embun yang tiba di pelupuk daun
Kau ibarat burung dara yang cantik
Bisa terhitung waktu kita di awal jumpa
Tapi aku benar tidak bisa menghitung tulisan terimakasih untukNya karena telah menerbangkanmu hingga akhirnya kita dipertemukan
NB; Puisi untuk Nelfi Yuliza, adinda tersayang, semoga suka dan terus tersimpan hingga tiba dimana raga tidak bisa bertemu lagi :)
Rabu, 15 Oktober 2014
Rabu, 08 Oktober 2014
Meringkuk dingin
Terpata-pata aku benamkan wajah ke lutut
Ada yang terluka dan tak terungkap
Disaat semua perjalanan menguak kisah
Menyerah itu rasanya seperti apa?
Apakah senikmat teh hangat di pagi yang gerimis?
Atau sepahit kopi tak bergula?
Ya Rabb, ada kegaduhan di relung pikiran ini
Detik jam terus berlalu
Bodoh, sudah berapa ratus detik yang terlewat
Dan semua terus tetap tidak menunggu
Untuk aku berdiri dan menyeka bulir-bulir air yang menari indah di pipi
Aku rasa dingin sepagi ini diantara pakaian paling terhangat yang ku punya
Apakah embun di luar ikut menyapa ku?
Aku makin memeluk erat kaki meringkuk
Tak ku dapatkan apa-apa
Jumat, 03 Oktober 2014
Ada cerita di hujan sore tadi
Santai saja, ini bukan puisi. Pun aku menuliskannya dengan santai kok di temani lilin kecil. Tanpa beban, walaupun laporan praktikum 2 judul belum terselesaikan, ditambah lagi suasana hati yang sedang gundah, Tsaaaaa *curcol
Next, back to story :)
Sekarang lagi memang musim hujan di Kota ku. Nyaris tiap hari hujan dan kabar gembira buat aku kalau ada teman yang buat laporan "Gila, deras kali hujan diluar wak!" Hehehe, Iya aku suka hujan dan itu bukan hal yang asing buat orang yang memang sudah dekat dengan ku. Tapi, dengan aku menuliskan ini orang yang tidak dekat dengan ku pun menjadi tau kalau aku suka hujan. Mungkin lebih tepatnya mandi hujan sambil bawa motor dan memakai mantel a.k.a jas hujan. Jujurnya sih mantel lebih aku fungsikan untuk melindungi tas ransel ku. Sering aku usulkan untuk membeli mantel tas tapi sudah ku duga, mamak nggak pernah mengijinkan. Karna ya itu tadi, dengan aku mempunyai mantel tas maka jas hujan ku pasti selalu anteng di bagasi motor dan membiarkan aku basah kuyup secara sengaja, tapi itu indah cuy. Walaupun temen-temen sering bilang aku udah kena gangguan jiwa gegara hobi ini, tapi masa bodo sajalah selama aku tidak benar kena gangguan jiwa.
Dan sore tadi memang salah satu adegan mandi hujan sambil bawa motor terekstrim yang pernah aku jalani setelah pernah dari kampung sampai rumah mandi hujan bersama Mamak dan Mamak yang memang agak ragu berhasil percaya setelah aku menyakinkan kalau Insya Allah pasti selamat sampai di rumah. Kenapa? Karena tadi hujan disertai angin yang kencang dan sesekali petir bergerumuh tidak pelan. Dan Subhanallah aku bisa menyaksikan terangnya jalan secara alami dan hembusan angin yang memang seakan membela jalanan menjadi beberapa bagian karena efek hujan yang deras, aku bisa merasakan Maha besar Allah akan segala nikmatnya saat itu. Hujan yang deras seakan menusuk-nusuk tangan dan menembus jas hujan yang aku kenakann, di tambah lagi hujan yang bertabrakan dengan kaca helm ku dan entah mengapa aku menikmati itu. Seekstrim-ekstrim nya tingkah ku, di saat seperti itu aku tidak berani memacu motor matic ku di atas 40km/jam. Karena kalau aku segila itu, kemungkinan aku tertiup angin sangat lah besar, karena sedikit demi sedikit aku bisa merasakan hembusan angin yang seakan menggoyangkan motor ku, tapi lafadz Allah dan Ayat kursi tak pernah terputus dari bibir ku, sekalipun suatu hal terjadi setidaknya bibir dan hati tetap terjaga dengan ucapan yang baik.
Sesekali aku lihat sekitar, banyak orang yang berteduh di warung-kios-toko yang tutup dan ditempat lain yang memugkinkan untuk mereka untuk tidak terkena hujan. Tapi batin ini berbicara "Helllo, harunsya kalian tau, betapa nikmatnya ini" aku pun tersenyum. Sejauh mata memandang kabut menyelimuti karena memang hujan yang deras dan Alhamdulillah kaca mata lah yang membantu penglihatan ku, kalau tidak mungkin aku tidak ada di jalan saat itu. Aku mulai menebak-nebak apa yang akan dikatakan Mamak gitu tau aku pulang di saat hujan deras seperti ini dan semoga jawaban "Iya mak, pengen buka puasa di rumah sama Mamak" adalah jawaban yang bisa menghentikan nasihat Mamak yang pasti akan panjang dan lebar, aku tersenyum kembali saat itu. Aku kembali perhatikan lagi sekitar, mobil mendominasi saat itu, motor bisa dihitung jumlahnya. Siapa juga yang mau dijalan hujan-hujanan seperti ini pakai motor kalau bukan orang-orang yang memang mempunyai urusan penting dan orang yang mempunyai hobi aneh seperti aku. Dan hal yang paling greget itu adalah ketika melewati jalan cekung yang berisi air hujan, yap sudah bisa ketebak, apalagi kalau bukan bisa menciprati pengendara sebelah yang juga lewat, kebanyakan sih mana ada yang berani protes, toh tanpa di ciprati juga basah juga, hehe. Ini bukan jahat, tapi sudah manusiawi kok. Karena aku juga nggak pernah protes kalau mobil yang melakukan itu pada ku, tapi kalau lagi hujan ya, kalau lagi nggak hujan tetiba ada mobil yang lewat dan jrettt pakaian ku basah semua itu sudah lain ceritanya. Ya paling ngejar tu mobil dan sampai di samping kaca jendelanya langsung nunjuk-nunjuk kepala (baca: nggak punya otak ya?), hehe. Tapi Alhamdulillah, sejauh ini belum pernah mengalami hal sesakit itu.
