Sabtu, 27 Desember 2014

Yang disana

Jauh sebelum punya handphone, selalu nulisnya dibuku. Kebawa sampai sekarang, lebih mengalir kalau nulis diatas kertas ��

Kamis, 25 Desember 2014

Gerimis senja

Sedang diberanda, melihat gerimis.
Bekas hujan yang lebat. Lagi-lagi aku menemuimu. Tiada senja yang diawali biru langit kali ini. Tapi hujan cukup menenangkan, bagiku. Dan katamu. Tapi hatiku cukup biru atas hadiahmu, terimaksih. Terimakasih, walau sempat membuat ku tersenyum tanpa jedah. Aku jadi tidak ingin ada pertemuan. Sebab aku takut kita tak akan seriang ini. Kita pasti membisu, bak orang yang tak pandai bicara. Tapi bukankah kita juga tak pernah bersuara? Namun, aku menebak andai kata-kata kita bersuara; suara gerimis yang jatuh di dahan akan kalah merdunya..

Rabu, 24 Desember 2014

Andai dia jatuh

Ibarat air di dahan
Bisakah ikhlas?
Benar rapuh namun tak jua menetes
Tak bisa berdusta bahwa rindu tanah sudah tak terbendung
Namun tetap menahan
Sekuat mungkin bertahan
Sekuat mungkin menggenggam

Selasa, 16 Desember 2014

Pada rembulan dimatamu

Bayang

Berteduh

Dan nyatanya aku selalu rindu
Entah pada siapa yang mampu membuat ku lumpuh
Kita sering bernyanyi bersama
Pagi siang malam

Dan hujan kali ini menghadirkan kembali sosok yang sering kunamai
Tapi tetap kian membisu

Kau sering mengajarkan arti hujan di atas panas
Dan aku selalu menyukai itu

@ParkiranaMobilDosenFFUSU W/Alba❤

Minggu, 30 November 2014

http://soundcloud.com/sudjanaf/desember

Desember

Desember pernah terjadi pengharapan besar. Tentang mimpi. Tentang cinta. Tentang persahabatan. Juga tentang senja. Ada yang rancu awal Desember kali ini. Camar tak lagi bernyanyi disamping jendela. Apa aku yang salah tidak memberi senyum?

Desember pernah terjadi pengharapan besar. Tentang senja. Tentang persahabatan. Tentang cinta. Juga tentang mimpi.

Tentang cinta; pemahaman yang berbeda. Memeluk erat bayangan yang buta. Tanpa kau tau aku terus menggenggam bayangan tangan yang kaku. Tanpa kau tau!

Tentang persahabatan; kebersamaan yang hakiki dengan segala luka.

Tentang mimpi; pertemuan dengan keikhlasan. Berpapasan dengan ketulusan yang abadi.

Tentang senja; itu kau. Aku. Doa..

Kamis, 20 November 2014

Peran

Tak ada yang ditinggalkan
Aku juga tak akan beranjak
Kadang aku menjiwai peran ini
Kau pangeran
Dan aku putri yang kaku

Jumat, 07 November 2014

6:57 AM

Malam tadi aku tertidur di awan
Kau pulang pukul berapa?
Aku dengan baju pengharapan menunggu
Bersama gerimis yang menggila

Menakar rasa cemas ku
Lalu menampung gerimis yang acuh
Mentitah yang ada
Mulai dari yang merah sampai abu-abu

Pagi ini hati ku tak baik
Sekalipun mawar jingga kau lekatkan di daun telingaku
Sebait puisi kau bacakan di depanku
Aku tetap marah

Tapi jangan kau pergi lagi
Karena November tak pernah benar rain seperti yang di lagu
Sekalipun kau pernah menjadi mendung
Sebaik itu pulalah ingatan mengekalkan kenangan

Aku tetap marah
Agar bisa tercipta sajak
Yang terus menggantung di beranda
Yang terus terbaca di tiap pergantian hari

Minggu, 02 November 2014

Senja di awal November

Kembali aku pulang membawa segelas harapan
Menarik kembali ketika senyummu hadir tanpa permisi
Masih
Harapan itu memuncit bak punuk onta

Senja berlukis wajahmu terlihat lagi sore ini
Gerimis yang mewakilkan asa ku
Kau
Masih tak pernah tahu

November
Senja membiru kembali
Bagiku

Merangkul sendiri bayangan yang ternyata tak pernah nyata
Terduduk terdiam dengan sentuhan yang ternyata tak pernah tersentuh
Aku hilang di pelupuk matamu
Semakin hilang tersapu mentari yang termalu

Tinggalkan saja aku disini
Ditempat biasa aku bersama hujan
Ditempat biasa aku bersama bayangmu
Tinggalkan saja aku

Tersenyumlah
Terkadang aku harus sadar bahwa kita bukan siapa-siapa
Dan ada langkah yang berat
Karena mungkin kuncinya sudah kau hanyutkan di pantai rancabuaya
Untuk kemudian kau pergi dengan meninggalkan sesuatu yang sudah tumbuh disini
Di hati...

Jumat, 31 Oktober 2014

Ujung Oktober

Kita harus terbangun
Aku sudah
Dan perlahan
Demi perlahan
Perlahan
Aku mulai mengerti
Sampai kini
Aku memilih pergi
Kau?
Pergi jugalah
Aku sudah benci
Terpaksa
Aku menghitung sesuatu
Jejak yang mungkin kosong
Jejakku dan jejakmu yang mati
Tak ada sisa
Aku terlamun
Namun tak muncul gambarmu
Semua tawa
Tak berbecak
Mungkin harus putih
Dan aku pergi
Bukan hanya Oktober

Sabtu, 25 Oktober 2014

Indahnya Ukhuwah

Dipersembunyian malam ada yang terlirih
Berteman gerimis panjang yang kian kaku
Ada benak yang tertatih
Rindu akan sebuah air mata
    Doa terbentang di atas Sajadah
    Ketika gerimis berganti suara detik jam
    Akankah terlewati hari esok?
    Disaat dosa belum tertebus pahala

Didingin  pagi aku terlari
Memacu semangat yang pernah luntur
Kicauan camar mensyahdukan hati
Embun di permukaan daun terlihat ramah
    Apakah ini semangat?
    Ketika keringat tak terasa jatuhya
    Ketika luka sayat tak terasa sakitnya
    Apakah ini cinta?

Diterik siang kita bergandengan
Dengan asa yang selalu sama
Disaat ada air mata, disaat itu juga senyum tercipta
Kita bingkisan terindah
    Disetiap pelukan ada doa
    Untuk bertemu bukan hanya di dunia
    Disetiap pelukan yang ada
    Untuk tetap berjalan bersama beriringan


Jumat, 24 Oktober 2014

Mengerti senja

Mengerti senja
Diantara pulau
Kau dan aku
Tak paham

Cahayanya masuk sedikit kabut
Tidakkah kau kabut senja itu?
Jika benar
Bisakah kumasukkan ke dalam kertas bulat?
Tapi, yakinkan aku lebih dalam

Bersama senja aku tak perlu lelah beraksara dan berkata
Dan kau jualah tak perlu bersiul
Senja adalah perwakilan semua aksara dan kata kita
Keindahannya
Resapilah, ada perasaanku disana yang tak pernah tersampaikan

Adakah matamu disana?
Melihat tarian senja yang selalu indah
Jika matamu disana, kita telah beradu pandang
Maka ijinkan aku bahagia sampai menangis
Dan pada waktunya ada bahu yang hangat
Sambil melihat senja bersama di ruang dan waktu yang tak terhalang pulau lagi

Minggu, 19 Oktober 2014

Menjadikannya sebuah prosa

 Aku bisa melihat dengan jelas sejauh mata memandang hanya ada hamparan lapangan berumput yang luas dan rinai hujan yang persis seperti salju dengan bantuan sinaran terang lampu jalan yang tepat di pinggir lapangan. Aku terikut, karena memang terkadang bukan hanya senja yang menjadi teman baik dalam suatu kotak yang aku ciptakan sendiri dan aku menamainya penantian, namun juga hujan salah satunya. Aku sudah mencintai hujan sejak aku mengenalnya ketika aku hanya bisa merasakan hadirnya di tengah itu. apalagi malam kemarin.
 Ada saat dimana sebenarnya aku harus diam ketika aku dengan sengaja meluangkan waktu untuk meresapi hujan di tempat dingin itu lewat beranda penginapan. Memeluk erat jemari ku sendiri dan kilatan tak pernah mampu membuat ku takut lagi. Karena mungkin senyum mu yang terkadang tiba membuat ku merasa kilatan di langit sudah tidak ada apa-apanya untuk membuat ku takut. Yap, tatapan mu yang terkadang di iringi senyuman lebih mampu membuat ku terkejut, lantas sedikit ada sesuatu yang rasanya di peluk erat menjadi hangat. Ah, hujan kemarin masih bisa kurasakan sampai malam ini. Disaat aku sudah berada di atas ranjangku dan memakai baju yang nyaman tanpa harus terlihat siapapun.
 Aku hapal rasanya dingin dan hujan di Sabtu malam; kita terkaku, aku bisa hapal wajahmu yang tak bersenyum, pun denganku. Sapaan yang biasanya, tidak hadir untuk malam ini. Dan ini memang harus. Aku sering secara tak sengaja melihatmu dan kau biasa saja, karena memang tidak pernah ada yang harus di luar biasakan. Ada sikap yang secara sempurna aku sukai, dengan caramu berjalan. Dan punggungmu yang sering aku tatap sambil berdoa kau tak pernah membalik arah kebelakang, karena aku takut tiba-tiba aku tidak bisa menyembunyikan kepanikan itu. Dan benar, kau hilang di antara hujan.
 Aku hapal rasanya hujan dan dingin di Minggu malam; kita bercanda seperti biasa dan kita tidak sendiri. Kau menyuruh ku untuk berpuisi dan aku hanya tersenyum sedikit tertawa. Aku mengalihkan segalanya hingga tiba waktu aku menghabiskan menit bergurau dengan temanku dan kulihat kau sudah menghilang, mencuri waktu aku memperhatikan sekitar. Tak lama kau berlari tanpa menutup kepala. 2 detik saja aku melihatmu dan mengalihkan pandangan ke arah teman yang asik bergurau dan aku kembali terikut. Malam kian larut dan hujan menambah dingin. Satu persatu kembali mengkondisikan suasana sebaik mungkin untuk penginapan, sedang aku masih terkaku memeluk erat tubuh ku sendiri menatap luas lapangan berumput itu. Ku ambil pena yang disaku, ku rentagkan tangan ku di hadapan dan aku mulai berpuisi di tangan ku sendiri. Suasananya memang tak ubahnya seperti background novel tergalau yang pernah tertulis. "seorang wanita duduk sendiri diatara kamar-kamar penginapan. Cahaya lampu dari sisi lapangan luas mampu sedikit membuat hujan yang hadir seakan puluhan kipas yang menyejukan. Sendiri berpuisi di tangan kirinya dan tersenyum begitu siap". Entah sudah berapa kali aku membacanya dan semuanya harus terhapus oleh air hujan itu sendiri.
 Aku ingat dingin tanpa hujan di Minggu pukul 3 pagi; berjumpa tanpa ada canda lagi dan aku paham. Kali ini aku terkaku dan kau biasa saja. Kau berlari untuk ku dan aku tidak merasa apa pun. Suasana begitu membuat ku sungguh terkaku. Dan kita biasa saja dengan jarak yang kita paham. Lalu aku diam dan sedikit mencuri matamu untuk yang pertama. Tanpa hujan dan harusnya aku butuh hujan untuk menyampaikan puisi ku yang tertunda beberapa jam..