Berusaha membuka pintu pager tanpa harus turun dari motor dan yess berhasil, hujan masih belum ada kurangnya, masih deras seperti awal aku memakai jas hujan di SPBU di kawasan Karya Wisata. Aku yakin seisi rumah termasuk Mamak pasti kaget mendapati aku sudah tiba di depan rumah, karena Mamak suka khawatir berlebihan kalau aku sudah pulang dan mendapati aku kuyup walaupun dengan keadaan jas hujan melekat di badan. Dan benar dugaan ku, Mamak marah karena aku menerjang hujan dan tidak memilih berteduh. Mungkin sekurangnya begini percakapannya, "Ya Allah kak, mamak udah doa supaya kau nggak pulang hujan-hujan gini | Hehehe, tadinya mau teduhan mak, tapi sayang uangnya untuk buka puasa diluar | Untuk apa di kasih uang jajan kalau nggak pernah di jajani? | Hehehe, kan mau buka puasa sama Mamak dirumah | Kalau hujan itu ya mbok teduhan dulu, kayak abangmu itu | Justru hujan-hujanan itu yang enak Mak | jangan sombong, untung masih di kasih keselamatan sama Allah | Iya lah mak -_-
Jujurnya aku memang jarang makan diluar guna menghemat, lebih sering selalu bawa bekal makan siang dari rumah dan bawa makanan kecil untuk sore nya kalau sudah lapar dan tak kunjung pulang. Uangnya di tabung, udah tersimpan banyak beli buku deh, hahaha. Tapi lebih sering keguna untuk ini itu urusan kuliah, jadi kalau memang masih terjangkau sama uang simpanan jarang minta bapak lagi. ckck. Setelah nego ini itu ini itu akhirnya nasihat Mamak terhenti dengan perjanjian aku nggak akan nekat pulang kerumah lagi kalau hujan angin seperti tadi. Dan suara Adzan pun bergemah, Alhamdulillah hari ini sangat luar biasa.
Diantara ribuan rintik hujan tadi ada sebuah doa yang teruntai. Harapan untuk menjadi yang lebih baik lagi, sudah pasti. Dan aku tau ada yang harus segera di perbaiki dari diri ini hingga akhirnya aku rela..
Terimakasih sudah meluangkan waktunya untuk membaca ini. Ini hanya sebagian saja, karena ada yang tidak bisa berhasil aku ingat lagi, mungkin semua sudah ikut hanyut dibawa hujan atau terikut oleh angin yang nyaris menerbangkan aku tadi..
Senin, 29 September 2014
Rabu, 24 September 2014
Yasmineong :"D
Ulah iseng bapak sama adek, hehe. Mungkin agak terinspirasi dari perempuan sekarang yang suka pakei pensil alis tebel nya waw, hehehe :D :D |
Entah siapa yang ngajarin dia tidur beginian. Gak sopan, untung hewan -_- |
Ini waktu lagi Sholat Shubuh, gak tau kapan, hehehe :"D |
Dicariin kemana-mana rupanya asik bobok imut di atas motor ku, haha gak tau juga ini kapan :"D |
Waktu Yasmin kedatangan tamu dari kucing kampung sebelah. Mungkin karena betina juga jadi Yasmin kurang tertarik, hehe. Tapi ni kucing suka nyolongin makanan Yasmin diem-diem, hehe :"D |
Selasa, 23 September 2014
Selamat pagi, Elang
Masikah kau 'bernyawa' pagi ini?
Aku ingin mendengar detak jantungmu
Yang berdetak seakan bilang 'di ngin di ngin' lantas kau terbang
Selamat pagi, Elang
Masikah sayapmu segagah dulu?
Ketika aku mati
Hangat mu yang menghidupkan aku lagi
Selamat pagi, Elang
Dan aku bisa jadi tidak sesetia udara yang menerbangkanmu
Aku mungkin akan pergi
Tapi aku harap akan menjelma menjadi angin
Minggu, 21 September 2014
Rabu, 17 September 2014
Pukul 5
Saat kusapa hatimu
Dan kau tidak hadir
Tapi nasibku terus mencari muara
Berbisik di ujung pukul 5
Saat aku bercerita dengan irama
Dan bayangmu kian hilang
Tapi nasibku terlanjur hanyut di setiap instrumennya
Berlirih di sisi pukul 5
Saat angan terbias oleh saujana
Dan bayangmu termakan senja
Tapi nasibku terbang bersama lazuardi sambil mengeja namamu
Selasa, 16 September 2014
Minggu, 14 September 2014
Pelupuk senja
Seakan nyata akan sebuah bayang yang pernah menjadi angan
Mampukah aku tahu akan warna kemejamu?
Lantas aku berbisik 'kau terlihat rapi'
Di pelupuk senja di bukit yang rendah
Kembali aku berdua bersama puisi
Dan kita masih sama
Tidak pernah bicara
Hingga pada akhirnya aku terlanjur jatuh cinta pada setiap nyawa dari puisi ku yaitu kau.
Sabtu, 13 September 2014
Kau, Oase.
Untukmu yang tak pernah teraba: Di ujung pagi ini aku sendiri tapi tak sepi. Ada yang aku tunggu hingga akhirnya semua mejadi basah dan kau menjadi yang terucap disana. Walau hanya untuk sekedar meminta "jaga dia untuk waktu yang panjang"
Untukmu yang pernah tertulis: Hanya tertulis tidak teraba. Di dinding yang berlumut aku sering menantimu untuk kemudian tersenyum tanpa bisa kau lihat. Ketika hujan tak pernah saling bersamaan membuat kita dingin.
Untukmu yang pernah tertulis: Bisa jadi kau oase dalam setiap puisi ku yang kering.
Jumat, 29 Agustus 2014
Saya transparan (mungkin)
Mungkin ini sudah sering terjadi, tapi saya ambil dua kejadian saja. Karena kalau banyak-banyak takutnya gak habis.
Tukang rujak yang memang kualitas rujaknya itu "wow" hanya lewat sekitaran pukul 10 pagi di depan rumah. Alhasil seperti biasa, menunggu dan menunggu dengan kelenjar saliva yang sepertinya tidak bisa di ajak kompromi dengan membayangkan nanas dkk di hadapan. Tak lama, 'teng teng teng' saya pun bangkit dari duduk dan segera lari kedepan rumah. Yap, karena kebetulan tukang rujaknya naik motor jadi agak kelewatan dikit. Buru-buru dah tu ya buka pintu pager, jerit 'RUJAK! RUJUK! RUJAK! WAK RUJAAAAKK!' tidak dengar juga. Karena memang sudah kepengen rujaknya kebangetan, jadi tetap tidak putus asa memanggilnya, jarak nya itu tidak terlalu jauh tapi heran aja kenapa sebegitunya tukang rujak mengabaikan panggilan saya. Dan terdengar juga samar suara tetangga memanggil rujak "eh, Alhamdulillah balik" saya yang melihat dia berbalik arah pun senang bukan main dan mengambil uang dan piring ke dalam rumah. Saya lihat tukang rujanknya sedang memotong buah-buahnya yang sudah pasti untuk tetangga saya yang memang hanya berjarak 10 meter mungkin. Dan saya pun memanggil tukang rujak itu supaya jangan pergi dulu karena saya mau membeli. Tapi, yaitu tadi, tukang rujak itu tak juga melihat saya. Karena saya pikir suara saya kekecilan saya pun berulang kali memanggil dia. Menurut hemat saya, tak usah lah dibutuhkan indra pendengarannya untuk tahu kehadiran saya yang sebagai raja, sedikit saja menoleh, mungkin dia tahu kehadiran saya yang sedang bawa-bawa piring. Dan tak lama tukang rujak itu pun pergi. Tukang rujak itu sungguh tak tahu kehadiran saya. Oke, mungkin belum saatnya makan rujak. Saya pun masuk dengan piring kosong dan Ibu saya tertawa mendengar cerita saya yang mungkin sudah terlalu mainstream..
Terlepas dari tukang rujak yang hingga kini saya sungguh tidak mau lagi berlangganan dengan dia, kita kecerita berikutnya yang tak kalah ngenesnya.
Sore hari, seperti biasa saya menyapu halaman luar. Tak lama tukang aksesoris dan main-mainan berjalan atau biasa di sebut "Serbu" a.k.a serba seribu lewat. Huh, padahal harganya mana ada yang seribuan, entah siapa pencetus nama seperti itu. Tapi yasudalah! Saya jadi ingat kalau Ibu kemarin bilang beliau butuh jarum jahit dan memang menunggu serbu ini lewat. Saya pun langsung berdiri di pager rumah yang memang masih lebih tinggi saya dibanding pagernya, sebelum serbu itu lewat saya sudah beradu pandang dengan tukang serbu tersebut "serbu!" jerit saya kecil dan dia berlalu saja tapi masih tetap melihat saya, tepat di depan rumah saya panggil lagi dengan suara agak kuat tapi tetap tidak memberhentikan motornya hingga akhirnya saya pun melambaikan tangan bukti bahwa ada saya loh disini yang manggil tapi gak dipedulikan dan sudah bisa diduga serbu itu berlalu begitu saja lewat didepan rumah. Saya yang merasa aneh pun langsung berbalik badan dengan sapu dan melihat kearah adik saya yang berdiri di depan pintu yang hanya mengenakan handuk karena baru usai mandi sore, spontan saya bertanya "Dil, kakak ini sekarang enggak transparan kan? Kau bisa lihat kakak sekarang kan dil?" sambil memegang pipi dengan wajah masih menunjukan ekspresi aneh, adik saya pun hanya tertawa. Ibu yang keluar kamar tak mau kalah menertawakan saya yang masih seperti tidak yakin ada penjual yang sebegitunya. Ibu hanya bilang mungkin suara saya kekecilan. Tapi ini tidak berbicara soal suara lagi, tapi sudah saling lihat masak iya tukang serbu itu tidak bisa lihat mulut saya yang mungkin sedang seperti orang bicara walaupun hanya satu kalimat "serbu". Ha, aneh memang. Tapi sudalah, saya mungkin dianggap transparan sama mereka. Mungkin lebih tepatnya tidak di anggap! Ini lebih galau dari masalah percintaan Ben dan Marshanda, menurut saya..
Senin, 25 Agustus 2014
Minggu, 24 Agustus 2014
Janhujanhu
Iya, dikota ku hujan
Langitnya kelabu
Tapi tidak untuk suasanaku
Suara hujan yang jatuh di muka rumahku merdu suaranya
Apalagi yang jatuh di genting
Kalau saja aku seorang pencipta nada mungkin satu lagu cukup untuk satu moment hujan
Bersyair kan tentang rintik senja~
Sabtu, 23 Agustus 2014
Langit bersajak di beranda
Aku hanyut oleh angin
Menyapu wajah
Yang aku kira itu kau
Di beranda;
Langit kosong
Bak permadani tak bercorak
Pada gelap saja ku sembunyikan ini
Di beranda;
Jika aku menulis sajak di langit
Kau punya waktu 120 detik tidak untuk menatap terus keatas?
Aku tak akan lelah
Di beranda;
Sendiri
Sunyi
Harap
Sendiri menikmati langit kosong
Sunyi tak berbintang
Harap kau yang menjadi bagian dari puisi...
Jumat, 22 Agustus 2014
Semoga tidak
Tapi patahan nya sudah rapi
Aku lupa bertanya
Apakah kau akan pergi?
Setelah sekejap kau titip pesan
Siapa aku jika memang iya
Lantas apa daya ku jika memang iya
Suatu saat jua lah pasti iya
Haaa
Paling saja aku hanya bisa berpuisi kalau iya
Menikmati kematian itu pabila iya
Tapi akan ku berikan sajak-sajak yang tak pernah terlihat jika tidak
Bahkan tersenyum sambil berurai air mata jika sungguh tidak dan kau disini
Kita berpuisi bersama ditengah cemara..
79 Menit, di bibir senja
Yang aku sebut senja
Dengan setengkai kepatahan jiwa yang mendera
Dan senyum yang aku latih sejak malam
Aku menunggu mu di ujung sore
Di antara terik
Aku terduduk di bibir senja
Dengan pakaian bekas gerimis
Aku menungu mu di ujung sore
1 menit
79 menit
Hingga akhirnya langit tak lagi jingga dan kau enggan datang..