Kamis, 16 Oktober 2014

104-15a

Di senja ini aku seakan hidup
Di relung yang pernah mati
Yang tak bernama
Adakah rindu yang sama akan kita?

Angin disini menyampaikan salam
Bukan dari mu
Mungkin nyawamu satunya
Dia bilang kau hidup lagi

Aku pernah diantara lazuardi
Di sisi kanan aku tak letih menantimu
Dan benar kau datang membawa mawar
Mawar jingga yang tercipta dari ratusan senja

Kau katakan "simpan ini"
Bibir ku terkatup
Kau tersenyum
Kau katakan lagi "aku bisa denganmu sampai ribuan senja berganti"

Aku paham warna tawamu
Ketika kau peluk aku nyaman

Aku jua lah paham rasa senyummu
Ketika tangan kita saling menggenggam

Kau ibarat sebuah embun yang tiba di pelupuk daun
Kau ibarat burung dara yang cantik
Bisa terhitung waktu kita di awal jumpa
Tapi aku benar tidak bisa menghitung tulisan terimakasih untukNya karena telah menerbangkanmu hingga akhirnya kita dipertemukan


NB; Puisi untuk Nelfi Yuliza, adinda tersayang, semoga suka dan terus tersimpan hingga tiba dimana raga tidak bisa bertemu lagi :)

Rabu, 08 Oktober 2014

Meringkuk dingin

Sepagi ini, ketika tangan memeluk erat kaki meringkuk
Terpata-pata aku benamkan wajah ke lutut
Ada yang terluka dan tak terungkap
Disaat semua perjalanan menguak kisah

Menyerah itu rasanya seperti apa?
Apakah senikmat teh hangat di pagi yang gerimis?
Atau sepahit kopi tak bergula?
Ya Rabb, ada kegaduhan di relung pikiran ini

Detik jam terus berlalu
Bodoh, sudah berapa ratus detik yang terlewat
Dan semua terus tetap tidak menunggu
Untuk aku berdiri dan menyeka bulir-bulir air yang menari indah di pipi

Aku rasa dingin sepagi ini diantara pakaian paling terhangat yang ku punya
Apakah embun di luar ikut menyapa ku?
Aku makin memeluk erat kaki meringkuk
Tak ku dapatkan apa-apa

Jumat, 03 Oktober 2014

Ada cerita di hujan sore tadi

Mungkin sekitar 3 jam yang lalu kejadiaanya dan sekarang baru sempat buka Blog untuk menuliskannya, setidaknya agar aku tidak pernah lupa kalau aku pernah sedikit gila untuk kesekian kalinya dan taraaa, lampu baru saja mati di rumah ku, tapi its oke laptop masih 60%, hehehe :)
Santai saja, ini bukan puisi. Pun aku menuliskannya dengan santai kok di temani lilin kecil. Tanpa beban, walaupun laporan praktikum 2 judul belum terselesaikan, ditambah lagi suasana hati yang sedang gundah, Tsaaaaa *curcol

Next, back to story :)
Sekarang lagi memang musim hujan di Kota ku. Nyaris tiap hari hujan dan kabar gembira buat aku kalau ada teman yang buat laporan "Gila, deras kali hujan diluar wak!" Hehehe, Iya aku suka hujan dan itu bukan hal yang asing buat orang yang memang sudah dekat dengan ku. Tapi, dengan aku menuliskan ini orang yang tidak dekat dengan ku pun menjadi tau kalau aku suka hujan. Mungkin lebih tepatnya mandi hujan sambil bawa motor dan memakai mantel a.k.a jas hujan. Jujurnya sih mantel lebih aku fungsikan untuk melindungi tas ransel ku. Sering aku usulkan untuk membeli mantel tas tapi sudah ku duga, mamak nggak pernah mengijinkan. Karna ya itu tadi, dengan aku mempunyai mantel tas maka jas hujan ku pasti selalu anteng di bagasi motor dan membiarkan aku basah kuyup secara sengaja, tapi itu indah cuy. Walaupun temen-temen sering bilang aku udah kena gangguan jiwa gegara hobi ini, tapi masa bodo sajalah selama aku tidak benar kena gangguan jiwa.
Dan sore tadi memang salah satu adegan mandi hujan sambil bawa motor terekstrim yang pernah aku jalani setelah pernah dari kampung sampai rumah mandi hujan bersama Mamak dan Mamak yang memang agak ragu berhasil percaya setelah aku menyakinkan kalau Insya Allah pasti selamat sampai di rumah. Kenapa? Karena tadi hujan disertai angin yang kencang dan sesekali petir bergerumuh tidak pelan. Dan Subhanallah aku bisa menyaksikan terangnya jalan secara alami dan hembusan angin yang memang seakan membela jalanan menjadi beberapa bagian karena efek hujan yang deras, aku bisa merasakan Maha besar Allah akan segala nikmatnya saat itu. Hujan yang deras seakan menusuk-nusuk tangan dan menembus jas hujan yang aku kenakann, di tambah lagi hujan yang bertabrakan dengan kaca helm ku dan entah mengapa aku menikmati itu. Seekstrim-ekstrim nya tingkah ku, di saat seperti itu aku tidak berani memacu motor matic ku di atas 40km/jam. Karena kalau aku segila itu, kemungkinan aku tertiup angin sangat lah besar, karena sedikit demi sedikit aku bisa merasakan hembusan angin yang seakan menggoyangkan motor ku, tapi lafadz Allah dan Ayat kursi tak pernah terputus dari bibir ku, sekalipun suatu hal terjadi setidaknya bibir dan hati tetap terjaga dengan ucapan yang baik.
Sesekali aku lihat sekitar, banyak orang yang berteduh di warung-kios-toko yang tutup dan ditempat lain yang memugkinkan untuk mereka untuk tidak terkena hujan. Tapi batin ini berbicara "Helllo, harunsya kalian tau, betapa nikmatnya ini" aku pun tersenyum. Sejauh mata memandang kabut menyelimuti karena memang hujan yang deras dan Alhamdulillah kaca mata lah yang membantu penglihatan ku, kalau tidak mungkin aku tidak ada di jalan saat itu. Aku mulai menebak-nebak apa yang akan dikatakan Mamak gitu tau aku pulang di saat hujan deras seperti ini dan semoga jawaban "Iya mak, pengen buka puasa di rumah sama Mamak" adalah jawaban yang bisa menghentikan nasihat Mamak yang pasti akan panjang dan lebar, aku tersenyum kembali saat itu. Aku kembali perhatikan lagi sekitar, mobil mendominasi saat itu, motor bisa dihitung jumlahnya. Siapa juga yang mau dijalan hujan-hujanan seperti ini pakai motor kalau bukan orang-orang yang memang mempunyai urusan penting dan orang yang mempunyai hobi aneh seperti aku. Dan hal yang paling greget itu adalah ketika melewati jalan cekung yang berisi air hujan, yap sudah bisa ketebak, apalagi kalau bukan bisa menciprati pengendara sebelah yang juga lewat, kebanyakan sih mana ada yang berani protes, toh tanpa di ciprati juga basah juga, hehe. Ini bukan jahat, tapi sudah manusiawi kok. Karena aku juga nggak pernah protes kalau mobil yang melakukan itu pada ku, tapi kalau lagi hujan ya, kalau lagi nggak hujan tetiba ada mobil yang lewat dan jrettt pakaian ku basah semua itu sudah lain ceritanya. Ya paling ngejar tu mobil dan sampai di samping kaca jendelanya langsung nunjuk-nunjuk kepala (baca: nggak punya otak ya?), hehe. Tapi Alhamdulillah, sejauh ini belum pernah mengalami hal sesakit itu.
Berusaha membuka pintu pager tanpa harus turun dari motor dan yess berhasil, hujan masih belum ada kurangnya, masih deras seperti awal aku memakai jas hujan di SPBU di kawasan Karya Wisata. Aku yakin seisi rumah termasuk Mamak pasti kaget mendapati aku sudah tiba di depan rumah, karena Mamak suka khawatir berlebihan kalau aku sudah pulang dan mendapati aku kuyup walaupun dengan keadaan jas hujan melekat di badan. Dan benar dugaan ku, Mamak marah karena aku menerjang hujan dan tidak memilih berteduh. Mungkin sekurangnya begini percakapannya, "Ya Allah kak, mamak udah doa supaya kau nggak pulang hujan-hujan gini | Hehehe, tadinya mau teduhan mak, tapi sayang uangnya untuk buka puasa diluar | Untuk apa di kasih uang jajan kalau nggak pernah di jajani? | Hehehe, kan mau buka puasa sama Mamak dirumah | Kalau hujan itu ya mbok teduhan dulu, kayak abangmu itu | Justru hujan-hujanan itu yang enak Mak | jangan sombong, untung masih di kasih keselamatan sama Allah | Iya lah mak -_-
Jujurnya aku memang jarang makan diluar guna menghemat, lebih sering selalu bawa bekal makan siang dari rumah dan bawa makanan kecil untuk sore nya kalau sudah lapar dan tak kunjung pulang. Uangnya di tabung, udah tersimpan banyak beli buku deh, hahaha. Tapi lebih sering keguna untuk ini itu urusan kuliah, jadi kalau memang masih terjangkau sama uang simpanan jarang minta bapak lagi. ckck. Setelah nego ini itu ini itu akhirnya nasihat Mamak terhenti dengan perjanjian aku nggak akan nekat pulang kerumah lagi kalau hujan angin seperti tadi. Dan suara Adzan pun bergemah, Alhamdulillah hari ini sangat luar biasa.