Kamis, 21 Agustus 2014
Cerita malam
Pada bayangmu yang kaku
Kian kaku dengan dingin
Pada pelukan yang tak beraga
Membisu aku bercerita
Pada bekas puisi mu di sisi jalan ini
Terpejam seluruh hati
Tanda betapa aku rindu
Aku rindu
Pada puisi mu
Yang berjingkrak di atas tanah basah
Sedang aku bertepuk tangan
Aku kangen
Pada bait kata mu
Yang melantunkan nada tanpa bimbang
Sedang aku tersipu
Hingga pada akhirnya kau tak pernah tahu..
Rabu, 20 Agustus 2014
Wanita berambut sasak
Ketika matamu dengan tajam menatap ku
Cacimu yang aku ingat
Kau duduk di bangku dengan menunjuk-nunjuk kertas kepunyaan ku
Aku sangat ingat jelas
Aku hanya mengangguk
Sepata kata ku ucap dengan terbata
Mata ku mulai nanar namun bibir tersenyum tak besar
Aku sangat ingat jelas
Ketika kau seperti Tuhan yang meramal akan masa depan ku
Disitu hati ku tersobek
Rasa ingin melayangkan tinju kewajahmu sekan telah kususun
Aku sangat ingat jelas
Kau memakai baju dan rok berwarna merah muda
Lipstik merah muda yang sukses menutupi usia mu yang tak mudah
Parfume yang aku pikir aku akan butuh waktu 2 bulan untuk memilikinya
Kau, wanita dengan rambut sasakan yang aku maksud!
Aku membencimu
Kau, wanita dengan rambut sasakan yang aku maksud!
Kau berhasil membuat aku menangis saat jalan pulang
Kau, wanita dengan rambut sasakan yang aku maksud!
Akan ku temui kau dan aku akan bicara lembut di depan mu "Ingat kah kau? Aku yang dulu pernah kau caci dan acuhkan"
Selasa, 19 Agustus 2014
Di pucuk malam
Pun hujan membuat kaku bibir
Membuat bayang seakan nyata
Membuat bualan menjadi buaian
Kau bicara dalam hati
Sedang aku kau paksa akan paham
Kau bicara dalam diam
Sedang aku kau paksa akan dengar
Kita baru sekejap tak beradu
Tetapi rindu tak mau untuk mentolerin sedikit
Sekejap terpisah
Akan riuh canda dalam angan yang sempat tercipta
Sekejap terpisah
Akan duka yang terbagi meski sekeping
Aku menyusuri dingin tanpa puisi
Kau, entalah
Aku terkaku di sela malam yang layu
Kau, entalah
Di pucuk malam bermunajah tentang hidup
Di pucuk malam ku genggam jari kanan
Di pucuk malam air hujan bertemankan air mata
Di pucuk malam ku abadikan rasa tanpa putus
Dan di pucuk malam aku terisak "bahwa hidup di dunia tak ubahnya seakan singgah di pulau terkecil yang waktunya hanya untuk mengumpul bekal menuju tempat abadi"
Senin, 18 Agustus 2014
Puisi malam dari Ibu untuk Toni
Ibu tak kuasa untuk tidak menangis setiap sekali suara yang tertangkap oleh telinga Ibu
Ibu baru saja usai mendoa untuk bapak agar pulang dapat menenteng sebungus nasi pemberian Pak Lurah
Nak, minumlah air yang Ibu timba tadi sore tapi ingat tutuplah hidungmu ketika kau meneguknya
Nak, kau dengar? Bapak pulang
Tak usah kau pegang lagi perutmu yang mengecil semenjak bapak mu di PHK sebulan lalu
Makanlah nak, Ibu dan Bapak bisa puasa sampai 2 hari
Lihat wajah Bapak mu nak, tak terbesit rasa putus akan asa yang memacu
Nak, Ibu tak pernah usai mendoa untuk kebesaran hidupmu
Agar kelak kau mampu hidup tak susah seperti Ibu Bapak
Di tanah ini yang selalu dihantui petugas pamong praja
Di gubuk ini yang selalu merayap momok menakutkan seperti banjir
Nak, Negeri kita tercinta ini sudalah 69 tahun merdeka
Tapi lihat, malam kita hanya bisa tahu terangnya lampu di sudut Kota
Ibu terpukul tiap kali kau merengek karena pedihnya matamu akibat membaca di depan lilin
Ibu terpukul tiap kali kau bertanya tentang rasa udang dan kepiting itu seperti apa
Tapi Ibu teramat bangga ketika gurumu menyalutkan kecerdasanmu
Nak, kita tidak sendiri yang seperti ini
Ribuan teman kita masih ada yang lebih pahit hidupnya
Tidur di emperan toko meringkuk dingin dan kehujunan kuyup
Tanpa Bapak dan Ibu
Nak, Indonesia sudah merdeka selama 69 tahun!!
Minggu, 17 Agustus 2014
17 Agustus '14, Senja di desa pantai cermin
Jumat, 15 Agustus 2014
Surat ini untukmu 2
Waktu aku menulis ini pagi sedang gerimis. Semakin menambah kebimbangan akan hidup yang aku pilih sekarang. Aku tak pernah mau menceritakan ini padamu. Pun aku ceritakan aku tidak tahu kalimat apa yang akan aku ucapkan dan kalau aku kirim melalui tulisan aku tidak tau kata apa yang harus aku tulis dahulu. Tapi secara diam-diam aku selalu belajar darimu. Belajar bahwa masalah yang ada dan datang bukan untuk membuat kita langsung mengibarkan bendera putih lantas mati, tapi untuk terus bangkit. Aku pergi dulu untuk beberapa waktu, untuk memberi ketenangan. Berdiam diri merenung akan seperti apa jika aku teruskan dan aku hentikan. Aku akan baik saja walau sedang patah. Rindu ku aku titipkan pada hujan agar kau tidak sendiri. Menghabiskan waktu kesedihan seorang diri hanya bersamaNya, mungkin itu jalan terbaik untuk saat ini. Aku terlatih untuk bangun dan membersihkan luka itu karena aku mungkin mulai menyayangi mu dalam di dalam diamnya mulut ini, sehingga aku tidak akan mennjadi wanita yang mudah menjatuhkan air mata di saat kita bersama atau tidak. Ini bukan masalah akan mu tapi akan ku. Aku pikir kau tidak tahu rasanya jika kesenangan dan kesedihan itu datangnya serentak. Tapi ah, sudalah. Kau pernah bilang kalau Allah selalu bersama orang-orang yang sabar dan aku tahu itu sudah tertulis mutlak yang tidak bisa di ganggu gugat lagi. Dan baiklah kau, walau sebelum aku pergi pun kau tidak penah tahu kalau aku selalu mendoakan orang-orang tersayang ku termasuk kau. Sekali lagi aku bilang, aku akan baik (Insya Allah). Sebelum kau bertanya-tanya ada baiknya aku pinta jangan khawatirkan aku..
Kamis, 14 Agustus 2014
Bukan puisi
Sore ini ingin bermanja dengan daun bekas gerimis tanpa harus berpuisi. Indah sekali sore kali ini, senja biru seakan nyata tanpa harus lelah aku mengimajinasikannya. Tapi diam-diam sepertinya awan membentuk wajahmu. Ku lihat sekali lagi sudah tidak, sedetik lagi aku lihat iya. Ah, mungkin ini karena rindu. Rindu pada yang tidak diketahui siapa sosoknya.
Ini bukan puisi. Sebab wangi rerumputan terlanjur membuat ku kehilangan kata-kata untuk menjadikanya puisi walau hanya sebait :)
Selasa, 12 Agustus 2014
7:15 AM bersama gerimis
Apa yang terjadi pada hatimu
Senyum mu tak ku dapat pagi ini
Kau terlalu menikmati kedinginan?
Atau kau menyimpan perasaan lirih?
Pagi juga, kamu
Jangan hiraukan aku
Sebab tak ada spesifikasi akan ini
Aku baik, gerimis
Hanya sedikit hal yang berubah ketika kau tiba di depan jendela ku
Kau, rindu?
Mari mendekatlah
Kita bisa bermain disini
Atau kau tuliskan di punggungku rindumu
Agar aku bisa meneruskan nya ke dia
Rindu?
Kata apa itu, gerimis
Aku baru mendengarnya beberapa detik yang lalu
Aku tidak mengerti maksudmu
Kau pasti pernah merasakan menginginkan aku untuk hadir di kaca jendelamu lagi kan?
Lantas kau berbisik pelan "Gerimis, apa kau lupa akan aku"
Tapi yang terjadi aku tau jua singgah
Walaupun untuk sekedar menyapa "kau terlihat anggun hari ini"
Kalau begitu benar katamu, gerimis
Bahkan saat ini aku merasakan dua hal yang tak ku sangka hadir
Pertama, kasih yang tak sampai
Kedua, rindu yang tak kunjung ada pertemuan
Sabarlah sedikit
Akan aku sampaikan
Jika aku menemuinya di perbatasan penantian
Sekarang melangkah lah
Aku akan merasa bersalah jika kehadiranku di jendela mu membuat tambah pilu wajahmu
Tidak, gerimis
Tetaplah disini
Aku menikmati kehadiranmu dan kerinduanku
Jangan kau sampaikan hal ini
Karna aku tidak ingin melukainya jika waktu tak kunjung memberi sedetik kesempatan untuk kami bisa saling menatap
Rasa ini sudah terlanjur nyaman disini
Kau terlihat hebat pagi ini
Tak beda dengan sahabat ku petir
Aku tak butuh pujianmu, gerimis...
Senin, 11 Agustus 2014
Bulan
Melihat dengan tertib bulatan bercahaya diatas
Menerawang apakah ada yang seperti ku melihatnya
Terlalu frontal kalau aku harus bicara dengan gamblang
Bicara; Hai bulan, kau tau seseorang yang sering aku titipkan rindu kan? Dia melihat mu tidak malam ini?
Tidak, aku tidak akan siap jika bulan menjwab; ha, dia selalu mengabaikan aku. Bahkan salam mu tidak pernah berhasil aku sampaikan
Ini hal biasa buat hati yang selalu tersembunyi
Ah, bulan selalu mencoba menghibur
Tapi bulan, entah mengapa aku yakin firasat ku salah..
Tanpa
Kau bisa merangkai kata walau sakalipun kau tengah di pekat malam
Aku belajar puisi darimu
Ketika aku masih sibuk dengan bualan yang sia-sia
Aku mengenalmu jauh ketika senja
Saat sinarnya terabaikan
Aku mengenalmu jauh ketika fajar
Saat semerbak wangi mawar tercumbui senja
Aku cemburu
Pada cicak yang setia di dinding kamarmu
Aku cemburu
Pada tetangga mu yang setiap hari melihatmu
Dan terakhir, aku ingin..
Minggu, 10 Agustus 2014
Surat di ujung hari
Tempat istimewa yang pernah ada disini
Bersama beberapa kenangan
Kenangan yang tak pernah ku namai
Sesaat aku menikmati batasan kita
Lihat, aku tersenyum
Ucapan 'aku rindu' selalu bermuara di ujung lidah
Lihat, aku tersenyum
Diujung hari ini, aku bawakan secangkir tarian
Diujung hari ini, aku menikmati sebuah bayangan yang nyata
Diujung hari ini, aku titipkan melodi yang bisu
Diujung hari ini, aku sering menamakannya: SENJA
Sabtu, 09 Agustus 2014
Kumbang pun tertawa
Kumbang-kumbang itu baru saja pergi
Ini jejaknya
Kau terlambat, hei
Kami tadi bercengkrama tentang kau
Puas mulut menertawakan mu
Hingga kumbang kehabisan huruf untuk tertawa
Dan aku terlalu santai
Hei, apa yang kau tunggu
Apa yang kau cari?
Pergi lah, ada yang menunggu mu di ujung senja
Dia menanti tanpa waktu
Tak kau sapa dia?
Oh hei, betapa angkuhnya kau
Lihat dan dengar cerita ku
Kumbang pun tertawa lepas akan sikap mu...
Jumat, 08 Agustus 2014
Gigil
Hujan tak lagi deras
Mengapa kau berpegang erat pada jemari ini?