Diantara ribuan rintik hujan tadi ada sebuah doa yang teruntai. Harapan untuk menjadi yang lebih baik lagi, sudah pasti. Dan aku tau ada yang harus segera di perbaiki dari diri ini hingga akhirnya aku rela..

Terimakasih sudah meluangkan waktunya untuk membaca ini. Ini hanya sebagian saja, karena ada yang tidak bisa berhasil aku ingat lagi, mungkin semua sudah ikut hanyut dibawa hujan atau terikut oleh angin yang nyaris menerbangkan aku tadi..

Rabu, 24 September 2014

Yasmineong :"D

Jadi begini, mungkin si Yasmin suka nguping pembicaraan antara aku, adik ku dan orangtua ku tentang pelepesan dia karena mendekati masa kawin. Maka dari itu dia sekarang berubah, sebelum ada perbincangan hangat ini tiap kali aku peluk pasti dia jarang mau lama-lama, reaksinya langsung berusaha nyakar dan gigit terus lari/numpahin minumnya. Sekarang kalau di peluk-dielus dia diem aja durasinya pun lama, tiap kali di ajak cerita pasti dia jawab dengan nada lirih 'miaungg', pernah sekali aku iseng nanya, 'min, kau kenapa kok sekarang pendiem. Kau gak mau ya kawin?' dan lucunya dia jawab 'miaunggg' sambil ngedipkan matanya terus mengenduskan mulutnya ke tangan ku bagian dalam. Haaa, rasa harunya itu benar nggak bisa di deskripsikan lewat kata-kata. Dan semenjak itu mulai bangun tidur sampai pergi-pulang kuliah pasti langsung melukin dia dan tetap responya seperti itu, anteng di pelukan tanpa perlawanan. Apakah ini yang dinamakan cinta? Ketika tau kapan akan berpisah di saat itu juga cinta itu tumbuh. Memang iya, si Yasmin jarang banget mau dipeluk-dielus kecuali kalau sedang tidur. Nggak kebayang kalau Yasmin sungguhan dilepas/dititipkan dirumah saudara, mungkin akan kangen suaranya yang suka bangunin aku jam setengah tiga, kangen jailan dia yang suka bawel kalau orang lagi makan, kangen jeritan mamak yang bilang 'Adil, kakak, Yasmin udah di kasih makan??', kangen ekspresi bapak yang rajin beliin makanan buat Yasmin. Yasmin, jangan gede-gede ya biar gak dikawinin, hehehe :"D

Ulah iseng bapak sama adek, hehe. Mungkin agak terinspirasi dari perempuan sekarang yang suka pakei pensil alis tebel nya waw, hehehe :D :D


Entah siapa yang ngajarin dia tidur beginian. Gak sopan, untung hewan -_-


Ini waktu lagi Sholat Shubuh, gak tau kapan, hehehe :"D

Dicariin kemana-mana rupanya asik bobok imut di atas motor ku, haha gak tau juga ini kapan :"D

Waktu Yasmin kedatangan tamu dari kucing kampung sebelah. Mungkin karena betina juga jadi Yasmin kurang tertarik, hehe. Tapi ni kucing suka nyolongin makanan Yasmin diem-diem, hehe :"D          




Selasa, 23 September 2014

Selamat pagi, Elang

Selamat pagi, Elang
Masikah kau 'bernyawa' pagi ini?
Aku ingin mendengar detak jantungmu
Yang berdetak seakan bilang 'di ngin di ngin' lantas kau terbang

Selamat pagi, Elang
Masikah sayapmu segagah dulu?
Ketika aku mati
Hangat mu yang menghidupkan aku lagi

Selamat pagi, Elang
Dan aku bisa jadi tidak sesetia udara yang menerbangkanmu
Aku mungkin akan pergi
Tapi aku harap akan menjelma menjadi angin

Rabu, 17 September 2014

Pukul 5

Bercerita di pucuk pukul 5
Saat kusapa hatimu
Dan kau tidak hadir
Tapi nasibku terus mencari muara

Berbisik di ujung pukul 5
Saat aku bercerita dengan irama
Dan bayangmu kian hilang
Tapi nasibku terlanjur hanyut di setiap instrumennya

Berlirih di sisi pukul 5
Saat angan terbias oleh saujana
Dan bayangmu termakan senja
Tapi nasibku terbang bersama lazuardi sambil mengeja namamu

Minggu, 14 September 2014

Pelupuk senja

Kembali hadir di tengah senyum
Seakan nyata akan sebuah bayang yang pernah menjadi angan
Mampukah aku tahu akan warna kemejamu?
Lantas aku berbisik 'kau terlihat rapi'

Di pelupuk senja di bukit yang rendah
Kembali aku berdua bersama puisi
Dan kita masih sama
Tidak pernah bicara

Hingga pada akhirnya aku terlanjur jatuh cinta pada setiap nyawa dari puisi ku yaitu kau.

Sabtu, 13 September 2014

Kau, Oase.

Untukmu yang tak pernah teraba: Belakangan aku tersadar dari mimpi akan sebuah kebersamaan yang terkadang tak bertepi. Aku kerap terjaga dalam lamunan singkat. Segera, karena kalau kuputuskan untuk terlalu dalam aku takut lupa akan rasa darat seperti apa.
Untukmu yang tak pernah teraba: Di ujung pagi ini aku sendiri tapi tak sepi. Ada yang aku tunggu hingga akhirnya semua mejadi basah dan kau menjadi yang terucap disana. Walau hanya untuk sekedar meminta "jaga dia untuk waktu yang panjang"

Untukmu yang pernah tertulis: Hanya tertulis tidak teraba. Di dinding yang berlumut aku sering menantimu untuk kemudian tersenyum tanpa bisa kau lihat. Ketika hujan tak pernah saling bersamaan membuat kita dingin.
Untukmu yang pernah tertulis: Bisa jadi kau oase dalam setiap puisi ku yang kering.

Jumat, 29 Agustus 2014

Saya transparan (mungkin)

Saya transparan? Mungkin sih gitu di mata para pedagang yang lewat depan rumah.
Mungkin ini sudah sering terjadi, tapi saya ambil dua kejadian saja. Karena kalau banyak-banyak takutnya gak habis.

Tukang rujak yang memang kualitas rujaknya itu "wow" hanya lewat sekitaran pukul 10 pagi di depan rumah. Alhasil seperti biasa, menunggu dan menunggu dengan kelenjar saliva yang sepertinya tidak bisa di ajak kompromi dengan membayangkan nanas dkk di hadapan. Tak lama, 'teng teng teng' saya pun bangkit dari duduk dan segera lari kedepan rumah. Yap, karena kebetulan tukang rujaknya naik motor jadi agak kelewatan dikit. Buru-buru dah tu ya buka pintu pager, jerit 'RUJAK! RUJUK! RUJAK! WAK RUJAAAAKK!' tidak dengar juga. Karena memang sudah kepengen rujaknya kebangetan, jadi tetap tidak putus asa memanggilnya, jarak nya itu tidak terlalu jauh tapi heran aja kenapa sebegitunya tukang rujak mengabaikan panggilan saya. Dan terdengar juga samar suara tetangga memanggil rujak "eh, Alhamdulillah balik" saya yang melihat dia berbalik arah pun senang bukan main dan mengambil uang dan piring ke dalam rumah. Saya lihat tukang rujanknya sedang memotong buah-buahnya yang sudah pasti untuk tetangga saya yang memang hanya berjarak 10 meter mungkin. Dan saya pun memanggil tukang rujak itu supaya jangan pergi dulu karena saya mau membeli. Tapi, yaitu tadi, tukang rujak itu tak juga melihat saya. Karena saya pikir suara saya kekecilan saya pun berulang kali memanggil dia. Menurut hemat saya, tak usah lah dibutuhkan indra pendengarannya untuk tahu kehadiran saya yang sebagai raja, sedikit saja menoleh, mungkin dia tahu kehadiran saya yang sedang bawa-bawa piring. Dan tak lama tukang rujak itu pun pergi. Tukang rujak itu sungguh tak tahu kehadiran saya. Oke, mungkin belum saatnya makan rujak. Saya pun masuk dengan piring kosong dan Ibu saya tertawa mendengar cerita saya yang mungkin sudah terlalu mainstream..