Sedang aku menggigil tanpa tumpuan
Sama sekali tak memberi penawar akan dingin mu
Berjalan lah disampingku
Lihat
Betapa anggun dingin yang merayap disetiap jengkal tubuh kita
Kau membiru
Sedang aku terpejam menahan
Dingin
Hangat
Sekali ini aku yang berpegang erat akan lenganmu
Kau arahkan mataku ke selatan dan berkata "ada impian yang menjemput"
Ada lekukan manis dibibir
Seketika itu pula ada yang kembali
Gerimis menerpa
Angan tak pernah mampu terikut manut bersama aliran hujan dan angin...
Kamis, 07 Agustus 2014
Selamat malam, dingin..
Hujan, angin
Seakan melegalkan ucapan "aku sangat rindu"
Dan setangkup harapan akan kata "baiklah, apa beda dengan ku"
Tetaplah
Yang aku rasa tak seperti biasa
Aku terlalu takut untuk menyentuh hujan
Takut akan rindu yang akan menjadi selimut nanti
Mencari kehangatan di setiap sela, antara rintik hujan dan sepi
Tak ada yang bisa ku kenang disini
Karena mungkin kau bukanlah bagian kenangan
Apa coba kuhitung saja berapa sekumpulan hujan yang singgah di kaca jendelaku?
Sedikit
Tak memiliki daya jika dibandingan jumlah kumpulan rindu yang aku tabung di ruang hidup hati ini...
Rabu, 06 Agustus 2014
Selamat malam, hujan...
Sial, mengapa kau harus datang malam ini?
Kau tidak tahu, kehadiranmu semakin menambah lengkap pilu kerinduan ini
Pada
Pada dia
Iya, dia
Selamat malam hujan
Tunggu, seharusnya ini adalah waktu terbaik untuk mendoa untuk kesembuhan hatiku
Kalau kau kata dia tidak akan mengetahui
Itu artinya kau bodoh!
Selamat malam hujan
Sekali ini terasa hangat, sebentar
Lantas dingin berkepanjangan
Hingga membeku dan sulit mencair...
Kepada dingin
Aku yang tak pernah terlihat
Tapi cobalah kau jabarkan seperti apa bentuk angin, bisa?
Aku tidak pernah minta untuk kehadiranmu disini, tidak, sama sekali tidak
Sudah ku bilang, aku ini hanya ingin menjadi tulisan yang tidak diketahui siapa penanya..
Selasa, 05 Agustus 2014
Surat pagi bersama kutilang
Dipersimpangan jalan ini aku kembali hadir. tanpa puisi yang berarti
Aku masih meringkuk bersama bekas fajar berembun, tanpa dia
Daun? Dingin? tidak, semua hangat
Aku pernah memberi arti pada setiap sepi
Menjadikan dingin sebuah hangat
Menjadikan ramai sebuah sepi mendalam
Bahkan menjadikan silir menjadi gersang
Tapi ah itu terlalu indah
Tak perlu dia risaukan gersang yang aku maksud
Cukup gersang yang menjadikan aku akan paham apa artinya silir yang dulu aku rangkai
Kutilang, kau dengar aku?
Itulah dia
Kau paham lah, seperti yang kau bilang
Hanya kita yang rasa...
Senin, 05 Mei 2014
Jendela
Senja memang selalu menyelipkan sebuah cerita
ketika dulu pasti tercipta senyuman
diantara sela nyanyian camar
dan sesautan jangkrik yang menjadi saksi
II
Kita pernah benar menyatu
diantara Pulau...
diantara Danau...
Kita pernah benar merasa hampa
bintang menjadi saksi
Doa malam menjadi jembatan
III
Memang akan selalu indah, apapun itu akhirnya
ketika sebuah sajak indah itu tercipta
ketika itu juga kita saling mengharap
Berkali kuberkata dalam sepi; tetapkan aku menjadi rahasiamu
aku sangat ingin denganmu
disaat embun...
disaat fajar...
IV
Kepadamu,
kita dapat menyimpulkan sendiri apa isi dari celah yang kita sisihkan
Kepadamu,
kalau kau rasa itu, aku jugalah sama
Bukankah kita pernh berjanji untuk melihat bulan yang sama di malam pekat?
aku tersenyum, sembari berharap kau akan baik disana
denganmu aku tak tahu
Terkadang berharap kau mengatakan
tapi secepat harapan itu pulalah aku berfikir apa mungkin
bahkan aku pernah dalam merindukanmu
denganmu aku tak tahu
Nb; kenapa title nya jendela? ya karena memang aku menuliskannya tepat di meja yang berhadapan dengan jendela. Dan mungkin lebih detailnya lagi di Laboratorium Farmasi Fisik. Sembari menunggu group lain belum selesai, tidak salah kalau sedikit bercumbu dengan senja. Dan sajak diatas tidak saling berhubungan..
Farmasi USU, 5 Mei 2014
Rabu, 09 April 2014
Surat ini untuk mu
Minggu, 30 Maret 2014
Sabtu, 22 Maret 2014
Perahu Kertas
6 7 1 7 6 7 5 5 4 1
Membawa surat cinta bagimu
1 4 3 2 1 1 7 7 6 1
Kata-kata yang sedikit gila
6 7 7 1 6 7 1 4 3 3
Tapi ini adanya
4 3 7 1 2 1 1
Perahu kertas mengingatkanku
6 7 1 7 6 7 5 5 4 1
Betapa ajaib hidup ini
1 4 3 2 1 7 7 7 6 1
Mencari-cari tambatan hati
6 7 1 7 6 7 1 4 3 3
Kau sahabatku sendiri
3 4 3 7 1 2 1 1
Hidupkan lagi mimpi-mimpi (cinta-cinta)
1 2 3 2 1 6 1 2 3
Cita-cita (cinta-cinta)
6 1 2 3
Yang lama ku pendam sendiri
2 1 7 1 7 7 1 2 3
Berdua ku bisa percaya
3 2 4 1 5 3 2 7 1
Ku bahagia
1 5 4 6
Kau telah terlahir di dunia
1 5 4 3 2 1 7 2 1 5
Dan kau ada
1 5 4 6
Di antara milyaran manusia
1 5 4 3 2 1 7 2 1 5
Dan ku bisa
1 2 5 3
Dengan radarku menemukanmu
1 7 6 1 5 7 6 1 5 2
Tiada lagi yang mampu berdiri
Halangi rasaku, cintaku padamu
Rabu, 19 Maret 2014
Merpati
Kau takkan pernah paham sebelum merpati itu sampai.