Terlepas dari tukang rujak yang hingga kini saya sungguh tidak mau lagi berlangganan dengan dia, kita kecerita berikutnya yang tak kalah ngenesnya.
Sore hari, seperti biasa saya menyapu halaman luar. Tak lama tukang aksesoris dan main-mainan berjalan atau biasa di sebut "Serbu" a.k.a serba seribu lewat. Huh, padahal harganya mana ada yang seribuan, entah siapa pencetus nama seperti itu. Tapi yasudalah! Saya jadi ingat kalau Ibu kemarin bilang beliau butuh jarum jahit dan memang menunggu serbu ini lewat. Saya pun langsung berdiri di pager rumah yang memang masih lebih tinggi saya dibanding pagernya, sebelum serbu itu lewat saya sudah beradu pandang dengan tukang serbu tersebut "serbu!" jerit saya kecil dan dia berlalu saja tapi masih tetap melihat saya, tepat di depan rumah saya panggil lagi dengan suara agak kuat tapi tetap tidak memberhentikan motornya hingga akhirnya saya pun melambaikan tangan bukti bahwa ada saya loh disini yang manggil tapi gak dipedulikan dan sudah bisa diduga serbu itu berlalu begitu saja lewat didepan rumah. Saya yang merasa aneh pun langsung berbalik badan dengan sapu dan melihat kearah adik saya yang berdiri di depan pintu yang hanya mengenakan handuk karena baru usai mandi sore, spontan saya bertanya "Dil, kakak ini sekarang enggak transparan kan? Kau bisa lihat kakak sekarang kan dil?" sambil memegang pipi dengan wajah masih menunjukan ekspresi aneh, adik saya pun hanya tertawa. Ibu yang keluar kamar tak mau kalah menertawakan saya yang masih seperti tidak yakin ada penjual yang sebegitunya. Ibu hanya bilang mungkin suara saya kekecilan. Tapi ini tidak berbicara soal suara lagi, tapi sudah saling lihat masak iya tukang serbu itu tidak bisa lihat mulut saya yang mungkin sedang seperti orang bicara walaupun hanya satu kalimat "serbu". Ha, aneh memang. Tapi sudalah, saya mungkin dianggap transparan sama mereka. Mungkin lebih tepatnya tidak di anggap! Ini lebih galau dari masalah percintaan Ben dan Marshanda, menurut saya..

Minggu, 24 Agustus 2014

Janhujanhu

Sore ini senja tak biru
Iya, dikota ku hujan
Langitnya kelabu
Tapi tidak untuk suasanaku
Suara hujan yang jatuh di muka rumahku merdu suaranya
Apalagi yang jatuh di genting
Kalau saja aku seorang pencipta nada mungkin satu lagu cukup untuk satu moment hujan
Bersyair kan tentang rintik senja~

Sabtu, 23 Agustus 2014

Langit bersajak di beranda

Di beranda;
Aku hanyut oleh angin
Menyapu wajah
Yang aku kira itu kau

Di beranda;
Langit kosong
Bak permadani tak bercorak
Pada gelap saja ku sembunyikan ini

Di beranda;
Jika aku menulis sajak di langit
Kau punya waktu 120 detik tidak untuk menatap terus keatas?
Aku tak akan lelah

Di beranda;
Sendiri
Sunyi
Harap


Sendiri menikmati langit kosong
Sunyi tak berbintang
Harap kau yang menjadi bagian dari puisi...

Jumat, 22 Agustus 2014

Semoga tidak

Kepatahan ini belum sempurna susunan nya
Tapi patahan nya sudah rapi

Aku lupa bertanya
Apakah kau akan pergi?
Setelah sekejap kau titip pesan

Siapa aku jika memang iya
Lantas apa daya ku jika memang iya
Suatu saat jua lah pasti iya

Haaa
Paling saja aku hanya bisa berpuisi kalau iya
Menikmati kematian itu pabila iya

Tapi akan ku berikan sajak-sajak yang tak pernah terlihat jika tidak
Bahkan tersenyum sambil berurai air mata jika sungguh tidak dan kau disini
Kita berpuisi bersama ditengah cemara..

79 Menit, di bibir senja

Aku menunggu mu di ujung sore
Yang aku sebut senja
Dengan setengkai kepatahan jiwa yang mendera
Dan senyum yang aku latih sejak malam

Aku menunggu mu di ujung sore
Di antara terik
Aku terduduk di bibir senja
Dengan pakaian bekas gerimis

Aku menungu mu di ujung sore
1 menit
79 menit
Hingga akhirnya langit tak lagi jingga dan kau enggan datang..

Kamis, 21 Agustus 2014

Cerita malam

Dalam senyap aku bersenyawa
Pada bayangmu yang kaku
Kian kaku dengan dingin
Pada pelukan yang tak beraga

Membisu aku bercerita
Pada bekas puisi mu di sisi jalan ini
Terpejam seluruh hati
Tanda betapa aku rindu

Aku rindu
Pada puisi mu
Yang berjingkrak di atas tanah basah
Sedang aku bertepuk tangan

Aku kangen
Pada bait kata mu
Yang melantunkan nada tanpa bimbang
Sedang aku tersipu

Hingga pada akhirnya kau tak pernah tahu..

Rabu, 20 Agustus 2014

Wanita berambut sasak

Aku sangat ingat jelas
Ketika matamu dengan tajam menatap ku
Cacimu yang aku ingat
Kau duduk di bangku dengan menunjuk-nunjuk kertas kepunyaan ku

Aku sangat ingat jelas
Aku hanya mengangguk
Sepata kata ku ucap dengan terbata
Mata ku mulai nanar namun bibir tersenyum tak besar

Aku sangat ingat jelas
Ketika kau seperti Tuhan yang meramal akan masa depan ku
Disitu hati ku tersobek
Rasa ingin melayangkan tinju kewajahmu sekan telah kususun

Aku sangat ingat jelas
Kau memakai baju dan rok berwarna merah muda
Lipstik merah muda yang sukses menutupi usia mu yang tak mudah
Parfume yang aku pikir aku akan butuh waktu 2 bulan untuk memilikinya

Kau, wanita dengan rambut sasakan yang aku maksud!
Aku membencimu
Kau, wanita dengan rambut sasakan yang aku maksud!
Kau berhasil membuat aku menangis saat jalan pulang
Kau, wanita dengan rambut sasakan yang aku maksud!
Akan ku temui kau dan aku akan bicara lembut di depan mu "Ingat kah kau? Aku yang dulu pernah kau caci dan acuhkan"

Selasa, 19 Agustus 2014

Di pucuk malam

Kita temangu bukan kalah
Pun hujan membuat kaku bibir
Membuat bayang seakan nyata
Membuat bualan menjadi buaian

Kau bicara dalam hati
Sedang aku kau paksa akan paham
Kau bicara dalam diam
Sedang aku kau paksa akan dengar

Kita baru sekejap tak beradu
Tetapi rindu tak mau untuk mentolerin sedikit

Sekejap terpisah
Akan riuh canda dalam angan yang sempat tercipta
Sekejap terpisah
Akan duka yang terbagi meski sekeping

Aku menyusuri dingin tanpa puisi
Kau, entalah
Aku terkaku di sela malam yang layu
Kau, entalah

Di pucuk malam bermunajah tentang hidup
Di pucuk malam ku genggam jari kanan
Di pucuk malam air hujan bertemankan air mata
Di pucuk malam ku abadikan rasa tanpa putus

Dan di pucuk malam aku terisak "bahwa hidup di dunia tak ubahnya seakan singgah di pulau terkecil yang waktunya hanya untuk mengumpul bekal menuju tempat abadi"

Senin, 18 Agustus 2014

Puisi malam dari Ibu untuk Toni

Nak, tahanlah sekejap cacing-cacing diperutmu untuk tidak berisik
Ibu tak kuasa untuk tidak menangis setiap sekali suara yang tertangkap oleh telinga Ibu
Ibu baru saja usai mendoa untuk bapak agar pulang dapat menenteng sebungus nasi pemberian Pak Lurah
Nak, minumlah air yang Ibu timba tadi sore tapi ingat tutuplah hidungmu ketika kau meneguknya

Nak, kau dengar? Bapak pulang
Tak usah kau pegang lagi perutmu yang mengecil semenjak bapak mu di PHK sebulan lalu
Makanlah nak, Ibu dan Bapak bisa puasa sampai 2 hari
Lihat wajah Bapak mu nak, tak terbesit rasa putus akan asa yang memacu

Nak, Ibu tak pernah usai mendoa untuk kebesaran hidupmu
Agar kelak kau mampu hidup tak susah seperti Ibu Bapak
Di tanah ini yang selalu dihantui petugas pamong praja
Di gubuk ini yang selalu merayap momok menakutkan seperti banjir

Nak, Negeri kita tercinta ini sudalah 69 tahun merdeka
Tapi lihat, malam kita hanya bisa tahu terangnya lampu di sudut Kota
Ibu terpukul tiap kali kau merengek karena pedihnya matamu akibat membaca di depan lilin
Ibu terpukul tiap kali kau bertanya tentang rasa udang dan kepiting itu seperti apa
Tapi Ibu teramat bangga ketika gurumu menyalutkan kecerdasanmu

Nak, kita tidak sendiri yang seperti ini
Ribuan teman kita masih ada yang lebih pahit hidupnya
Tidur di emperan toko meringkuk dingin dan kehujunan kuyup
Tanpa Bapak dan Ibu

Nak, Indonesia sudah merdeka selama 69 tahun!!