Sabarlah, mungkin merpati itu sedang menghilangkan rasa lelahnya terbang dengan jarak jauh hanya untuk menyampaikan kalau aku memiliki rasa yang besar untuk mu.
Atau merpati itu harus mati tertemabak ketika akan sampai di depan ruang kau tinggal?
Senin, 17 Maret 2014
Bulan
Senin, 24 Februari 2014
Mamak 4
Terimakasih ya Rabb untuk nikmatMu :")
Sabtu, 22 Februari 2014
Nonton VS Aku
Jujurnya sudah lama ingin memposting ini, tapi baru terwujud sekarang aja, hihi. Ini gegara denger Radio yang penyiarnya bahas tentang film yang akan tayang di bioskop dan sudah berapa jumlah film yang di tonton di tahun 2014 ini. Banyak juga yang berpartisipasi untuk menjawabnya sampai si penyiarnya agak kalang kabut, hehe.
Kalau boleh ingin membagi, selama 20 tahun ini, aku baru menonton film di bioskop itu barulah hanya 2 kali.
Pertama, film Kuch Kuch Hota Hai. Mereka bilang pernah ngajakin nonton itu di Bioskop, masalah usia berapa lupa. Yang pasti belum sampai umur 6 tahun. Kalau dipaksa mengingat, aku memang agak ingat sedikit. Pada waktu itu aku bersama orang tua dan abang nontonnya tepat dibangku paling depan. suasananya lumayan rame dan aku memakai baju merah, hehe. Bisa jadi waktu itu adalah Premier filmnya kali ya, tapi kalau masalah itu aku memang tidak mengetahuinya. Ngomong-ngomong Hollywood, waktu mamak mengandung aku, tontonan favourit adalah film india. Jadi ketika pas aku lahir ke dunia, yang melihat aku bilang aku seperti orang india. Ini sih kata mamak, aku juga tidak tau. Tapi sekarang sih masih kayak orang india, meskipun cuma warna kulitnya, haha :D sampai sekarang film ini adalah film india favourit setelah film 3 Idiot dan Tarezameen par. Masih suka mellow kalau nonton nya, secara si Anjeli kan kembaran aku, wkwk. Tidak terhitung sudah berapa kali menonton film ini di Tv, hehe.
Kedua, film Ayat-ayat cinta. Film yang sempat booming pada masanya. Sangat ingat jelas, waktu itu kelas 3 smp. Nontonnya ber-4 aja, bersama Tiwi Rifki dan Tri. Naik angkot, hehehe. Kami ber-4 tidak ada hubungan apa-apa selain hubungan teman sekelas. Lucu sekali kalau ingat ini dan memang seakan pengalaman pertama pergi ke bioskop. Filmnya bagus, dan sukses membuat ku sempat berkhayal ingin punya pacar seperti Fachry. Eits, itu dulu kali...
Dan sampai sekarang belum pernah nonton ke bioskop. Basicnya emang gak suka nonton. Sampai-sampai seorang teman pernah ingin membayarkanku untuk tiket masuk karna mengira aku tidak mempunyai uang. Aku menjawad dengan enteng, "Mentahnya aja sini, biar beli novel" haha, sudah ketebak respond nya gimana :D
Entah kenapa menonton itu ngebosenin. Maka dari itu aku paling gak beta lama-lama di depan tv. Kalau ditanya film terbaru apa, duh persis sapi deh akunya. Tapi aku gak jadul-jadul kali ya, agak dikit tau sih tentang film. Meski cuma tau potongan nya saja, haha. Apapun itu pokoknya gak suka nonton. Mau nonton bioskop ataupun apalah itu namanya.
Jadi untuk orang seperti aku tidak heran kalau selama 20 tahun baru 2 kali pergi ke bioskop :)
Film terakhir aku liat itu film Mama. Film horor, itupun awalnya karena penasaran dengan judulnya yang kebetulan ada di Flashdisk seorang teman yang aku pinjam. Kalau tidak salah itu November tahun lalu :)
Tiap orang beda selera, jadi jangan terlalu aneh. Karena sejak kecil emang bukan tipikal orang yang betah berjam-jam di depan tv. Masalah mata rabun, mungkin karena sejak umur 5 tahun sudah hobi baca sambil tiduran, hihi :)
Mungkin agak berantakan tulisannya karena masih banyak tugas kuliah yang harus dikerjakan, jadi buru-buru, wkwk ^_^
Maaf dan Sekian, Friends :)
Mamak 3
Salut liat semua yang ada pada dirimu. Kau begitu tegar, dan pagi ini kau buktikan lagi di depan ku dan membuat aku sangat paham akan seperti apa aku kalau aku menjadi seorang ibu kelak :")
Selasa, 18 Februari 2014
Sabtu, 15 Februari 2014
Selasa, 11 Februari 2014
aku sudah
rindu sekali
ketika kita bersama diruang yang tak sama
ketika kita berbincang di waktu yang berbeda
Kisah kita abu-abu
aku tak tau rindu yang kau punya
begitu juga aku yang tak juga paham ini semua apa namanya
akankah kau juga demikian
Aku ingin kau juga disini
kita berbagi semua
meskipun dalam diam
seperti kita disana
Aku sudah kangen
kangen sekali
pun malam dingin
dingin yang membuat kangen ini bertambah
Senin, 10 Februari 2014
Mamak 2
Yang paling sering terjaga di tengah malam untuk mematikan nyamuk-nyamuk yang sudah menghisap darah anaknya. Tengah malam aku terbangun dan kulihat mamak sibuk mencari nyamuk, aku bertanya apakah mamak gak tidur? mamak pun menjawab, "tidur ka, tapi nyamuk banyak kali, kasian si adil". Itulah Ibu!!!
lalu disebut apa?
ketika setiap semua yang terjadi terlintas ada mu
seringkali ku usir jauh
namun sejauh itu juga ia kembali
kita tak pernah berjanji
bahkan tak pernah berucap
berjanji untuk setia
dan berucap tentang cinta..