Minggu, 17 Agustus 2014

17 Agustus '14, Senja di desa pantai cermin

Bisa nge take moment senja itu; luar biasa. Dimanapun kaki berinjak, senja tetaplah senja yang indah :")





Jumat, 15 Agustus 2014

Surat ini untukmu 2

Aku sedang patah saat ini. Aku terjatuh untuk kesekian kalinya lagi. Tapi entah kenapa dalam hati seolah meyakinkan aku adalah wanita hebat walau sebenarnya telah banyak luka tersayat di hati dan tubuh ini.
Waktu aku menulis ini pagi sedang gerimis. Semakin menambah kebimbangan akan hidup yang aku pilih sekarang. Aku tak pernah mau menceritakan ini padamu. Pun aku ceritakan aku tidak tahu kalimat apa yang akan aku ucapkan dan kalau aku kirim melalui tulisan aku tidak tau kata apa yang harus aku tulis dahulu. Tapi secara diam-diam aku selalu belajar darimu. Belajar bahwa masalah yang ada dan datang bukan untuk membuat kita langsung mengibarkan bendera putih lantas mati, tapi untuk terus bangkit. Aku pergi dulu untuk beberapa waktu, untuk memberi ketenangan. Berdiam diri merenung akan seperti apa jika aku teruskan dan aku hentikan. Aku akan baik saja walau sedang patah. Rindu ku aku titipkan pada hujan agar kau tidak sendiri. Menghabiskan waktu kesedihan seorang diri hanya bersamaNya, mungkin itu jalan terbaik untuk saat ini. Aku terlatih untuk bangun dan membersihkan luka itu karena aku mungkin mulai menyayangi mu dalam di dalam diamnya mulut ini, sehingga aku tidak akan mennjadi wanita yang mudah menjatuhkan air mata di saat kita bersama atau tidak. Ini bukan masalah akan mu tapi akan ku. Aku pikir kau tidak tahu rasanya jika kesenangan dan kesedihan itu datangnya serentak. Tapi ah, sudalah. Kau pernah bilang kalau Allah selalu bersama orang-orang yang sabar dan aku tahu itu sudah tertulis mutlak yang tidak bisa di ganggu gugat lagi. Dan baiklah kau, walau sebelum aku pergi pun kau tidak penah tahu kalau aku selalu mendoakan orang-orang tersayang ku termasuk kau. Sekali lagi aku bilang, aku akan baik (Insya Allah). Sebelum kau bertanya-tanya ada baiknya aku pinta jangan khawatirkan aku.. 

Kamis, 14 Agustus 2014

Bukan puisi

Ku tulis ini saat hujan baru saja reda. Sore di tanah kelahiran ku yang bersahabat. Kucing dihadapan ku sedang tidur, sedang matahari sore dengan gagah menampakan sosoknya yang beberapa hari ini menjadi buah bibir Ibu-ibu disini yang mulai mengeluh tentang pakaian basah yang terpaksa harus dilanjutkan menjemurnya di dalam rumah. Kalau aku dimusim hujan juga sibuk, sibuk mendaur ulang puisi-puisi yang terlalu dini untuk di ungkapkan siapa sosok "kau" dan "dia" yang kerap hadir di setiap baitnya, tapi tak jarang aku ciptakan sendiri "kau" dan "dia".
Sore ini ingin bermanja dengan daun bekas gerimis tanpa harus berpuisi. Indah sekali sore kali ini, senja biru seakan nyata tanpa harus lelah aku mengimajinasikannya. Tapi diam-diam sepertinya awan membentuk wajahmu. Ku lihat sekali lagi sudah tidak, sedetik lagi aku lihat iya. Ah, mungkin ini karena rindu. Rindu pada yang tidak diketahui siapa sosoknya.
Ini bukan puisi. Sebab wangi rerumputan terlanjur membuat ku kehilangan kata-kata untuk menjadikanya puisi walau hanya sebait :)

Selasa, 12 Agustus 2014

7:15 AM bersama gerimis

Pagi, kamu
Apa yang terjadi pada hatimu
Senyum mu tak ku dapat pagi ini
Kau terlalu menikmati kedinginan?
Atau kau menyimpan perasaan lirih?

Pagi juga, kamu
Jangan hiraukan aku
Sebab tak ada spesifikasi akan ini
Aku baik, gerimis
Hanya sedikit hal yang berubah ketika kau tiba di depan jendela ku

Kau, rindu?
Mari mendekatlah
Kita bisa bermain disini
Atau kau tuliskan di punggungku rindumu
Agar aku bisa meneruskan nya ke dia

Rindu?
Kata apa itu, gerimis
Aku baru mendengarnya beberapa detik yang lalu
Aku tidak mengerti maksudmu

Kau pasti pernah merasakan menginginkan aku untuk hadir di kaca jendelamu lagi kan?
Lantas kau berbisik pelan "Gerimis, apa kau lupa akan aku"
Tapi yang terjadi aku tau jua singgah
Walaupun untuk sekedar menyapa "kau terlihat anggun hari ini"

Kalau begitu benar katamu, gerimis
Bahkan saat ini aku merasakan dua hal yang tak ku sangka hadir
Pertama, kasih yang tak sampai
Kedua, rindu yang tak kunjung ada pertemuan

Sabarlah sedikit
Akan aku sampaikan
Jika aku menemuinya di perbatasan penantian
Sekarang melangkah lah
Aku akan merasa bersalah jika kehadiranku di jendela mu membuat tambah pilu wajahmu

Tidak, gerimis
Tetaplah disini
Aku menikmati kehadiranmu dan kerinduanku
Jangan kau sampaikan hal ini
Karna aku tidak ingin melukainya jika waktu tak kunjung memberi sedetik kesempatan untuk kami bisa saling menatap
Rasa ini sudah terlanjur nyaman disini

Kau terlihat hebat pagi ini
Tak beda dengan sahabat ku petir

Aku tak butuh pujianmu, gerimis...

Kami Rapopo

Senin, 11 Agustus 2014

Bulan

Aku sempat tidak berkedip
Melihat dengan tertib bulatan bercahaya diatas
Menerawang apakah ada yang seperti ku melihatnya

Terlalu frontal kalau aku harus bicara dengan gamblang
Bicara; Hai bulan, kau tau seseorang yang sering aku titipkan rindu kan? Dia melihat mu tidak malam ini?
Tidak, aku tidak akan siap jika bulan menjwab; ha, dia selalu mengabaikan aku. Bahkan salam mu tidak pernah berhasil aku sampaikan

Ini hal biasa buat hati yang selalu tersembunyi
Ah, bulan selalu mencoba menghibur
Tapi bulan, entah mengapa aku yakin firasat ku salah..

Tanpa

Aku belajar puisi darimu
Kau bisa merangkai kata walau sakalipun kau tengah di pekat malam
Aku belajar puisi darimu
Ketika aku masih sibuk dengan bualan yang sia-sia

Aku mengenalmu jauh ketika senja
Saat sinarnya terabaikan
Aku mengenalmu jauh ketika fajar
Saat semerbak wangi mawar tercumbui senja

Aku cemburu
Pada cicak yang setia di dinding kamarmu
Aku cemburu
Pada tetangga mu yang setiap hari melihatmu

Dan terakhir, aku ingin..

Minggu, 10 Agustus 2014

Surat di ujung hari

Rerumputan itu paham akan kehadiranku
Tempat istimewa yang pernah ada disini
Bersama beberapa kenangan
Kenangan yang tak pernah ku namai

Sesaat aku menikmati batasan kita
Lihat, aku tersenyum
Ucapan 'aku rindu' selalu bermuara di ujung lidah
Lihat, aku tersenyum

Diujung hari ini, aku bawakan secangkir tarian
Diujung hari ini, aku menikmati sebuah bayangan yang nyata
Diujung hari ini, aku titipkan melodi yang bisu
Diujung hari ini, aku sering menamakannya: SENJA


Sabtu, 09 Agustus 2014

Kumbang pun tertawa

Lantas apa yang kau tunggu?
Kumbang-kumbang itu baru saja pergi
Ini jejaknya
Kau terlambat, hei

Kami tadi bercengkrama tentang kau
Puas mulut menertawakan mu
Hingga kumbang kehabisan huruf untuk tertawa
Dan aku terlalu santai

Hei, apa yang kau tunggu
Apa yang kau cari?
Pergi lah, ada yang menunggu mu di ujung senja
Dia menanti tanpa waktu

Tak kau sapa dia?
Oh hei, betapa angkuhnya kau
Lihat dan dengar cerita ku
Kumbang pun tertawa lepas akan sikap mu...








Jumat, 08 Agustus 2014

Gigil

Mari kita lanjutkan perjalanan sepi ini
Hujan tak lagi deras
Mengapa kau berpegang erat pada jemari ini?
Sedang aku menggigil tanpa tumpuan
Sama sekali tak memberi penawar akan dingin mu
Berjalan lah disampingku

Lihat
Betapa anggun dingin yang merayap disetiap jengkal tubuh kita
Kau membiru
Sedang aku terpejam menahan
Dingin
Hangat

Sekali ini aku yang berpegang erat akan lenganmu
Kau arahkan mataku ke selatan dan berkata "ada impian yang menjemput"
Ada lekukan manis dibibir
Seketika itu pula ada yang kembali
Gerimis menerpa
Angan tak pernah mampu terikut manut bersama aliran hujan dan angin...

Kamis, 07 Agustus 2014

Selamat malam, dingin..

Dingin, sepi
Hujan, angin
Seakan melegalkan ucapan "aku sangat rindu"
Dan setangkup harapan akan kata "baiklah, apa beda dengan ku"

Tetaplah
Yang aku rasa tak seperti biasa
Aku terlalu takut untuk menyentuh hujan
Takut akan rindu yang akan menjadi selimut nanti

Mencari kehangatan di setiap sela, antara rintik hujan dan sepi
Tak ada yang bisa ku kenang disini
Karena mungkin  kau bukanlah bagian kenangan
Apa coba kuhitung saja berapa sekumpulan hujan yang singgah di kaca jendelaku?

Sedikit
Tak memiliki daya jika dibandingan jumlah kumpulan rindu yang aku tabung di ruang hidup hati ini...

Rabu, 06 Agustus 2014

Selamat malam, hujan...

Selamat malam hujan
Sial, mengapa kau harus datang malam ini?
Kau tidak tahu, kehadiranmu semakin menambah lengkap pilu kerinduan ini
Pada
Pada dia
Iya, dia

Selamat malam hujan
Tunggu, seharusnya ini adalah waktu terbaik untuk mendoa untuk kesembuhan hatiku
Kalau kau kata dia tidak akan mengetahui
Itu artinya kau bodoh!

Selamat malam hujan
Sekali ini terasa hangat, sebentar
Lantas dingin berkepanjangan
Hingga membeku dan sulit mencair...


Kepada dingin

Merindumu sama saja seperti mencelupkan diri ke danau biru yang membeku disaat musim dingin
Aku yang tak pernah terlihat
Tapi cobalah kau jabarkan seperti apa bentuk angin, bisa?
Aku tidak pernah minta untuk kehadiranmu disini, tidak, sama sekali tidak
Sudah ku bilang, aku ini hanya ingin menjadi tulisan yang tidak diketahui siapa penanya..

Selasa, 05 Agustus 2014

Surat pagi bersama kutilang

Selamat pagi, dia
Dipersimpangan jalan ini aku kembali hadir. tanpa puisi yang berarti
Aku masih meringkuk bersama bekas fajar berembun, tanpa dia
Daun? Dingin? tidak, semua hangat
Aku pernah memberi arti pada setiap sepi
Menjadikan dingin sebuah hangat
Menjadikan ramai sebuah sepi mendalam
Bahkan menjadikan silir menjadi gersang
Tapi ah itu terlalu indah
Tak perlu dia risaukan gersang yang aku maksud
Cukup gersang yang menjadikan aku akan paham apa artinya silir yang dulu aku rangkai

Kutilang, kau dengar aku?
Itulah dia
Kau paham lah, seperti yang kau bilang
Hanya kita yang rasa...

Dan bisa jadi aku yang terlalu mengharap bulan untuk paham segala cerita malamku

Senin, 05 Mei 2014

Jendela

I
Senja memang selalu menyelipkan sebuah cerita
ketika dulu pasti tercipta senyuman
diantara sela nyanyian camar
dan sesautan jangkrik yang menjadi saksi


II
Kita pernah benar menyatu
diantara Pulau...
diantara Danau...

Kita pernah benar merasa hampa
bintang menjadi saksi
Doa malam menjadi jembatan

III
Memang akan selalu indah, apapun itu akhirnya
ketika sebuah sajak indah itu tercipta
ketika itu juga kita saling mengharap

Berkali kuberkata dalam sepi; tetapkan aku menjadi rahasiamu
aku sangat ingin denganmu
disaat embun...
disaat fajar...


IV
Kepadamu,
kita dapat menyimpulkan sendiri apa isi dari celah yang kita sisihkan
Kepadamu,
kalau kau rasa itu, aku jugalah sama

Bukankah kita pernh berjanji untuk melihat bulan yang sama di malam pekat?
aku tersenyum, sembari berharap kau akan baik disana
denganmu aku tak tahu

Terkadang berharap kau mengatakan
tapi secepat harapan itu pulalah aku berfikir apa mungkin
bahkan aku pernah dalam merindukanmu
denganmu aku tak tahu


Nb; kenapa title nya jendela? ya karena memang aku menuliskannya tepat di meja yang berhadapan dengan jendela. Dan mungkin lebih detailnya lagi di Laboratorium Farmasi Fisik. Sembari menunggu group lain belum selesai, tidak salah kalau sedikit bercumbu dengan senja. Dan sajak diatas tidak saling berhubungan..

Farmasi USU, 5 Mei 2014

Rabu, 09 April 2014

Surat ini untuk mu

Mungkin kau tak pernah tau ada aku yang selalu merindu. Merindu tentang apa saja akan mu, jangan pernah bilang ini tak mungkin karena memang inilah kenyataan nya. Kau tak pernah tau, itu pasti. Aku selalu melihat kehadiranmu ketika aku sedang melihat senja sendiri dimanapun itu. Hadirmu juga seakan hadir kalau aku melihat bulan dan bintang. Aku tak pernah tau seperti apa bau harum tubuhmu, tapi aku seakan paham betul wangi tubuhmu itulah kerinduan yang selalu aku rasakan. Maaf aku telah lancang mengabadikan perasaan rindu ini kedalam sebuah surat yang tak ingin aku harapkan kau membacanya. Maaf juga karena aku sering diam-diam mengharap kau hadir dalam hidup ku untuk memberi sekecil senyum. Aku sering menitipkan doa indah untuk mu padaNya. Aku tak pernah mengaharapkan kau juga seperti itu, yang aku harapkan adalah kau akan seperti ini sampai kita dipertemukan. Semua sudah terbayang dibenakku, kau pasti akan menjadi yang terindah sampai mati. Maafkan aku yang berlebihan, tapi aku sangat takut kehilangan mu. Mungkin aku takkan pernah siap kalau sebenarnya kau telah menyimpan nama wanita lain. Kita tak pernah berjanji memang, tapi semua yang terjadi dengan kitalah yang membuat aku seakan sungguh jatuh cinta. Menahun sudah semua ini kupendam sendiri, kususun apik semua perasaan ini direlung hati yang paling terdalam, hingga aku sendiripun saja susah untuk mengambilnya kembali. Alasan kenapa rasa ini kian besar adalah karena aku tak tau cinta itu seperti apa. Yang aku tau sudah lama aku sangat ingin kaulah yang terakhir dalam semua pencarian ini...

Sabtu, 22 Maret 2014

Perahu Kertas

perahu kertas on pianika !
 
Perahu kertasku kan melaju
6  7   1   7  6    7   5    5 4 1

Membawa surat cinta bagimu
1   4    3     2  1    1  7  7  6  1

Kata-kata yang sedikit gila
6  7   7  1   6     7   1   4 3  3

Tapi ini adanya
4  3   7 1 2  1   1

Perahu kertas mengingatkanku
6  7   1    7  6    7   5   5   4   1

Betapa ajaib hidup ini
 1  4  3  2 1 7  7 7   6 1 

Mencari-cari tambatan hati
6  7   1    7  6  7  1  4      3 3

Kau sahabatku sendiri
3     4  3  7  1     2  1  1

Hidupkan lagi mimpi-mimpi (cinta-cinta)
1   2   3    2  1   6  1     2  3

Cita-cita (cinta-cinta)
6   1   2  3 

Yang lama ku pendam sendiri
    2    1  7   1     7   7     1  2  3

Berdua ku bisa percaya
3  2  4    1  5  3   2  7    1 


Ku bahagia
1   5  4  6 

Kau telah terlahir di dunia
  1   5   4  3  2  1   7   2 1 5

Dan kau ada
  1    5   4  6

Di antara milyaran manusia
1    5  4  3 2  1  7    2  1  5

Dan ku bisa
  1    2  5  3

Dengan radarku menemukanmu
   1  7      6  1  5   7  6  1  5  2

Tiada lagi yang mampu berdiri
Halangi rasaku, cintaku padamu

Rabu, 19 Maret 2014

Merpati

Merpati itu yang aku suruh memberikan surat cinta untukmu, tersampaikan kah?
Kau takkan pernah paham sebelum merpati itu sampai.
Sabarlah, mungkin merpati itu sedang menghilangkan rasa lelahnya terbang dengan jarak jauh hanya untuk menyampaikan kalau aku memiliki rasa yang besar untuk mu.
Atau merpati itu harus mati tertemabak ketika akan sampai di depan ruang kau tinggal?

Senin, 17 Maret 2014

Bulan

Bulan malam ini indah sekali ya, kamu sedang melihat bulan tidak ya. Aku mencuri melihat sambil bawa sepeda motor kesayanganku sampai berulang kali hampir nabrak pengendara lain. Aku hanya ingin mendapatkan moment yang sama dengan mu. Kau melihat bulan di tempatmu dan aku melihat bulan berpindah tempat, tapi tetap dengan objek yang sama. Bulan itu sederhana, tanpa banyak warna yang menyinarinya, tapi tetap terlihat indah dan romantis. Seperti kamu, aku pikir seperti itu. Aku dijalan seperti berdua, apadahal aku sendiri diatas motor ku. Bayangmu yang membuat aku seperti itu. Ah, entah sampai kapan aku bisa tau nada suaramu dan mungkin lembutnya tatapanmu. Aku sangat ingin, tapi apa bisa. Aku ternyata sudah jatuh cinta, tapi masih saja dalam diam dan aku masih enggan untuk mengungkapkanya dan memang aku hanya ingin menyimpnya sendiri. Cukup, melihat bulan dan aku harap kau sedang melihatnya jugalah yang bisa membuat ku merasa sangat dekat denganmu.. 

Senin, 24 Februari 2014

Mamak 4

Aku selalu merasakan hangatnya tanganya yang selalu menempel di pipiku tiap malam. Terkadang merasa aku ini manja sekali, tapi ah biarlah. Mungkin aku orang yang paling beruntung dengan bisa merasakan belaian seorang mamak tiap malamnya. Pernah sekali ketika aku sedang "jatuh" dan menangis sampai mamak rasa aku sudah tidur, mamak meletakan tagannya di wajahku. Aku terbangun, tapi enggan membuka mata. Aku tidak tahu raut wajah mamak, tapi yang jelas aku rasa mamak adalah orang yang tetap berdiri ada disamping ku apapun keadaanku.
Terimakasih ya Rabb untuk nikmatMu :")