Lalu disebut apa?
disaat rindu kian membesar
sedang aku tak pernah melihat matamu
pun kau dengan ku
akankah kita bersama tanpa satu
saling menatap bulan yang sama
bersama memperhatikan bintang yang berjuta
namun ditempat yang tak sama..
akankah terganti?
luka dikaki membuat ku merasakan sakitnya
pernah bangkit
tapi secepat itu juga rasa sakit kembali pulih
Dunia lantas tak berhenti berputar untuk menunggu ku
tapi dunia harus tau, kurasa dia runtuh
air mata akankah terganti
jika sebuah senyuman terpaksa ternampak..
Sabtu, 08 Februari 2014
Bukan puisi
Ah, apa bisa? Sedang kau tak penah tau kehadiranku.
Untukmu, yang tersenja..
mamak 1
Aku pun menatap wajah ibu, ibu mencoba menghiburkku dan aku lihat sekali sebenarnya ibu kecewa. Namun ia coba sembunyikan di balik wajah sendunya. Membuat tangisku semakin deras, bukan untuk menyesal, tapi untuk berterimaksih Allah telah mempertemukanku dengan ibu seperti mamak di dunia ini, senoga sampai di surga tetap bersama..
Mamak--
Kamis, 06 Februari 2014
Melainkan rindu
dimana dinginya begitu menusuk
bahkan selimut tak mampu menetralkannya
Aku pernah meresapinya
bukan dingin angin yang membuat ku kacau
melainkan rindu
Kau tersangka utama dalam kacaunya malam ini
semakin kacau dengan ku menutup mata
semyummu seakan tiba
Kupeluk erat rindu ini
berharap esok pagi kau kan kubawa pergi
pergi kesuatu tempat dimana aku biasa meluapkan rindu untukmu..
Rabu, 05 Februari 2014
Tempat dimana nanti..
Tempat terbaik untuk melihat senja.
Tempat terbaik dimana kita akan menumpahkan semua ribuan barisan rindu.
Disini, aku hanya bertemankan angin.
Aku tak lagi ingin menyampaikan salam ku untuk mu melalui dia.
Aku cukup tersenyum karena bau angin ini seakan menyiratkan salam ku telah sampai untukmu tanpa aku memohon.
Disana, menjadilah apa yang kau inginkan.
Aku pernah sepi.
Ceriaku terkikis oleh rindu.
Tawaku perlahan mengecil oleh kesadaranku.
Semakin paham, semakin ku biarkan semua ini semakin tak dapat ku halau keberadaannya.
Selasa, 04 Februari 2014
1
Tak pernah aku pikir akan sekeras itu.
Suara tangis yang bercampur dengan suara ketidakpastian.
Taukah kau waktu itu aku sangat takut.
Ketika aku mendengar suara teriakan.
Aku sangat ingin memelukmu waktu itu dan ikut meneriaki dia.
Aku takkan pernah meloloskan orang yang sudah membuatmu terluka.
Aku hanya bisa menarik tubuhmu dan kuintip wajahmu dari sela guling kesayangan ku.
Akan ku ganti setiap bulir air matamu yang jatuh waktu itu...
Jumat, 31 Januari 2014
Perumpamaan
Namun, kita tidak akan pernah sama mencapai garis finish itu.
Mungkin ketika ku coretkan tinta diatas kertas kusam itu kau akan bingung dan menganggap aku hanyalah "apalah".
Kau lantas datang menepuk pelan punggung ku lalu kau ucapkan ratusan mantra yang dapat membuat ku tersenyum, walaupun lagi-lagi kau takkan pernah tau arti senyum ini.
Suatu ketika kita pernah sama susah.
Kau bercerita tentang fajar, aku bercerita tentang mentari.
Fajar yang mengharuskanmu untuk berkeringat dan mentari yang mengaruskan ku harus bermanja dengan sinarnya.
Diujung cerita kita tertawa, dan bercerita tentang bulan.
Sama saja, kau tetap menjadi seorang teman yang asyik yang.
Mungkin kau akan mendahului ku, meski dalam hati kecil berharap kita bersama saling berpegangan sampai di garis finish.
Entalah, rasa sedih singgah kalau berbicara tentang ini.
Dan ku tunggu, kau tak jua datang.
Hingga akhirnya aku tersadar, kita tak pernah sama walau ada di ruang yang sama..
Rabu, 29 Januari 2014
Tersenyumlah, sahabat : )
Tapi jangan di dihadapanku.
Tak pernah sekalipun aku melarangmu untuk menagis.
Tapi pergilah 20 langkah dariku lalu silahkan kau menangis.
Bahkan aku mau menghantarkanmu ke tempat dimana kau bisa menangis.
Asal kau jangan minta agar aku disampingmu untuk menemanimu menangis.
Aku bersedia mendengar ceritamu, apa saja.
Tapi jangan salahkan aku kalau aku akan pergi jika sudah ku lihat matamu berkaca.
Sahabat, bukan aku tak setia kawan padamu.
Tapi karna hati ini takkan sanggup melihat bulir air matamu menetes.
Akan ku peluk kau erat, tapi dengan janji takkan kau keluarkan air mata itu di depanku.
Tersenyumlah, sahabat : )
Sabtu, 25 Januari 2014
Pernah kemarin
Kemarin juga aku rasa tiba diujung jalan.
Ah, sama saja apa bedanya?
Ketika tak kudapatkan lagi kau disana.
Pernah juga ketika kau mengirimkan puisi untuk ku.
Kemarin juga aku rasa bahagia.
Ah, lagi-lagi itu hanya kamuflase.
Ketika kulihat kau juga hilang ketika aku tiba.
Pernah kemarin ketika aku dapatkan kau bersedih.
Kemarin jug aku rasa sama.
Ah, kau malah membuang muka.
Ketika aku ingin menghapus air mata jagung yang aku lihat mengalir di pipimu sampai dagu.
Pernah kemarin ketika aku melihat purnama yang aku rasa indah.
Kemarin juga aku rasa haru.
Ah, kau seakan tidak peduli.
Ketika aku sandarkan kepalaku di pundakmu kau malah berlari beranjak meninggalkanku.