Sabtu, 22 Februari 2014

Nonton VS Aku

Agak gimana gitu kalau orang sekitar membicarakan tentang "Film". Terutama mereka yang menontonya di Bioskop. Bukan iri ataupun mendadak pengen ikut-ikutan, bukan :)
Jujurnya sudah lama ingin memposting ini, tapi baru terwujud sekarang aja, hihi. Ini gegara denger Radio yang penyiarnya bahas tentang film yang akan tayang di bioskop dan sudah berapa jumlah film yang di tonton di tahun 2014 ini. Banyak juga yang berpartisipasi untuk menjawabnya sampai si penyiarnya agak kalang kabut, hehe.
Kalau boleh ingin membagi, selama 20 tahun ini, aku baru menonton film di bioskop itu barulah hanya 2 kali.
Pertama, film Kuch Kuch Hota Hai. Mereka bilang pernah ngajakin nonton itu di Bioskop, masalah usia berapa lupa. Yang pasti belum sampai umur 6 tahun. Kalau dipaksa mengingat, aku memang agak ingat sedikit. Pada waktu itu aku bersama orang tua dan abang nontonnya tepat dibangku paling depan. suasananya lumayan rame dan aku memakai baju merah, hehe. Bisa jadi waktu itu adalah Premier filmnya kali ya, tapi kalau masalah itu aku memang tidak mengetahuinya. Ngomong-ngomong Hollywood, waktu mamak mengandung aku, tontonan favourit adalah film india. Jadi ketika pas aku lahir ke dunia, yang melihat aku bilang aku seperti orang india. Ini sih kata mamak, aku juga tidak tau. Tapi sekarang sih masih kayak orang india, meskipun cuma warna kulitnya, haha :D sampai sekarang film ini adalah film india favourit setelah film 3 Idiot dan Tarezameen par. Masih suka mellow kalau nonton nya, secara si Anjeli kan kembaran aku, wkwk. Tidak terhitung sudah berapa kali menonton film ini di Tv, hehe.
Kedua, film Ayat-ayat cinta. Film yang sempat booming pada masanya. Sangat ingat jelas, waktu itu kelas 3 smp. Nontonnya ber-4 aja, bersama Tiwi Rifki dan Tri. Naik angkot, hehehe. Kami ber-4 tidak ada hubungan apa-apa selain hubungan teman sekelas. Lucu sekali kalau ingat ini dan memang seakan pengalaman pertama pergi ke bioskop. Filmnya bagus, dan sukses membuat ku sempat berkhayal ingin punya pacar seperti Fachry. Eits, itu dulu kali...
Dan sampai sekarang belum pernah nonton ke bioskop. Basicnya emang gak suka nonton. Sampai-sampai seorang teman pernah ingin membayarkanku untuk tiket masuk karna mengira aku tidak mempunyai uang. Aku menjawad dengan enteng, "Mentahnya aja sini, biar beli novel" haha, sudah ketebak respond nya gimana :D
Entah kenapa menonton itu ngebosenin. Maka dari itu aku paling gak beta lama-lama di depan tv. Kalau ditanya film terbaru apa, duh persis sapi deh akunya. Tapi aku gak jadul-jadul kali ya, agak dikit tau sih tentang film. Meski cuma tau potongan nya saja, haha. Apapun itu pokoknya gak suka nonton. Mau nonton bioskop ataupun apalah itu namanya.
Jadi untuk orang seperti aku tidak heran kalau selama 20 tahun baru 2 kali pergi ke bioskop :)
Film terakhir aku liat itu film Mama. Film horor, itupun awalnya karena penasaran dengan judulnya yang kebetulan ada di Flashdisk seorang teman yang aku pinjam. Kalau tidak salah itu November tahun lalu :)
Tiap orang beda selera, jadi jangan terlalu aneh. Karena sejak kecil emang bukan tipikal orang yang betah berjam-jam di depan tv. Masalah mata rabun, mungkin karena sejak umur 5 tahun sudah hobi baca sambil tiduran, hihi :)

Mungkin agak berantakan tulisannya karena masih banyak tugas kuliah yang harus dikerjakan, jadi buru-buru, wkwk ^_^
Maaf dan Sekian, Friends :)

Mamak 3

Pagi ini kau terlihat kuat mak. Masih terbesit senyuman di bibirmu yang sebenarnya aku tahu benar apa isi hatimu. Demi cintamu kau seakan mengorbankan segalanya.
Salut liat semua yang ada pada dirimu. Kau begitu tegar, dan pagi ini kau buktikan lagi di depan ku dan membuat aku sangat paham akan seperti apa aku kalau aku menjadi seorang ibu kelak :")

Sabtu, 15 Februari 2014

Justru disaat aku berdiri disini bayangmu tak nampak. Apakah benar, kau tak pernah tau aku ada?

Selasa, 11 Februari 2014

Yang aku tau, kita sama-sama punya rasa yang sama; rindu

aku sudah

Aku sudah rindu
rindu sekali
ketika kita bersama diruang yang tak sama
ketika kita berbincang di waktu yang berbeda

Kisah kita abu-abu
aku tak tau rindu yang kau punya
begitu juga aku yang tak juga paham ini semua apa namanya
akankah kau juga demikian

Aku ingin kau juga disini
kita berbagi semua
meskipun dalam diam
seperti kita disana

Aku sudah kangen
kangen sekali
pun malam dingin
dingin yang membuat kangen ini bertambah

Senin, 10 Februari 2014

Video motivasi - Semangat Kawan Kita Bisa

Mamak 2

Dimusim nyamuk gini, mamak yang paling gesit mengusir nyamuk-nyamuk nakal yang berusaha hinggap di badan anak-anaknya.
Yang paling sering terjaga di tengah malam untuk mematikan nyamuk-nyamuk yang sudah menghisap darah anaknya. Tengah malam aku terbangun dan kulihat mamak sibuk mencari nyamuk, aku bertanya apakah mamak gak tidur? mamak pun menjawab, "tidur ka, tapi nyamuk banyak kali, kasian si adil". Itulah Ibu!!!

lalu disebut apa?

Lalu, disebut apa?
ketika setiap semua yang terjadi terlintas ada mu
seringkali ku usir jauh
namun sejauh itu juga ia kembali

kita tak pernah berjanji
bahkan tak pernah berucap
berjanji untuk setia
dan berucap tentang cinta..

Lalu disebut apa?
disaat rindu kian membesar
sedang aku tak pernah melihat matamu
pun kau dengan ku

akankah kita bersama tanpa satu
saling menatap bulan yang sama
bersama memperhatikan bintang yang berjuta
namun ditempat yang tak sama..

akankah terganti?

Aku pernah benar mersa jatuh
luka dikaki membuat ku merasakan sakitnya
pernah bangkit
tapi secepat itu juga rasa sakit kembali pulih

Dunia lantas tak berhenti berputar untuk menunggu ku
tapi dunia harus tau, kurasa dia runtuh
air mata akankah terganti
jika sebuah senyuman terpaksa ternampak..

Sabtu, 08 Februari 2014

Bukan puisi

Maaf aku pergi tanpa pamit, ini hanya sebentar. Aku hanya ingin mengobati rasa sakit yang saat ini aku rasakan. Aku baik saja, percayalah. Ada alasan kuat kenapa aku hanya pergi dari situ dan aku bertahan disini bukan untuk menghindar darimu. Manalah mungkin aku menghindar dari orang yang sering sembunyi-sembunyi aku perhatikan. Suatu saat kelak kita bisa membagi semuanya secara terus terang, aku akan membagikannya. Pahitnya yang pernah aku rasakan, dan manis yang juga tak jarang singgah. Dengan janji, kau juga kan membaginya.
Ah, apa bisa? Sedang kau tak penah tau kehadiranku.

Untukmu, yang tersenja..


mamak 1

Disela tangisanku, dengan masih air mata mengalir deras aku berkata pada ibu dengan wajah masih kubenamkan dibantal, "mamak sabarkan? mungkin aku tamat kuliah telat. Mamak sabar nunggu aku?" tangisanku memberhentikan ucapanku. Lalu ibu menjawab dengan penuh nada kasih sayang, "sabar lah. Yang ngejalani kuliah aja sabar, apalagi mamak. Pasti lebih sabar lagi. Yang penting kan udah usaha, jadi mau gimana lagi? Gak akan merubah segalanya dengan nangis, sabar aja ka"
Aku pun menatap wajah ibu, ibu mencoba menghiburkku dan aku lihat sekali sebenarnya ibu kecewa. Namun ia coba sembunyikan di balik wajah sendunya. Membuat tangisku semakin deras, bukan untuk menyesal, tapi untuk berterimaksih Allah telah mempertemukanku dengan ibu seperti mamak di dunia ini, senoga sampai di surga tetap bersama..

Mamak--

Kamis, 06 Februari 2014

Melainkan rindu

Pernakah kau resapi salah satu malam
dimana dinginya begitu menusuk
bahkan selimut tak mampu menetralkannya

Aku pernah meresapinya
bukan dingin angin yang membuat ku kacau
melainkan rindu

Kau tersangka utama dalam kacaunya malam ini
semakin kacau dengan ku menutup mata
semyummu seakan tiba

Kupeluk erat rindu ini
berharap esok pagi kau kan kubawa pergi
pergi kesuatu tempat dimana aku biasa meluapkan rindu untukmu..


Rabu, 05 Februari 2014

Tempat dimana nanti..

Tepat dimana aku rencanakan suatu saat kita akan saling berpegangan tangan di sini.
Tempat terbaik untuk melihat senja.
Tempat terbaik dimana kita akan menumpahkan semua ribuan barisan rindu.

Disini, aku hanya bertemankan angin.
Aku tak lagi ingin menyampaikan salam ku untuk mu melalui dia.
Aku cukup tersenyum karena bau angin ini seakan menyiratkan salam ku telah sampai untukmu tanpa aku memohon.
Disana, menjadilah apa yang kau inginkan.

Aku pernah sepi.
Ceriaku terkikis oleh rindu.
Tawaku perlahan mengecil oleh kesadaranku.
Semakin paham, semakin ku biarkan semua ini semakin tak dapat ku halau keberadaannya.

Selasa, 04 Februari 2014

1

Aku dapati suara itu lagi.
Tak pernah aku pikir akan sekeras itu.
Suara tangis yang bercampur dengan suara ketidakpastian.
Taukah kau waktu itu aku sangat takut.
Ketika aku mendengar suara teriakan.
Aku sangat ingin memelukmu waktu itu dan ikut meneriaki dia.
Aku takkan pernah meloloskan orang yang sudah membuatmu terluka.
Aku hanya bisa menarik tubuhmu dan kuintip wajahmu dari sela guling kesayangan ku.
Akan ku ganti setiap bulir air matamu yang jatuh waktu itu...

Jumat, 31 Januari 2014

Perumpamaan

Akankah sama ketika kita bersama, mungkin sama.
Namun, kita tidak akan pernah sama mencapai garis finish itu.
Mungkin ketika ku coretkan tinta diatas kertas kusam itu kau akan bingung dan menganggap aku hanyalah "apalah".
Kau lantas datang menepuk pelan punggung ku lalu kau ucapkan ratusan mantra yang dapat membuat ku tersenyum, walaupun lagi-lagi kau takkan pernah tau arti senyum ini.

Suatu ketika kita pernah sama susah.
Kau bercerita tentang fajar, aku bercerita tentang mentari.
Fajar yang mengharuskanmu untuk berkeringat dan mentari yang mengaruskan ku harus bermanja dengan sinarnya.
Diujung cerita kita tertawa, dan bercerita tentang bulan.
Sama saja, kau tetap menjadi seorang teman yang asyik yang.

Mungkin kau akan mendahului ku, meski dalam hati kecil berharap kita bersama saling berpegangan sampai di garis finish.
Entalah, rasa sedih singgah kalau berbicara tentang ini.
Dan ku tunggu, kau tak jua datang.
Hingga akhirnya aku tersadar, kita tak pernah sama walau ada di ruang yang sama..

Rabu, 29 Januari 2014

Tersenyumlah, sahabat : )

Menagislah, silahkan.
Tapi jangan di dihadapanku.
Tak pernah sekalipun aku melarangmu untuk menagis.
Tapi pergilah 20 langkah dariku lalu silahkan kau menangis.

Bahkan aku mau menghantarkanmu ke tempat dimana kau bisa menangis.
Asal kau jangan minta agar aku disampingmu untuk menemanimu menangis.
Aku bersedia mendengar ceritamu, apa saja.
Tapi jangan salahkan aku kalau aku akan pergi jika sudah ku lihat matamu berkaca.

Sahabat, bukan aku tak setia kawan padamu.
Tapi karna hati ini takkan sanggup melihat bulir air matamu menetes.
Akan ku peluk kau erat, tapi dengan janji takkan kau keluarkan air mata itu di depanku.
Tersenyumlah, sahabat : )

Sabtu, 25 Januari 2014

Pernah kemarin

Pernah kemarin ketika aku tiba dipersimpangan.
Kemarin juga aku rasa tiba diujung jalan.
Ah, sama saja apa bedanya?
Ketika tak kudapatkan lagi kau disana.

Pernah juga ketika kau mengirimkan puisi untuk ku.
Kemarin juga aku rasa bahagia.
Ah, lagi-lagi itu hanya kamuflase.
Ketika kulihat kau juga hilang ketika aku tiba.


Pernah kemarin ketika aku dapatkan kau bersedih.
Kemarin jug aku rasa sama.
Ah, kau malah membuang muka.
Ketika aku ingin menghapus air mata jagung yang aku lihat mengalir di pipimu sampai dagu.

Pernah kemarin ketika aku melihat purnama yang aku rasa indah.
Kemarin juga aku rasa haru.
Ah, kau seakan tidak peduli.
Ketika aku sandarkan kepalaku di pundakmu kau malah berlari beranjak meninggalkanku.

Sabtu, 18 Januari 2014

Untitle



........ lalu dia kembali berlari lagi, hingga akhirnya dia berbelok dan aku pun masih jalan terpincang menuju rumah sambil terus berfikir apakah benar yang dikatakan juan. Kalau benar, betapa menjijikannya tingkah dia.
“Kamu kenapa nak?” suara ibu mengagetkanku karna memang beliau duduk di belakang jendela dan aku sama sekali tidak mengetahui keberadaannya. Aku pun segera menghampirinya dan duduk disebelahnya dengan meja kecil diantaranya yang kaki mejanya diganjal potongan kayu agar seimbnag. “Ini bu, kata si juan uratya ada yang kaku. Annisa juga gak paham bu kenapa bisa begini” ucapku manja sambil memegangi kaki kiriku yang putih ini sambil sesekali membenahi poni lurusku yang 3 hari lalu dipangkas oleh ibu karna kata ibu poni panjangku penyebab kenapa mataku sering sakit. Ibu hanya tersenyum lebar melihat tingkahku yang memang masih kental dengan sifat kekanak-kanakan karna memang aku bukanlah gadis remaja. “Ibu tadi menyuruh juan agar annisa segera pulang kan bu? Ada pakaian yang mau disetrika ya bu? Sini annisa setrika, ibu pasti lelah” aku pun ingin segera beranjak dari tempat duduk dan segera pergi ke kamar untuk menyetrika pakaian para tetangga. Ibu hanyalah seorang buru cuci yang semangatnya luar biasa demi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari kami. “Tidak annisa, ibu tidak akan menyuruhmu ini itu. Marilah nak, ada yang ingin ibu katakan” aku pun kembali ketempat semula dengan kaki yang masih agak pincang. Aku masih tetap tersenyum dengan senyum khas anak 13 tahun dan duduk dipangkuan ibu. Ibu membelai rambutku dan sesekali menciumi rambutku dan mungkin ibu sudah terbiasa dengan bau rambutku yang jarang sekali berbau shampoo, namun tetap indah lurus. “Nak, ibu bolehkan pergi merantau?”, “Merantau itu apa ibu?” aku pun mendongakan kepala kearah ibu yang aku lihat air matanya seakan tertahan, “Merantau itu pergi dari tempat asal dia tinggal nak. Merantau karna menuntut ilmu, karna ingin merubah nasib dengan kerja, semuanya bisa dikatakan merantau kalau ia berpindah atau pergi dengan jarak yang tidak dekat”, “Emangnya ibu mau merantau kemana” tanyaku sambil menundukan kepala, dan ibu masih saja tetap membelai rambutku, “Ibu ingin ke Arab Saudi nak, mencari uang yang banyak agar kamu tidak hidup menderita seperti saat ini. Ibu ingin kamu sekolah yang tinggi, jadi orang yang tidak di pandang sebelah mata, dan nantinya menjadi orang yang besar dengan segudang prestasi yang akan membuat ibu bangga dan ayah pasti akan bangga dengan anaknya yang cantik ini menjadi orang yang hebat” aku merasa ada tetesan air yang tepat mengenai tanganku dan aku melihat ibu menangis. Selama ini, aku baru 2 kali mendapatkan ibu menangis. Pertama pada saat ayah meniggal dan kedua pada saat ini. Aku pun turun dari pangkuan ibu dan berdiri di depan ibu untuk menghapus air matanya, kuraba pipinya dan kuperhatikan dengan jelas wajah ibu yang cantik. Ternyata aku seperti ibu cantiknya dan ibu pun memeluk ku, “Kamu maukan ibu tinggal merantau nak?”, “mau kok bu. Tapi kita masih tetap ketemu kan setiap hari bu? Annisa gak bisa kalau ibu gak ada. Nanti siapa yang mau masakin annisa? Yang ngajarin annisa belajar, yang ajak annissa pergi kerumah-rumah mewah. Walaupun ibu sering marah kalau annisa suka lari-lari dirumah itu” air mata ibu mulai bertambah deras dan aku kembali menghapus air mata itu, “Ibu kenapa menagis sih? Annisa mengijinkan ibu bekerja kok, ibu jangan sedih ya. Annisa pasti bakalan jadi orang yang pintar dan bisa seperti habibie yang buat pesawat yang sering ibu ceritakan itu”, “Tapi nak, ibu akan pergi jauh kerjanya. Bukan hanya di komplek sebelah. Ibu akan pergi kesana naik pesawat, dan kita akan lama tidak berjumpa, bisa jadi kita hanya bertemu setahun sekali bahkan lebih”, “Maksud ibu, ibu akan meninggalkan Annisa sendirian disini? Ibu gak sayang sama annisa? Ibu jahat, annisa akan membenci ibu kalau ibu pergi” aku pun beranjak lari meninggalkan ibu yang masih menangis. Dikamar aku masih berfikir, dimana Arab Saudi itu kenapa ibu ingin kesana dan perginya naik pesawat. Apakah ibu sudah tak mencintai aku lagi, atau jangan-jangan ibu marah karena aku sering bermain kotor dan malas belajar. Kalau aku berjanji akan merubah semua apakah ibu akan berjanji tidak akan meninggalkan aku sendiri. Aku pun menghapus air mataku dan berjalan menuju ruang tamu dimana ibu masih terlihat duduk. Tapi aku berat sekali menghampiri ibu, pasti ibu marah karena tadi aku ngebantah ibu. Aku hanya berani memperhatikan ibu dari balik kain gendong yang panjang yang dipasang ibu untuk menggantikan fungsi pintu. Aku lihat ibu menangis dan ibu sepertinya sedang mengambil sesuatu dibelakangnya dan itu foto ayah, ibu memeluk foto ayah sambil sesekali ibu menciumi foto ayah. “Mas, sri akan ke Arab Saudi mengadu nasib disana demi mewujudkan mimpi mas yang ingin melihat anak kita bersekolah yang tinggi. Kalau sri masih disini sebagai buruh cuci dengan gaji yang hanya bisa untuk makan seminggu pasti tidak akan bisa menyekolahkan annisa tinggi. Tapi annisa tidak mau sri tinggal mas, sri kasihan melihat dia tadi sepertinya sangat bersedih. Andai kamu masih hidup mas, pastilah sri tidak akan merasakan sesedih ini karena sri masih mempunyai teman untuk saling bertukar cerita” ucapan ibu yang mampu aku dengar dengan jelas itu membuatku tak kuasa membendung air mata ini lagi. Dan aku lihat lagi ibu membuka sebuah kotak yang berukuran agak besar, aku juga tidak tahu apa isinya dan ibu menutupnya kembali. Aku lihat ibu sepertinya ingin berjalan ke kamar, aku segera menuju tempat yang hanya beralaskan anyaman pandan dan  berpura-pura tidur. Aku merasakan hangatnya sentuhan ibu dan nafasnya seakan dekat terasa ditelingaku, “Ibu sayang kamu nak, ibu pergi bukan berarti ibu gak sayang. Semua gaji ibu akan ibu kasih ke kamu nak, untuk sekolah kamu, untuk cita-cita kamu ingin menjadi seorang dokter. Ibu akan mewujudkan itu untuk kamu nak. Maka ijinkanlah ibu pergi merantau ya nak. Annisa putri ibu yang cantik, ibu sayang kamu nak” ibu pun mencium keningku. Ku rasakan ibu beranjak dari sampingku dan tak lama aku dengar suara ibu sedang mencuci pakaian. Aku pun membalikan badan ku dan kelelahan menangis membuatku tertidur sungguhan.